Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 Disepakati, Indonesia targetkan tercapainya target 3,6 GW PLTS Atap di tahun 2025

Hadirnya kebijakan pemerintah tentang  PLTS atap di Indonesia sejak 2018 melalui Permen Permen ESDM No. 49/2018 terbukti telah meningkatkan adopsi PLTS atap dari awalnya hanya 609 pelanggan di tahun 2018 menjadi 4.262 pelanggan di tahun 2021. Di tahun 2021, Permen ESDM No. 49/2018 mengalami perbaikan menjadi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021.

“Implementasi  Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 diharapkan dapat mendorong berkembangnya pasar PLTS atap, terlebih dengan ditetapkannya target 3,6 GW PLTS atap dalam Proyek Strategis Nasional (PSN),” ungkap Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) yang juga merupakan Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI)  dalam Indonesia Solar Week 2022 (10/2/2022).

Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 merupakan perbaikan ketiga dari Permen ESDM No. 49/2018. Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 telah diundangkan sejak 20 Agustus 2021. Setelah sempat mengalami penundaan implementasi, akhirnya Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 disepakati untuk dilaksanakan pada 18 Januari 2022. Berikut perbandingan perbaikan ketentuan dari ketiga Permen ESDM tersebut:

Ketentuan

Peraturan Menteri ESDM tentang PLTS Atap

No. 49 tahun 2018No. 16 tahun 2019No. 26 tahun 2021
Ketentuan ekspor kWh listrik65%Sesuai Permen ESDM No.49 tahun 2018

100%
Ketersedian meter kWh ekspor-imporpaling lama 15 hari setelah SLO diterima PLNpaling lama 15 hari setelah SLO diterima PLN
Kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkanpaling lama 3 bulanselama 6 bulan
Jangka waktu permohonan PLTS Atap paling lama 15 hari5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL)
Ketentuan konsumenHanya pelanggan PLNPelanggan PLN dan pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).
Ketentuan Konsumen PT PLN (Persero) dari golongan tarif untuk keperluan industriDikenai biaya kapasitas dan biaya pembelian energi listrik darurat
dengan formula:

Biaya kapasitas = kapasitas total inverter (kW) x 40
(batas beban minimum listrik menyala dalam satu bulan)) jam x tarif tenaga listrik.
Dikenai biaya kapasitas dengan
formula :

Biaya kapasitas = kapasitas total inverter (kW) x 5
(lima) jam x tarif tenaga listrik.
Dikenai biaya kapasitas dengan
formula :

Biaya kapasitas = kapasitas total inverter (kW) x 5
(lima) jam x tarif tenaga listrik
Mekanisme pelayanan berbasis aplikasiTidak diaturTidak diaturDiatur untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap
Ketersedian Pusat Pengaduan PLTS AtapTidak diaturTidak diaturDiatur
Ketentuan lainnyaDibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap

Melalui keterangan resmi ESDM, pemerintah mengharapkan perbaikan Permen PLTS Atap ini akan mendorong tercapainya target 3,6 GW PLTS Atap pada 2025. Target 3.6 GW PLTS atap merupakan usulan ESDM yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional yang tercantum pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 7 tahun 2021. Potensi dampak positif dari proyeksi tumbuhnya PLTS Atap 3.6 GW diantaranya dapat menyerap 121.500 orang tenaga kerja dan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 4,58 Juta Ton CO2e. 

Sebagai bagian dari implementasi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 202, Fabby mendorong pemerintah  untuk segera membentuk Pusat Pengaduan PLTS atap sesuai pasal 26 dalam Permen ESDM tersebut. Selain itu, Fabby berharap agar proses pengajuan PLTS atap dan perizinan yang jelas dan singkat sesuai dengan ketentuan terbaru. Di sisi lain, persoalan yang sering dihadapi calon pelanggan seperti lamanya memperoleh meter exim dapat pula diatasi sehingga meningkatkan pemasangan PLTS atap kedepannya.

Kerja Keras untuk Ciptakan Ekosistem Ramah PLTS Atap

Sunsational GNSSA: Refleksi Tiga Tahun Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap

Jakarta, 24 September 2020

Di tahun ke tiga setelah peluncuran Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA), para deklarator, pemerhati energi bahkan pengguna Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap, berkumpul secara daring untuk merayakan pencapaian, mengulas tantangannya, dan menegaskan kembali komitmen bersama untuk mendorong penggunaan PLTS atap  di Indonesia.

Sedikit bernostalgia, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms (IESR) yang juga merupakan salah satu deklarator GNSSA menuturkan bahwa ide dan target GNSSA ini awalnya tercetus secara spotan namun menjadi sangat berdampak karena melibatkan banyak diskusi dan inisiasi berbagai pakar energi di dalamnya.

Meski, hingga tahun ini, target satu juta pengguna PLTS atap belum tercapai, namun pihaknya mengapresiasi setiap usaha dalam merealisasikannya;  di antaranya total 11,5 MW PLTS terpasang dengan  7,5 MW dari total pelanggan PLN, lahirnya Peraturan Menteri (Permen) No. 49 tahun 2018 serta mulai tersedotnya  perhatian publik akan PLTS atap.

Menyikapi pencapaian ini,  para deklarator yang hadir pun pada umumnya memberikan tanggapan yang senada. Surya Dharma Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengakui bahwa sosialisasi PLTS atap relatif berhasil.

“Semangat ini tidak boleh padam. Saya ingin kita menggaungkan ini kembali supaya menjadi gerakan yang membawa keberhasilan,” tegasnya antusias.

Seiring dengan bertambahnya minat masyarakat atau pemerintah daerah untuk memasang  PLTS atap di rumah mereka, beberapa tantangan pun muncul ke permukaan. Tommy salah satu penggunaan PLTS atap mengungkapkan hal ini, “Di Semarang pada akhir 2018 saat Permen No. 49 baru keluar, net meter masih susah, tapi syukurlah untuk saat ini, net meter di Semarang sudah sangat mudah dan lancar.”

Ia pun menuturkan kendala lainnya adalah penerapan peraturan yang belum seragam sehingga harga produk PLTS atap menjadi sangat bervariasi. Ia  berharap kelak ada standarisasi di bidang harga. 

Tidak hanya itu, biaya investasi PLTS atap masih cenderung mahal.  Tommy mengusulkan agar pemerintah daerah melalui bank daerah bisa memberikan bantuan pinjaman sama halnya seperti pemberlakuan kredit pada motor.

Fabby dalam pemaparannya menyoroti tantangan yang serupa.

 “Ada hal yang masih harus ditingkatkan yakni ekosistem untuk mendukung pengembangan PLTS atap,” tukasnya. 

Ia memaparkan bahwa keterlibatan pemerintah sangat penting  dengan  memberikan dukungan kebijakan, pemberian insentif, penguatan institusi dalam melakukan pendampingan, pemberian informasi dan dukungan teknis bagi yang tertarik dengan PLTS atap dan penyediaan pusat pelayanan sehingga menjamin kualitas produk PLTS atap. Diperkirakan, jika rancangan ini berjalan maka dapat menyerap sekitar 30 ribu pekerja di bidang PLTS atap dan berpotensi besar dalam memulihkan perekonomian  Indonesia. 

Lebih lanjut, Andika Prastawa, Direktur Pusat Pengkajian Industri Manufaktur Telematika dan Elektronika (PPIMTE) yang juga merupakan Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), mengatakan bahwa target besar GNSSA bukan berarti ambisius melainkan mendorong segenap pihak untuk bekerja keras. 

Ia sepakat bila ekosistem itu terbentuk maka di tahun 2025 pertumbuhan PLTS atap akan semakin cepat. Ia menghitung jika tercapai 200 MW pertahun, maka sekitar 200 juta US berputar untuk PLTS atap sehingga industrinya semakin kompetitif.

“Industri ini cocok untuk membantu pemulihan ekonomi akibat COVID-19, karena PLTS tidak memerlukan pekerjaan yang massif  dan tidak melanggar social distancing,” ujarnya.

PLTS  Atap Semakin Populer Di Daerah

Hadir pada kesempatan yang sama, Jarwanto dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral  (ESDM) Jawa Tengah menuturkan perkembangan yang menggembirakan mengenai penggunaan PLTS atap di wilayahnya.

“Kita sudah 1 tahun setelah peluncuran revolusi surya di Jateng. Sebenarnya kita terlambat 2 tahun dari GNSSA,” tuturnya seraya tertawa.

Namun, ia menjelaskan bahwa banyak hal positif yang berhasil  pemerintah siasati untuk menyukseskan program revolusi surya.

“Dimulai pemasangan PLTS atap di kantor dinas membuktikan kepada semua bahwa setelah kita deklarasi, dengan berani, kita gebrak untuk bisa menjadi kebijakan  daerah. Responnya luar biasa bagus. Seandainya tidak ada virus corona, lompatannya lebih tinggi yakni sekitar  5.1 MW di Jawa Tengah,” lugasnya.

Sementara Bali, melalui Disnaker ESDM Bali, Setiawan menjelaskan bahwa pemerintah daerahnya masih mengkaji secara komprehensif pembangunan PLTS atap di wilayahnya karena struktur bangunan dan atap yang cenderung berbeda di bandingkan berbagai kota besar di Indonesia. Meskipun demikian, ia berterima kasih akan bantuan dari pemerintah pusat yang telah memberikan fasilitas PLTS atap sebesar 270 KW di 7 lokasi ikonik di  Bali.

Jakarta, di sisi lain, bahkan sudah merekomendasikan penggunaan PLTS atap karena mendukung penurunan pencemaran udara sesuai Instruksi Gubernur nomor 66 tahun 2018. 

“Seandainya panel surya ini sudah ada di katalog nasional, maka tidak perlu birokrasi yang lama, pengguna dapat langsung memasangnya,” ujar Rikki dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta.

Salah seorang penggiat solar energi yang telah berjuang selama 20 tahun dan juga merupakan deklarator GNSSA, Jon Raspati menganggap pencapaian GNSSA merupakan impiannya yang menjadi nyata. Ia pun mengajak semua orang terlibat dalam GNSSA bukan semata untuk menikmati keuntungan dari PLTS atap tapi berpartisipasi pula dalam menyelamatkan bumi dari energi kotor.

“Di seluruh dunia, PLTS atap menjadi lokomotif ekonomi. Karena energi  surya maupun angin ini tidak pernah habis. Energi ini merupakan energi yang tidak diskriminatif sehingga semua orang bisa memanfaatkannya. Sama halnya dengan bumi ini, jutaan orang yang harus bertanggung jawab merawatnya,” tegasnya.

Saksikan siaran tundanya disini:

Tiga Tahun Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap: Perlu Upaya Bersama untuk Mencapai Orde Gigawatt

Kamis, 24 September 2020. Memperingati tiga tahun deklarasi Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA), Institute for Essential Service Reform (IESR) bersama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dan para deklarator GNSSA mengadakan refleksi yang melibatkan pemerintah, pihak swasta, asosiasi, serta kelompok masyarakat untuk memperkuat komitmen mempercepat PLTS atap di Indonesia. 

Acara ini dihadiri oleh tiga belas deklarator GNSSA, perwakilan dari Kementerian ESDM dan kementerian lainnya, pemerintah provinsi, perusahaan EPC PLTS atap, dan kelompok pengguna PLTS atap. Dibuka dengan video refleksi dari pada deklarator GNSSA, peringatan 3 tahun GNSSA ini diisi dengan diskusi seputar perkembangan energi surya dan PLTS atap, inisiatif pemerintah dan daerah, serta rekomendasi tindak lanjut arah GNSSA ke depannya. 

Sebagai salah satu deklarator GNSSA, IESR mengapresiasi dampak gerakan yang berhasil mendorong pengarusutamaan PLTS Atap dalam mendukung pencapaian energi nasional, dan meningkatnya adopsi PLTS atap di berbagai sektor, serta meningkatnya partisipasi pemerintah daerah. 

Dalam 3 tahun sejak GNSSA diluncurkan, jumlah pelanggan PLN pengguna PLTS atap meningkat dari 268 pada 2017 menjadi lebih dari 2.300 pelanggan pada pertengahan tahun 2020, dengan total kapasitas mencapai 11,5 MW.

“Sejak awal, IESR percaya bahwa dengan potensi energi surya yang ada dapat menjadi prime-mover pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Karenanya dapat juga mendukung pencapaian target energi terbarukan sesuai Kebijakan Energi Nasional. Hasil studi pasar untuk sektor rumah tangga, komersial, dan UMKM di beberapa kota yang dilakukan IESR pada 2018 sampai 2020 juga menunjukkan potensi pasar serta minat publik yang cukup tinggi untuk memasang PLTS Atap,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana yang sekaligus juga salah satu deklarator GNSSA menyampaikan dukungannya untuk gerakan ini. Ia memandang gerakan ini sebagai gerakan yang positif dan akan memberikan manfaat bagi kita semua dan mungkin juga bermanfaat bagi generasi-generasi kita di masa mendatang. 

Tujuan dari GNSSA ini disebutkan Rida antara lain adalah turut mendukung pencapaian target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025. Tujuan kedua adalah lebih memperkenalkan kepada masyarakat adanya energi bersih dan yang bersumber dari energi yang terbarukan dan tidak dapat habis.

“Setelah mengenal dan memahami, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan energi terbarukan dengan cara memasang PLTS Atap di rumahnya dan/atau di tempat kerjanya, “ ujar Rida.

Tujuan ketiga menurutnya yang tidak kalah penting, adalah untuk turut mendorong tumbuh kembangnya industri barang dan jasa domestik yang terkait dengan pengadaan pembangkit listrik tenaga surya.

Sejak dideklarasikan pada 17 September 2017, GNSSA telah menjadi salah satu kendaraan pemersatu pembuat kebijakan, pelaku, dan pemangku kepentingan energi surya untuk menciptakan suatu kolaborasi. Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan Permen ESDM No. 49/2018 yang menjadi payung hukum pengguna PLTS atap, kemudian melakukan revisi untuk menurunkan biaya paralel bagi pelanggan industri. Menurut F.X. Sutijastoto, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, regulasi ini dimaksudkan untuk memfasilitasi masyarakat dan target sustainability dari kalangan komersial dan industri. “Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap ini sangat penting untuk mengembangkan pasar energi matahari yang masih kecil dan bahkan masih di bawah skala ekonominya. Dalam rangka menciptakan sistem energi masa depan yang bersih dan berkesinambungan berbasis EBTKE sambil mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah, serta memperkuat kebijakan untuk membangun  level playing field untuk EBT; Kementerian ESDM mengupayakan revisi peraturan dan perundang-undangan untuk mendukung pengembangan EBT,” demikian disampaikan oleh Sutijastoto. 

Di tahun 2019 lalu, dilakukan juga Kampanye Sejuta Surya Atap berupa kegiatan jalan sehat di area Car Free Day (CFD) DKI Jakarta di Jalan Thamrin dan pameran mini dari penyedia layanan PLTS atap. Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Dr. Andhika Prastawa menyatakan rasa hormat dan bangga atas semangat para deklarator dan pegiat energi surya yang tetap mendorong pengembangan PLTS atap, bahkan di masa pandemi ini. Beliau menyatakan terima kasih juga kepada IESR yang telah bersedia menjadi tuan rumah dan memfasilitasi ajang silaturahmi sekaligus reuni para penggerak GNSSA. “AESI dan IESR, dengan kolaborasi bersama pihak lain, menginisiasi GNSSA dengan harapan industri energi surya dapat tumbuh lebih cepat dengan visi target 1 GWp di tahun 2020. Kami bersyukur percepatan telah terjadi, walaupun target masih jauh dari tercapai. Oleh karenanya kami menyerukan agar kerjasama yang sudah terjalin baik antara pemerintah, AESI, sektor industri, dan publik ditingkatkan lagi secara kontinyu dan konsisten sehingga dapat menghasilkan terobosan-terobosan lain dalam lebih mempercepat tumbuhnya penggunaan tenaga surya. Hal ini juga berguna dalam membantu pemerintah untuk pencapaian target bauran energi nasional 2025,” ujar Andhika.

Selain inisiatif dari pemerintah pusat, pemerintah daerah juga ikut ambil bagian dalam mendorong pemanfaatan energi surya. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, diwakili oleh Gubernur Ganjar Pranowo, pada akhir 2019 telah menandatangani nota kesepahaman dengan IESR untuk mengembangkan Jawa Tengah menjadi provinsi surya (solar province) pertama di Indonesia. Di provinsi ini, minat dari rumah tangga, sektor publik, dan sektor industri cukup besar, terdapat potensi early adopters dan early followers sebesar 9,6% di sektor rumah tangga, 9,8% di sektor komersial, dan 10,8% dari UMKM. Beberapa fasilitas publik seperti stasiun dan terminal di Jawa Tengah juga telah menggunakan PLTS atap, misalnya Stasiun Batang dan Terminal Tirtonadi. Beberapa perusahaan yang berlokasi di Jawa Tengah juga menggunakan PLTS atap untuk kegiatan operasional mereka.

Tahun 2019 lalu Gubernur Bali juga mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Energi Bersih, yang juga mendorong pemanfaatan PLTS atap di bangunan pemerintah, kawasan bisnis dan di sektor pariwisata, serta untuk masyarakat umum. Dalam pergub ini juga diatur insentif yang diberikan pada pengguna, termasuk diskon pajak bumi dan bangunan yang direkomendasikan oleh IESR. Insentif pajak dan insentif lainnya dinilai mampu mendorong minat calon pengguna PLTS atap karena akan memperpendek tingkat pengembalian modal dan juga menunjukkan penghargaan pada pengguna energi terbarukan.

IESR berpandangan bahwa PLTS Atap dapat berperan besar untuk mendukung pemulihan ekonomi paska pandemi COVID-19. Untuk itu IESR telah mengusulkan Program Surya Nusantara, yaitu pemasangan 1 GWp PLTS atap di rumah tangga penerima subsidi listrik. Program ini dipercaya dapat memberikan dampak berganda pada perkembangan industri surya domestik, menciptakan lapangan kerja hingga 30.000 ribu orang, mengurangi subsidi listrik sebesar Rp 1,3 T per tahun, dan berkontribusi pada pencapaian target energi terbarukan nasional serta target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia.

Unduh siaran pers

Bringing Indonesia to the Gigawatt Club: India Made It, and So Can We

Bringing Indonesia to the Gigawatt Club: India Made It, and So Can We
IESR Webinar, supported by AESI

Energi surya merupakan pendorong utama perkembangan energi terbarukan secara global. India, salah satu frontrunners energi surya di dunia, mencatatkan peningkatan kapasitas PLTS hingga 200 kali lipat hanya dalam 1 dekade terakhir. Dimulai dengan peluncuran National Solar Mission pada 2010, India menggabungkan kebijakan yang mendukung, insentif dan instrumen yang sesuai, lelang yang kompetitif, dan kerjasama pemerintah pusat dan daerah yang baik untuk mendorong pertumbuhan energi surya secara masif.

Dengan potensi energi surya hingga 207 GW, kapasitas PLTS di Indonesia saat ini masih di bawah 1% potensi; dan upaya untuk mempercepat pengembangan energi surya di Indonesia perlu terus dilakukan. Energi surya akan membuka jalan untuk sumber energi terbarukan lain – juga dengan dorongan untuk memperbaiki kerangka kebijakan dan investasi di Indonesia.

Pertanyaan besarnya masih sama: apa lagi yang dapat dilakukan Indonesia untuk menyusul India masuk dalam “Gigawatt Club” energi surya?

Siaran langsung di YouTube: https://www.youtube.com/IESRindonesia1

Menghadirkan:

PanelistsOrganization
Kanika Chawla CEEW, India
Kushagra NandanSunSource, India
Fabby TumiwaIESR, Indonesia
F.X. SutijastotoMEMR, Indonesia
Ikhsan AsaadPLN, Indonesia

Hosted by:

Marlistya Citraningrum
Program Manager, Sustainable Energy Access, IESR