Skip to content

Jonan Sebut Harga Listrik Tenaga Surya Murah Berkat PLN

Author :

Authors

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan harga listrik hasil Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap) wajar lebih murah jika dibandingkan produksi PT PLN (Persero). Pasalnya, dalam menyalurkan listrik hasil PLTS Atap, jaringan yang dipakai merupakan transmisi dari PLN.

Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menerbitkan ketentuan terkait penggunaan listrik PLTS Atap dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).

Dalam beleid yang diteken Jonan 15 November 2018 lalu tersebut, jumlah energi listrik yang dijual (ekspor) kepada PLN oleh konsumen dihitung berdasarkan nilai kWh yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65 persen. Artinya, harganya lebih murah 35 persen dibandingkan listrik yang dijual PLN kepada pelanggan PLTS Atap atau sekitar Rp953,55 per kWh dari normalnya Rp1.467 per kWh.

Perhitungan energi listrik Pelanggan PLTS Atap dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh Impor dengan nilai kWh ekspor. Jika jumlah energi listrik yang diekspor lebih besar dari jumlah energi yang diimpor pada bulan berjalan, selisih akan diakumulasikan dan diperhitungkan sebagai pengurang tagihan listrik bulan berikutnya.

“Kalau kita punya PLTS Atap di rumah, jualnya ke PLN pakai kabelnya siapa? Pakai jaringan distribusinya siapa? Kan pakai jaringan transmisi distribusi PLN. Gardu kan juga punya PLN,”ujar Jonan saat menghadiri International Business Summit 2018 IKA ITS di Hotel Indonesia Kempinski, Rabu (28/11).

Jonan memaparkan dalam komposisi pembentuk tarif listrik di Indonesia biasanya dua pertiga berasal dari beban pembangkit listrik. Sementara, sepertiga sisanya berasal dari beban jaringan transmisi atau distribusi.

Jonan meyakini PLTS Atap ke depan perkembangannya akan semakin pesat karena harganya di pasaran cukup murah.

Perkembangan PLTS Atap juga akan membantu pemerintah mencapai target porsi energi baru terbarukan (EBT) dalam energi primer menjadi 23 persen pada 2025 dari posisinya saat ini yang masih berkisar 12 persen.

Dalam wawancara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essental Service Reform Fabby Tumiwa sebelumnya menilai jika harga jual listrik yang dihasilkan PLTS Atap lebih murah maka hal itu akan menjadi disinsentif. Dengan harga yang lebih rendah, pengembalian investasi panel surya atap yang berkisar Rp15 juta per kiloWatt (kW) menjadi lebih lama yaitu dari kisaran delapan hingga sembilan tahun menjadi 12 hingga 13 tahun.

“Jadi bukan memberikan insentif malah menyebabkan disinsentif,” ujar Fabby beberapa waktu lalu.

Disinsentif tersebut kata Fabby, bisa menghambat percepatan pemasangan panel surya. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah menargetkan kapasitas listrik surya atap bisa meningkat menjadi 6,5 GigaWatt pada 2025.

Sementara itu, berdasarkan catatan IESR, listrik yang dihasilkan dari pembangkit tenaga surya atap di Indonesia masih kurang dari 100 MW. Sebagai pembanding, tahun lalu, Fabby menyebutkan listrik tenaga surya yang dihasilkan oleh Thailand telah mencapai 2,73 GW, Malaysia 830 MW, dan Singapura 130 MW.

Sumber: cnnindonesia.com.

Share on :

Comments are closed for this article!

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter