Skip to content

Pemerintah Cenderung Opsi Kenaikan Tarif Listrik per Tiga Bulan

Author :

Authors

JAKARTA (IFT)- Pemerintah kemungkinan besar memilih opsi kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) rata-rata 4,3% per tiga bulan mulai Januari 2013 dari tiga opsi yang direncanakan. Satya Zulfanitra, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan opsi kenaikan per tiga bulan cenderung dipilih karena dianggap tidak memberatkan masyarakat dan tidak memberatkan PT PLN (Persero) menghitung subsidi.

Menurut Satya jika kenaikan terjadi setiap bulan akan memberatkan dan secara teknis pemberian subsidi lebih sulit. Sementara jika dinaikkan langsung 15% akan memberatkan masyarakat. “Jadi kemungkinan kami akan memilih kenaikan per tiga bulan,” ujarnya.

Jika opsi itu yang dipilih, kenaikan tarif tahun depan akan terjadi empat kali, pada Januari, April, Juli, dan Oktober 2013. Dia mengaku opsi ini belum pasti, karena keputusan akhir ada di Menteri ESDM. “Keputusannya bergantung pada Menteri ESDM, tapi kami dan PLN usulkan opsi itu,” ungkapnya.

Bila kenaikan tarif ini dilakukan per tiga bulan, tarif rata-rata akan berubah menjadi Rp 762 per kilowatt hour (kWh) pada Januari-Maret 2013. Lalu naik menjadi Rp 798 per kWh pada April-Juni 2013, Rp 828 per kWh pada Juli-September 2013, dan Rp 857 per kWh selama Oktober-Desember 2013 dari saat ini Rp 729 per kWh.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan bila opsi kenaikan tarif listrik per tiga bulan yang dipilih, berarti opsi ini dinilai paling menguntungkan PLN dan masyarakat. Dia meyakini pemerintah telah mengkaji untung dan rugi dari setiap opsi.

“Kalau tarif listrik langsung naik 15% mungkin terlalu memberatkan. Bila per tiga bulan, efeknya tidak terlalu besar. Tapi, kenaikan per tiga bulan kemungkinan lebih besar jumlahnya dibandingkan kenaikan langsung 15%,” tuturnya.

Dia mengakui, porsi kenaikan pelanggan rumah tangga berdaya 6.600 VA, pelanggan bisnis bertegangan 6.600 VA-200 kVA (B-2/TR), bisnis bertegangan menengah di atas 200 kVA (B-3/TM), dan pemerintahan bertegangan 6.600 VA-200 kVA (P-1/TR), sudah jelas kenaikannya besar, mencapai biaya pokok produksi listrik perseroan atau tidak lagi disubsidi.

“Namun, yang masih menjadi pertanyaan besaran kenaikan tarif untuk industri maupun rumah tangga berdaya 1.300 VA dan 2.200 VA karena belum disebutkan persentase pastinya,” ujar dia.

Subsidi Besar
Data pemerintah menunjukkan, dengan penjualan listrik 182,28 TWh pada tahun depan dan kenaikan tarif, kebutuhan subsidi listrik turun menjadi Rp 78,63 triliun dari Rp 93,52 triliun. Subsidi listrik terbesar pada tahun depan masih dinikmati pelanggan rumah tangga, mencapai Rp 50,69 triliun atau 64,48% dari total subsidi. Total pelanggan rumah tangga mencapai 47,59 juta.

Subsidi yang besar pada golongan rumah tangga, karena golongan rumah tangga 450 VA dan 900 VA tidak mengalami kenaikan tarif. Kedua golongan pelanggan itu menerima subsidi Rp 40,14 triliun atau 51% dari total subsidi.

Tarif listrik rata-rata untuk pelanggan 450 VA sebesar Rp 410 per kWh dengan besaran subsidi per bulan Rp 75.362. Sementara golongan 900 VA, tarif listrik rata-rata Rp 585 per kWh dengan subsidi Rp 92.043 per bulan.

Penerima subsidi terbesar kedua adalah golongan industri mencapai Rp 19,99 triliun atau setara 25,43% total subsidi. Namun, jumlah pelanggan hanya 56.142 pihak atau 0,11% dari total pelanggan.

Golongan bisnis diperkirakan memperoleh subsidi Rp 3,45 triliun atau 4,4% dengan jumlah pelanggan sebanyak 2,25 juta. Ada pun golongan sosial diberikan subsidi Rp 2,42 triliun dengan jumlah pelanggan 1,09 juta, golongan pemerintah menerima subsidi Rp 1,96 triliun dengan jumlah pelanggan 288 ribu, dan lainnya menerima subsidi Rp 91 miliar dengan jumlah pelanggan 47.829 pihak.

Nur Pamudji, Direktur Utama PLN, mengakui tanpa ada rencana kenaikan tarif, PLN terus melakukan perbaikan internal. Seperti efisiensi melalui penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) maupun pengadaan non-bahan bakar.

Dia mengakui, subsidi semakin besar karena penjualan listrik PLN makin meningkat. Contohnya, dari rencana pertumbuhan penjualan 7% tahun ini, sampai akhir tahun pertumbuhan diperkirakan 10%.

Hingga Oktober, pertumbuhan penjualan mencapai 10,19%. Pada 2013, pertumbuhan listrik masih tinggi sekitar 9%. Tingginya permintaan, karena pertumbuhan di sektor industri dan bisnis, rasio elektrifikasi yang masih rendah sekitar 75%, dan konsumsi energi kWh per kapita per tahun juga masih rendah. (*)

BY WILDA ASMARINI

Sumber : Indonesia Finance Today

Share on :

Comments are closed for this article!

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter