Nusa Penida: Dari Keindahan Alam Menuju Kemandirian Energi

Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan

Jakarta, 28 Maret 2024 – Nusa Penida, sebuah pulau cantik yang terletak di sebelah tenggara Bali, Indonesia, sedang dikembangkan untuk mengadopsi energi terbarukan secara menyeluruh. Dengan keindahan alamnya yang memukau, Nusa Penida akan bertransformasi menjadi pulau yang sepenuhnya mengandalkan sumber energi terbarukan. Di tengah-tengah tantangan perubahan iklim global, langkah-langkah seperti ini menjadi kunci dalam mengurangi emisi karbon dan menjaga keberlanjutan lingkungan.

Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, Institute for Essential Services Reform (IESR) memaparkan Nusa Penida terpilih sebagai pulau dengan 100 persen energi terbarukan dikarenakan tiga alasan. Pertama, ketersediaan potensi energi terbarukan yang melimpah. Kedua, letak geografis yang terpisah dari Bali daratan. Ketiga, adanya potensi ekonomi dari pengembangan pariwisata hijau (green tourism).

“Sisa enam tahun lagi (dari 2024, red) yang bisa digunakan dalam mewujudkan 100% energi terbarukan di Nusa Penida, dengan melaksanakan tiga tahap. Tahap pertama dilakukan pada 2024-2027,  dengan memaksimalkan potensi pembangkit listrik tenaga atap (PLTS) untuk mengurangi konsumsi diesel pada siang hari. Di mana saat ini sistem ketenagalistrikan Nusa Penida masih ditopang dari PLTD,” ujar Alvin dalam X Space bertajuk Menuju Nusa Penida 100% Energi Terbarukan. 

Tahap kedua, lanjut Alvin, mulai menempatkan PLTD sebagai pembangkit cadangan pada 2027-2029 serta mengeksplorasi sumber energi terbarukan lainnya, seperti biomassa. Menurut Alvin, terdapat tanaman gamal di Nusa Penida yang berpotensi menjadi sumber pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm).  Tahap terakhir adalah mengoptimalkan pembangkit energi terbarukan lainnya seperti biodiesel dan arus laut, serta membangun pumped hydro energy storage pada 2029-2030. 

“Menciptakan pulau dengan 100% energi terbarukan itu sangat mungkin dan dilakukan melalui setiap tahapan. Misalnya saja kita mulai dari skala kecil yakni Pulau Nusa Penida di tahun 2030. Kita juga mendorong dekarbonisasi sistem ketenagalistrikan di Bali untuk mencapai Bali NZE 2045,” kata Alvin. 

Di lain sisi, Ida Ayu Dwi Giriantari, Ketua Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana menyatakan, sebelum menjadi destinasi pariwisata, Nusa Penida terkenal dengan pertanian rumput laut. Zona budi daya rumput laut yang ditetapkan oleh  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sekitar 464 hektar, yang dapat menghasilkan rumput laut 9 kiloliter per hari. Namun demikian, dari sekitar 20.000 hektar lahan atau perairan yang dapat ditanami rumput laut, saat ini hanya tersisa 70 hektare.

“Hal ini terjadi karena adanya pergeseran orientasi ekonomi masyarakat Nusa Penida ke sektor pariwisata. Padahal, rumput laut sangat potensial dijadikan bioenergi seperti biogas, bioetanol, hingga biodiesel. Untuk itu, diperlukan manajemen yang bagus di mana mereka (petani rumput laut di Nusa Penida, red) perlu mengetahui potensi rumput laut yang dapat menjadi sumber energi terbarukan tersebut,” kata Ida Ayu. 

Ida Ayu menekankan, berkaca dari kondisi Pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu dimana destinasi pariwisata begitu terdampak dan diperlukannya ketahanan ekonomi yang berkelanjutan, maka pertanian rumput laut ini patut dikembangkan.  Saat ini terdapat beberapa kondisi dimana rumput laut yang dipanen misalnya, baru sebagian kecil yang diolah menjadi sabun cuci, sabun mandi, kerupuk, minuman dan sebagainya. Bahkan petani lebih banyak yang langsung menjualnya setelah panen.

“Ketika masyarakat mengetahui bahwa pertanian rumput laut dapat meningkatkan nilai perekonomian, saya kira hal tersebut akan berkembang. Selain rumput laut, terdapat potensi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) yang dapat dikembangkan juga sebagai sumber energi. Berdasarkan studi yang telah saya lakukan, sekitar 20 persen dari total 4.000 hektare lahan di Pulau Nusa Penida dapat dioptimalkan, bisa ditanami jarak pagar,” kata Ida Ayu. 

Ida Ayu memberikan contoh apabila sekitar 25 persen dari lahan atau sekitar 1.000 hektare ditanami jarak pagar, maka satu hektare bisa menghasilkan sekitar antara 540-680 liter biodiesel. Jarak pagar merupakan sejenis tumbuhan bersemak yang banyak ditemukan di daerah-daerah tropis. Biji jarak mengandung minyak yang jika diolah bisa menjadi minyak biodiesel. 

 

Unduh Presentasi Pemetaan Potensi untuk Nusa Penida 100% Energi Terbarukan

Mewujudkan Bali Net Zero dimulai dengan 100 Persen Energi Terbarukan di Nusa Penida pada 2030

press release

Nusa Penida, 6 Maret 2024 – Agenda transisi energi di Provinsi Bali akan menjadi salah satu poros utama mencapai target Bali untuk emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada 2045. Pemerintah Provinsi Bali melakukan sinergi dengan banyak pihak, di antaranya dengan Koalisi Bali Emisi Nol Bersih yang terdiri dari Institute for Essential Services Reform (IESR), WRI Indonesia, New Energy Nexus Indonesia, dan CAST Foundation. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai Bali NZE 2045 adalah mengalihkan penggunaan energi fosil menjadi 100 persen energi terbarukan di Nusa Penida pada 2030. 

Nusa Penida merupakan pulau yang terletak di selatan Provinsi Bali dan termasuk dalam Kabupaten Klungkung. Seiring dengan berkembangnya Nusa Penida menjadi objek wisata populer di Bali, maka pertumbuhan permintaan energi di Nusa Penida diproyeksi akan semakin meningkat. Saat ini, kebutuhan energi Kepulauan Nusa Penida dipenuhi oleh pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan surya (PLTS) dengan baterai (3,5 MW dengan sistem baterai sebesar 1,8 MWh) dengan total kapasitas 17,06 MW, dengan lebih dari 21 ribu pelanggan. Penggunaan energi terbarukan dalam bentuk PLTS ini telah meningkatkan rasio energi terbarukan dalam bauran energi di Kepulauan Nusa Penida menjadi hampir 26 persen.

Dalam sambutan Pj. Gubernur Bali, S. M. Mahendra Jaya, yang disampaikan oleh I Dewa Gede Mahendra Putra, Asisten 1 Pemerintahan dan Kesra Sekretaris Daerah Provinsi Bali mengatakan, pengembangan energi terbarukan perlu selaras dengan peta jalan ekonomi sehingga ekonomi hijau bisa berkembang pesat di Nusa Penida maupun Bali secara keseluruhannya.

“Pemerintah Bali selalu mendukung pengembangan terhadap ekosistem energi terbarukan yang menyediakan berbagai kesempatan baik tenaga kerja hijau, menaikan nilai moral dan spiritual di masyarakat maupun sinergitas terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan agar target NZE 2045 bisa terwujud, dengan dimulai dari Nusa Penida,” ungkap I Dewa Gede Mahendra Putra pada peluncuran laporan Peta Jalan Nusa Penida 100 Persen Energi Terbarukan yang diselenggarakan oleh IESR bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali.

Demi mencapai bauran energi terbarukan hingga 100 persen pada 2030, IESR dan Center of Excellence Community-based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana telah merampungkan peta jalan Nusa Penida 100 persen energi terbarukan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyebut, karena saat ini di Nusa Penida bauran energi terbarukan sudah mencapai 24 persen, maka hingga 2030, Nusa Penida hanya perlu mengejar 76 persen dengan mempertimbangkan peningkatan permintaan listrik, kehandalan dan biaya produksi listrik. 

“Ada  tiga tahap untuk meraih Nusa Penida 100 persen energi terbarukan di 2030. Tahap satu pada 2024-2027 di antaranya mensubtitusi penggunaan PLTD pada siang hari dengan PLTS atap. Tahap dua pada 2027-2029 antara lain dengan menempatkan PLTD sebagai pembangkit cadangan (back up), tahap tiga pada 2029-2030 yaitu dengan mengoptimalkan pembangkit energi terbarukan lainnya seperti biodiesel dan arus laut, dan membangun pumped hydro energy storage” ungkap Fabby.

PLTS menjadi andalan dalam meningkatkan bauran energi terbarukan Nusa Penida dengan potensi teknisnya yang lebih besar dan lebih kompetitif secara biaya dibandingkan pembangkit energi terbarukan lainnya, mencapai hingga 3,2 GW. Hal ini disampaikan Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR.

“Selain mengoptimalkan PLTS skala utilitas, penggunaan PLTS atap dapat didorong karena semakin tinggi penetrasi PLTS atap di Nusa Penida, maka semakin rendah biaya pembangkitan yang harus ditanggung oleh operator sistem, dengan potensi penghematan mencapai 7,3 persen. Penghematan dari berkurangnya penggunaan PLTS dengan masuknya PLTS atap juga bisa melebihi biaya integrasi yang dikeluarkan operator,” jelas Alvin.

Menurutnya, untuk mengatasi permasalahan variabilitas oleh pembangkit listrik energi terbarukan yang ada di Nusa Penida, terdapat beberapa sistem dan teknologi yang bisa digunakan, seperti sistem pengkonversi daya (power conversion system), sistem manajemen energi (energy management system), dan sistem penyimpanan energi (energy storage system).

Selanjutnya, sebagai tindak lanjut dari peta jalan Nusa Penida 100 persen energi terbarukan ini, perlu dilakukan kajian teknis lanjutan terhadap sumber-sumber energi terbarukan, penyelarasan peta Jalan Nusa Penida 100 persen energi terbarukan dengan perencanaan pembangunan dan energi daerah serta RUPTL PLN, lalu mendorong adopsi PLTS atap di sektor komersial, kemudian melakukan kajian dampak sosial dan ekonomi sehingga Nusa Penida bisa semakin meningkatkan investasi energi terbarukan di daerahnya.

Ida Ayu Dwi Giriantari, Ketua CORE Universitas Udayana, menyebut agar peta jalan ini dapat terlaksana dengan baik, maka pemerintah Bali dan seluruh pihak yang terlibat harus mampu menjawab tantangan yang ada seperti, regulasi yang belum optimal dan tidak konsisten, investasi yang terbatas, sumber daya manusia yang masih belum terbangun, teknologi yang masih impor serta keterbatasan aksesibilitas dan infrastruktur karena lokasi Nusa Penida yang terpisah dari Bali daratan.

Menyambut peta jalan Nusa Penida 100 persen energi terbarukan, Luh Ketut Ari Citrawati, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten Klungkung menyatakan bahwa pemerintah Kabupaten Klungkung telah menjadikan konsep pariwisata berkelanjutan sebagai salah satu prioritas pembangunan, termasuk penetapan wilayah pengembangan PLTS dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Klungkung.

 

Unduh Presentasi Pemetaan Potensi untuk Nusa Penida 100% Energi Terbarukan

Bali NZE 2045: Komitmen Bali untuk Listrik Ramah Lingkungan

press release

Bali, 28 Agustus 2023 – Institute for Essential Services Reform mendorong dan mendukung komitmen Pemerintah Provinsi Bali untuk merealisasikan inisiatif Bali Net Zero Emissions (NZE) 2045. Salah satu upaya yang signifikan dalam inisiatif ini yakni dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan di Pulau Dewata. Dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan merupakan langkah strategis dalam perjalanan Bali untuk mencapai tujuan netral karbon. Langkah ini memiliki dampak yang signifikan dalam mengurangi jejak karbon dan membantu menjaga keindahan alam Bali yang semakin rentan terhadap perubahan iklim.

“Bali saat ini telah memiliki rencana pembangunan rendah karbon berwawasan lingkungan dengan prinsip nangun sat kerthi loka Bali serta berbagai peraturan yang menyasar dekarbonisasi misalnya Peraturan Gubernur Bali tentang Energi Bersih dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Komitmen ini menjadi bekal penting bagi Bali untuk mewujudkan visi NZE 2045 dengan dukungan dari berbagai pihak, dan dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan menjadi elemen penting mengingat sumber emisi dominan di Bali berasal dari sektor energi, termasuk listrik,” terang Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan pada Bali Job Fair and Education Expo yang diselenggarakan oleh Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali . 

Dalam kesempatan yang sama, diselenggarakan pula lokakarya khusus untuk menggalang dukungan multipihak dalam mencapai Bali NZE 2045. Dalam lokakarya hari pertama, dibahas perkembangan rencana pembangunan daerah rendah karbon dan peta jalan dekarbonisasi sistem ketenagalistrikan Bali, sedangkan lokakarya hari kedua dan ketiga difokuskan pada penyiapan sumber daya yang andal dan pembiayaan berkelanjutan untuk Bali NZE 2045.

“Untuk menuju dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan, terdapat sejumlah strategi yang secara aktif telah didorong IESR, di antaranya pemetaan potensi teknis PLTS atap untuk bangunan pemerintah, fasilitas publik, hotel, restoran serta pelaku bisnis lainnya, identifikasi skema pembiayaan inovatif untuk adopsi energi terbarukan, analisis pasar untuk memahami perilaku calon pengguna PLTS atap, termasuk motivasi dan pilihan pembelian, dan analisis hosting capacity untuk mengetahui keandalan sistem dengan penetrasi energi terbarukan skala besar dan tersebar,” kata Marlistya Citraningrum. 

IESR yang telah secara aktif bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali sejak 2019 mendata potensi teknis energi terbarukan di Bali terbilang besar mencapai 143 GW, di antaranya potensi teknis PLTS terpasang di daratan sebesar 26 GWp (20% potensi) dapat dikembangkan dengan penyimpan daya hidroelektrik terpompa (pump hydro energy storage, PHES) yang potensinya sekitar 5,8 GWh. Selain itu, IESR bekerja sama dengan Center of Excellent Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana mengidentifikasi  potensi energi terbarukan lainnya di Nusa Penida seperti energi surya, biodiesel (CPO, jathropa, rumput laut), biomassa dan energi angin, serta potensi penyimpan energi seperti baterai dan pumped-hydro energy storage (air laut). Saat ini, kerja sama lebih lanjut dilakukan oleh IESR dan CORE Universitas Udayana untuk studi kasus Nusa Penida dalam memenuhi kebutuhan energinya dengan 100 persen  energi terbarukan – di mana saat ini sumber energi di Nusa Penida sudah dipenuhi 30%-nya dengan energi terbarukan, yaitu PLTS dengan baterai.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bali telah mendeklarasikan Rencana Aksi Bali Menuju Bali Net Zero Emissions 2045 yang didukung oleh mitra utama Institute for Essential Services Reform (IESR), World Resources Institute (WRI) Indonesia, New Energy Nexus Indonesia. Dalam acara ini juga hadir mitra pendukung dari lembaga filantropi global dan nasional, yaitu Bloomberg Philanthropies, IKEA Foundation, Sequoia Climate Foundation, ClimateWorks Foundation, Tara Climate Foundation, dan Viriya ENB.

Tentang Bali Net Zero Emission 2045

Inisiatif Bali Net Zero Emissions 2045 terdiri dari berbagai upaya yang bertujuan untuk pembangunan rendah karbon di Bali melalui transisi ke energi terbarukan, mobilitas terintegrasi dan rendah karbon, dan kewirausahaan iklim; yang semuanya diarahkan untuk mencapai Bali Net Zero Emissions pada 2045. Inisiatif ini mendorong aksi kolaboratif dan kerja sama antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali, berbagai mitra, komunitas, dan pemangku kepentingan di Bali untuk mempercepat adopsi energi bersih dan mendorong partisipasi aktif masyarakat Bali dalam agenda pembangunan rendah karbon. Pihak-pihak yang terlibat meliputi lembaga internasional, organisasi nirlaba, lembaga penelitian independen, sektor swasta, termasuk kewirausahaan dan bisnis perintis, lembaga akademik, asosiasi, dan komunitas lokal. Mitra utama inisiatif ini adalah Institute for Essential Services Reform (IESR), World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan New Energy Nexus Indonesia.

Tentang Institute for Essential Services Reform (IESR)

Institute for Essential Service Reform (IESR) adalah organisasi think tank yang secara aktif mempromosikan dan memperjuangkan pemenuhan kebutuhan energi Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan kelestarian ekologis. IESR terlibat dalam kegiatan seperti melakukan analisis dan penelitian, mengadvokasi kebijakan publik, meluncurkan kampanye tentang topik tertentu, dan berkolaborasi dengan berbagai organisasi dan institusi.

Deklarasikan Bali Net Zero Emission 2045: Pemerintah Bali Targetkan 100 Persen Energi Terbarukan di Nusa Penida sebelum 2030

press release

Bali, 4  Agustus 2023 – Peningkatan bauran energi yang terbarukan yang signifikan diperlukan untuk mencapai ambisi Bali Net Zero Emission (NZE) 2045, 15 tahun lebih cepat daripada target netral karbon Indonesia. Selain itu, pemanfaatan energi terbarukan dan prinsip berkelanjutan akan menciptakan citra positif bagi aktivitas ekonomi dan pariwisata.

Ida Bagus Setiawan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral, Provinsi Bali dalam pertemuan bertajuk Towards Bali Net Zero Emission 2045 di Jayashaba, Denpasar, Bali, memaparkan sektor energi menyumbang 57% dari total emisi di Bali. Ia menuturkan pemerintah daerah akan lebih fokus dalam mengurangi emisi tersebut, di antaranya dengan menargetkan pemanfaatan 100 persen energi terbarukan di Nusa Penida di 2030.

“Nusa Penida didorong lebih awal untuk mencapai net zero emission dibanding Bali Daratan salah satunya karena isolated dari segi kelistrikan,” ujar Ida Bagus.

Institute for Essential Services Reform (IESR) yang telah secara aktif bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali sejak 2019 mendata potensi teknis energi terbarukan di Bali terbilang besar mencapai 143 GW, di antaranya potensi teknis PLTS terpasang di daratan sebesar 26 GWp dan penyimpan daya hidroelektrik terpompa (pump hydro energy storage, PHES) sebesar 5,8 GWh. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR dalam kesempatan yang sama menyampaikan pihaknya memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan populasi Nusa Penida yang pada 2022 berjumlah sekitar 62 ribu jiwa akan meningkat, juga semakin tumbuhnya sektor pariwisata akan meningkatkan permintaan energi, termasuk listrik. Hal ini dapat dipenuhi dengan energi terbarukan.

“Adanya potensi energi terbarukan yang besar dan teknologi pembangkit energi terbarukan yang tersedia, permintaan listrik yang dapat dikelola dan pola beban listrik yang relatif sama antara siang dan malam, serta dukungan PLN, membuat saya memiliki keyakinan yang tinggi bahwa sistem kelistrikan berbasis 100% energi terbarukan di Nusa Penida dapat diwujudkan sebelum 2030,” ungkap Fabby. 

Menyinggung kondisi Nusa Penida yang saat ini kebutuhan listriknya salah satunya dipasok dari 7 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan kapasitas total 10 MW, Fabby menyebut penggantian PLTD dengan energi terbarukan, menjadi tantangan tersendiri. 

“Tantangannya adalah mengganti 10 MW PLTD yang saat ini beroperasi dalam 2-3 tahun, dan meningkatkan kinerja PLTS Suana sehingga lebih optimal dalam setahun mendatang. IESR juga sudah melakukan kajian teknis dan hasil kajian menunjukan secara teknis-ekonomis sistem kelistrikan 100% energi terbarukan dapat dilakukan di Nusa Penida,” tandasnya.

Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, pimpinan Center of Excellent Community Based Renewable Energy (CORE) menuturkan hasil kajiannya menakar potensi PLTS atap di bangunan pemerintah Nusa Penida bahkan mencapai 10,9 MW. Selain itu, ia menyebut PLTS skala besar potensial untuk dimanfaatkan di Nusa Penida. Menurutnya, persoalan lahan untuk memasang PLTS skala besar teratasi dengan ketersediaan lahan yang cukup di Nusa Penida

“PLTS Suana berkapasitas 3,5 MW menggunakan lahan seluas 4,5 hektare. Sementara di Nusa Penida terdapat potensi lahan sebesar 10 ribu hektar untuk PLTS skala besar,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi Bali mendeklarasikan Rencana Aksi Bali Menuju Bali Net Zero Emissions 2045 yang didukung oleh mitra utama Institute for Essential Services Reform (IESR), World Resources Institute (WRI) Indonesia, New Energy Nexus Indonesia. Dalam acara ini juga hadir mitra pendukung dari lembaga filantropi global dan nasional, yaitu Bloomberg Philanthropies, IKEA Foundation, Sequoia Climate Foundation, ClimateWorks Foundation, Tara Climate Foundation, dan Viriya ENB.

 

Tentang Bali Net Zero Emission 2045

Inisiatif Bali Net Zero Emissions 2045 terdiri dari berbagai upaya yang bertujuan untuk pembangunan rendah karbon di Bali melalui transisi ke energi terbarukan, mobilitas listrik, dan kewirausahaan iklim, yang semuanya diarahkan untuk mencapai Bali Net Zero Emissions pada 2045. Inisiatif ini mendorong aksi kolaboratif dan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Bali, berbagai mitra, komunitas, dan pemangku kepentingan di Bali untuk mempercepat adopsi energi bersih dan mendorong partisipasi aktif masyarakat Bali dalam agenda pembangunan rendah karbon. Pihak-pihak yang terlibat meliputi lembaga internasional, organisasi nirlaba, lembaga penelitian independen, sektor swasta, termasuk kewirausahaan dan bisnis perintis, lembaga akademik, asosiasi, dan komunitas lokal. Mitra utama inisiatif ini adalah Institute for Essential Services Reform (IESR), World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan New Energy Nexus Indonesia.

 

Pemerintah Daerah Pegang Peran Penting dalam Transisi Energi

press release

Bali, 30 Agustus 2022Pemulihan ekonomi pasca pandemi dengan tetap fokus melakukan upaya mitigasi iklim yang ambisius melalui pembangunan rendah karbon merupakan langkah yang perlu diambil oleh pemerintah daerah. Keberhasilan pembangunan rendah karbon juga tidak luput dari perencanaan transisi energi yang berkeadilan. Komitmen berbagai pihak termasuk di dalamnya pemerintah daerah dan komunitas dalam mendorong transisi energi menjadi krusial mengingat desentralisasi transisi energi akan memberikan dampak berganda.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menyebutkan pihaknya melalui Dinas ESDM Jawa Tengah, gencar mendorong upaya transisi energi di daerahnya. Instrumen kebijakan transisi energi seperti surat edaran gubernur, surat sekretaris daerah, serta ragam inisiatif seperti deklarasi Jawa Tengah menjadi provinsi surya pada 2019, menjadi cara untuk menarik swasta dan masyarakat memanfaatkan energi terbarukan melalui adopsi PLTS atap. Hingga Q2 2022, jumlah kapasitas PLTS terpasang di Provinsi Jawa Tengah mencapai 22 MWp. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga mendukung pemanfaatan energi terbarukan lainnya yang tersedia melimpah, misalnya biogas kotoran ternak dan PLTMH, dengan program pemerintah atau pun mendorong kolaborasi masyarakat.

“Asimetris desentralisasi dengan cara inklusi dengan (perlakuan-red) yang tidak sama di setiap lokasi. Dengan kesadaran kolektif, potensi energi terbarukan di daerah dicek dan distimulasi,” kata Ganjar. Hal ini, menurut Ganjar,  akan mendorong transformasi yang lebih cepat.

Komitmen iklim Jawa Tengah ditunjukkan pula dengan dimulainya penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas pemerintah provinsi.

Togap Simangunsong, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Dalam Negeri mengapresiasi praktik baik yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Ia menyebutkan pihaknya dan Kementerian ESDM sedang menyusun rancangan Perpres yang menguatkan wewenang pemerintah daerah/provinsi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang energi sumber daya mineral sub bidang energi baru terbarukan

“Melalui penguatan ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan dalam upaya pencapaian target bauran energi baru terbarukan sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca sehingga terjalin komitmen pemerintah daerah dalam upaya akselerasi energi berkeadilan sesuai dengan kewenangannya,” ungkap Togap mewakili Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dalam webinar berjudul “Desentralisasi Transisi Energi: Tingkatkan peran komunitas dan pemerintah daerah” yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Selain itu, Chrisnawan Anditya, Kepala Biro Perencanaan, Kementerian ESDM mengatakan pemanfaatan potensi energi terbarukan akan membuka peluang dalam membangun ekonomi nasional yang hijau dan sebagai upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi sesuai dengan tema Presidensi G20, “Pulih Bersama, Bangkit Perkasa”.

“Setiap daerah memiliki potensi energi baru terbarukan khusus yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Perbedaan potensi energi baru terbarukan antar daerah merupakan tantangan teknis, sekaligus peluang besar bagi sistem energi kita. Kondisi ini memungkinkan pembagian energi berbasis energi baru terbarukan, ketika daerah mengalami kelimpahan atau kelangkaan energi. Agar hal tersebut dapat terjadi, maka diperlukan sistem tenaga listrik yang terintegrasi (smart grid dan super grid),” jelas Chrisnawan dalam kesempatan yang sama.

Tidak hanya itu, kepemimpinan yang kuat di tingkat daerah akan mampu memobilisasi masyarakat untuk melakukan transisi energi gotong royong. Hal ini diungkapkan oleh Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. Menurutnya, inisiatif dan kepemimpinan pemerintah daerah akan mampu menjawab permasalahan akses dan keamanan pasokan energi dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan yang melimpah di daerahnya. 

“Transisi energi Indonesia membutuhkan pembangunan ratusan bahkan ribuan gigawatt, pembangkit energi terbarukan, infrastruktur transmisi dan distribusi serta sistem penyimpanan energi. Tapi dengan mulai membaginya menjadi unit-unit kecil, persoalan yang besar tadi dapat lebih mudah dipecahkan dan dilakukan oleh lebih banyak pihak,” ungkap Fabby.

Menurutnya, berdasarkan kajian IESR, dekarbonisasi sistem energi di Indonesia  membutuhkan biaya USD 1,3 triliun hingga 2050 mendatang, dengan rata-rata kebutuhan investasi USD 30-50 miliar per tahun. Jumlah ini 150%-200% dari total investasi seluruh sektor energi saat ini. 

“Kebutuhan investasi ini tidak sedikit dan tidak mungkin hanya ditanggung oleh pemerintah dan BUMN semata. Tapi investasi yang besar ini dapat dipenuhi jika kita memperhitungkan potensi dari kontribusi dan daya inovasi masyarakat serta kemampuan pemerintah daerah. Kontribusi dan inovasi warga dapat memobilisasi pendanaan dari pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah desa, serta pendanaan dari swasta dan lembaga-lembaga non-pemerintah,” tambahnya.

Provinsi Bali merupakan provinsi pertama di Indonesia yang memiliki peraturan gubernur khusus untuk energi bersih dan kendaraan listrik. Dalam Peraturan Gubernur tentang Bali Energi Bersih, Gubernur Bali mendorong pemanfaatan energi terbarukan untuk berbagai sektor, terutama dengan pemanfaatan PLTS atap. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan visi pembangunan rendah karbon di Bali dan langkah nyata untuk pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism).

“Akibat pandemi, pariwisata Bali  terseok-seok, setelah pandemi, Bali sudah mulai bangkit. Beberapa kiat-kiat sudah dilakukan, seperti pergub dan surat edaran tentang adopsi PLTS atap. Sebenarnya sasaran utamanya adalah pariwisata, namun terlebih dahulu melakukan percontohan di pemerintahan,” tegas Ida Ayu, Staf Ahli Gubernur Bali.

Rencana dan langkah pencapaian target energi terbarukan dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED) juga dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jambi. Gubernur Jambi, Al Haris, menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan pihak pusat dan swasta untuk mengembangkan transisi energi daerah karena sumber daya yang dimiliki sudah sangat cukup tinggal pemanfaatan dan mentransformasi sumberdaya alam menjadi energi yang bisa dinikmati masyarakat terkhususnya masyarakat Jambi

Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral juga telah menjalin kerjasama dengan IESR untuk implementasi RUED dan upaya konservasi energi di lingkup pemerintah daerah. Saat ini, Gubernur Jambi sedang berproses untuk mengeluarkan peraturan gubernur untuk pemanfaatan PLTS sebagai pengganti subsidi energi.

 

Transisi Energi: Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat

Denpasar, 11 Agustus 2022 – Keterlibatan masyarakat luas memiliki peranan yang sangat penting dalam merealisasikan agenda transisi energi, . alah satu langkah awalnya adalah dengan menyediakan wadah untuk saling berbagi pengetahuan dan diskusi. Berbeda dengan diskusi formal yang menyasar para pemangku kepentingan, diskusi dengan format informal dan ringan untuk masyarakat diyakini lebih efektif untuk dilakukan. Hal ini diharapkan menjadi ruang yang nyaman untuk publik menyampaikan pendapatnya secara terbuka

Didasarkan pada pemahaman tersebut, proyek Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) di Indonesia mengadakan kegiatan bertajuk “The Role of Public Participation in Energy Transition” yang dilakukan di Denpasar bersama para perwakilan organisasi masyarakat, kelompok pemuda dan mahasiswa di Bali. Pada kegiatan ini, CASE berupaya untuk menyediakan wadah untuk berdiskusi sekaligus bertukar pikiran dan pengetahuan terkait topik transisi energi di Indonesia, khususnya dalam konteks Bali. 

Untuk memfasilitasi masyarakat Bali dalam memahami konteks transisi energi, CASE Indonesia turut menghadirkan berbagai pembicara ahli lokal yang menjelaskan berbagai aspek transisi energi dan kaitannya dengan masyarakat di Bali. Misalnya, bagaimana energi terbarukan bisa dimanfaatkan, diakses dan membawa dampak positif bagi berbagai lapisan masyarakat di Bali. 

Berbagai kebijakan untuk merealisasikan transisi energi sudah banyak diterbitkan di Indonesia. Khususnya di Bali, Pemerintah Provinsi Bali menunjukkan respon positif dan mendukung transisi energi dengan kebijakan energi bersih yang diharapkan dapat mendukung pengembangan perekonomian masyarakat Bali. Namun berbagai kebijakan tersebut tidaklah banyak bermanfaat jika masyarakat tidak ambil andil dalam menyukseskan rencana tersebut. 

“Seluruh keterlibatan berbagai kelompok masyarakat di Bali ini penting, agar transisi energi menjadi doable dan tidak hanya berupa kebijakan-kebijakan diatas kertas, ” ujar Ida Ayu Dwi Giriantari dari Center of Excellence Community Based Renewable Energy – Universitas Udayana. 

Masyarakat di Bali menggantungkanpenghidupan di sektor pariwisata untuk menopang perekonomiannya. CASE berupaya untuk mengenalkan contoh nyata unit usaha pariwisata milik masyarakat asli Bali yang sudah memanfaatkan energi terbarukan sehingga masyarakat dapat menyaksikan dampak energi terbarukan dalam sebuah usaha di tingkat masyarakat. 

Putu Swantara Putra atau yang kerap disapa Bli Klick, seorang arsitek dan pengusaha di bidang perhotelan di Bali menceritakan pengalamannya menggunakan energi terbarukan. 

“Tidak ada ruginya menggunakan energi terbarukan (PLTS atap), dengan berbagai skema pembiayaan yang ada sekarang, bagi kita pengusaha rasanya sama saja seperti bayar listrik PLN. Bayangkan, bedanya saya sudah buat perbedaan dan lebih ramah lingkungan, lebih lagi dalam beberapa tahun alatnya jadi milik saya dan bisa saya gunakan secara gratis”.

Serupa dengan pernyataan Bli Klick, Dayu Maharatni dari Koperasi Amoghassiddhi mengungkapkan potensi pembiayaan PLTS atap menarik untuk dicermati. Koperasi Amoghassiddhi  merupakan, sebuah lembaga pembiayaan koperasi berbasiskan masyarakat yang menyediakan skema pembiayaan pemasangan panel surya untuk para anggotanya. 

“Sudah ada peraturan yang mengatur kami, para koperasi, untuk memberikan suku bunga tidak lebih dari 1%. Dengan ini, kami berharap lebih banyak lagi anggota koperasi kami yang tertarik untuk mengembangkan bisnis dengan energi terbarukan. Bagi koperasi kami sendiri, pembiayaan kredit energi ini baru 2,4% dibandingkan jenis pembiayaan lain. Hal ini artinya masih banyak sekali potensi pengembangan (untuk pembiayaan energi terbarukan-red) bagi para anggota kami.”

Dayu mengajak masyarakat untuk memahami bahwa saat ini potensi pengembangan energi terbarukan masih sangat luas dan memiliki banyak sekali manfaat untuk masyarakat di Bali. Lebih jauh lagi, tidak hanya dari sudut pandang mitigasi perubahan iklim, pengembangan energi terbarukan dirasa juga memiliki potensi sebagai pilihan karir (green jobs) dan perekonomian masyarakat di masa depan. 

“Nantinya sumberdaya manusia yang diperlukan dalam pengembangan energi terbarukan ini akan dibutuhkan dalam setiap proses usahanya, misal peneliti, perencana, operator, evaluator, dan sebagainya. Berdasarkan data ini, jika dikembangkan sesuai dengan peta pengembangannya, Pemerintah memperkirakan pada Tahun 2050, setidaknya ribuan tenaga kerja akan terserap di sektor energi terbarukan ini,” ujar I Gusti Ngurah Agung Dwijaya Saputra dari Politeknik Negeri Bali menutup sesi pemaparan.