Skip to content

Climate Conference Warsawa dan Topan Haiyan

Author :

Authors

Fabby Tumiwa

Climate Conference COP 19/CMP 9 dibuka pada 11 November 2013 dengan suasana prihatin dari para pesertanya. Negara-negara berkembang menyampaikan keprihatinan dan simpatinya atas bencana topan badai Haiyan yang melanda Filipina dan Vietnam minggu lalu, yang telah menyebabkan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal dan ribuan lainnya meregang nyawa.

 

Climate Conference Warsawa dan Topan HaiyanKepala delegasi Filipina secara emosional meminta kepada para peserta konferensi untuk “mengakhiri kegilaan” pemanasan global yang memicu iklim ekstrim. Mengutip bahwa topan Haiyan adalah badai terburuk dan terdahsyat yang pernah tercatat dalam sejarah.

Berbagai kalangan merefleksikan frustrasi terhadap proses negosiasi yang panjang dan bertele-tele, setelah hampir 20 tahun dengan 19 kali COP menegosiasikan isu perubahan iklim, negara-negara anggota UNFCCC belum dapat mencapai kesepakatan menurunkan emisi secara signifikan sesuai dengan rekomendasi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Pada laporan pertama tahun 1990, IPCC merekomendasikan penurunan emisi 90% dari tingkat emisi 1990. Setelah dua puluh tahun, kesepakatan Protokol Kyoto hanya mampu menurunkan emisi sekitar 3%.

Memasuki abad 21, emisi GRK negara maju tetap menanjak, diikuti oleh peningkatan drastis emisi negara-negara berkembang yang memasuki fase transisi ekonomi. Laporan IPCC ke-5 memberikan indikasi bahwa kita telah menghabiskan lebih dari separuh “anggaran karbon” yaitu volume gas rumah kaca yang terakumulasi sepanjang waktu sejak abad ke-19. IPCC menghitung “anggaran karbon” untuk menghindari kenaikan temperatur rata-rata tidak lebih dari 2oC dari level tahun 1861-1880, adalah sebesar 840 Gt, sekitar 531 Gt sudah dilepas ke atmosfer. Sisanya akan habis dalam waktu 30-40 tahun mendatang jika tidak ada penurunan laju emisi GRK yang signifikan.

Dalam pidato pembukaannya, Christina Figueres, Sekretaris Eksekutif UNFCCC, mengajak para peserta konferensi untuk menarik nafas dalam, sebum melanjutkan pidatonya dengan menyatakan “we are the first human beings to ever breathe air with 400 ppm CO2.”

Dr. Rajendra Pachauri, Chairman IPCC menyatakan bahwa konsentrasi 400 ppm CO2 akan dapat dicapai pada akhir tahun ini, sekaligus mengingatkan akan berbagai dampak perubahan iklim dan tekanan yang dihadapi oleh ekosistem seiring dengan laju pengingkatan emisi GRK di atmosfer.

Kita berharap bahwa bencana topan Haiyan dapat mengugah dan menginspirasi serta memaksa negara-negara yang terlibat dalam negosiasi untuk mencapai kesepakatan awal di Warsawa atas rencana aksi mitigasi dan adaptasi sebelum 2020, dan rencana yang lebih ambisius lagi pasca 2020, kesepakatan mengenai pendanaan untuk membantu negara-negara berkembang melakukan mitigasi dan adapatasi, serta beranjak menuju jalur pembangunan ekonomi rendah karbon, mekanisme kompensasi bagi negara dan masyarakat yang rentan terhadap perubahan iklim dan terkena dampak akibat bencana iklim yang terjadi.

Kita mendesak negara-negara maju untuk menunjukkan kepemimpinan dalam bentuk komitmen aksi mitigasi GRK yang lebih ambisius dari sekarang hingga 2020, dan setelah 2020, dan kemauan negara berkembang untuk secara sukarela membuat rencana pengurangan emisi yang terukur sesuai dengan prinsip Common But Differentiated Responsibility and Respective Capability (CBDR-RC).

Warsawa, 12 November 2013

Share on :

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter