BY NURSEFFI DWI WAHYUNI & RAHMA OKTORIA
JAKARTA (IFT) – Biaya pembelian listrik yang dilakukan PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, sepanjang semester I 2012 mencatat kenaikan 144,5% menjadi Rp 1,38 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp 565,9 miliar. Bambang Dwiyanto, Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN, mengatakan kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya pemintaan listrik di masyarakat.
PLN mencatat peningkatan penjualan listrik pada paruh pertama tahun ini naik 10,24% (year on year) menjadi 84,74 terawatthour (TWh), dari sebelumnya 76,87 TWh. Hal itu ditopang oleh peningkatan konsumsi listrik, terutama di sektor industri dan rumah tangga.
Kenaikan itu didorong oleh penambahan jumlah pelanggan baru dan tambah daya yang dilakukan pelanggan yang sudah ada (existing). PLN telah menambah 1,7 juta pelanggan baru hingga Juni, atau sektia 68% dari target tahun ini 2,5 juta pelanggan baru. “Masyarakat mulai gemar menggunakanair conditioner dibanding kipas angin karena pendapatan mereka meningkat,” ujarnya kepada IFT, Kamis.
Adapun kontributor pemasok listrik terbesar berasal dari PT Cikarang Listrindo sebesar Rp 575,15 miliar, disusul PT Paiton Energy Rp 395,77 miliar, lalu PT Cirebon Electric Power Rp 133,54 miliar dan beberapa perusahaan lainnya di bawah 5% dari total biaya pembelian listrik PLN.
Menurut Bambang, Cikarang Listrindo merupakan kontributor besar karena pusat beban terbesar konsumsi listrik ada di Jawa bagian Barat seperti Jakarta dan Jawa Barat. “Di sanalah industri paling banyak tumbuh, oleh karena itu pasokan kami ambil terbesarnya dari Cikarang Listrindo yang letaknya ada di Jawa Barat yaitu Cikarang,” ungkapnya.
Selain biaya pembelian listrik, PLN juga mencatat kenaikan biaya sewa operasi sepanjang semester I 2012 sebesar 27,97% (year on year) menjadi Rp 3,1 triliun, dari sebelumnya Rp 2,4 triliun. Kegiatan sewa pembangkit sebagian besar dilakukan di luar Jawa dan bersifat sementara menunggu penyelesaian pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam proyek 10 ribu megawatt tahap 1 dapat beroperasi.
“Penyewaan pembangkit listrik banyak dilakukan di luar Jawa karena di Jawa semua kebutuhan pembangkit sudah terpenuhi,” jelasnya.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Indonesia mengatakan kenaikan konsumsi listrik nasional selama kurun waktu lima tahun terakhir tumbuh sekitar 9%-10% per tahun. “Program tambah daya gratis yang dilakukan PLN dan beberapa program lainnya yang juga ikut mendorong naiknya konsumsi listrik,” ungkap dia.
Menurut dia, upaya PLN meningkatkan jumlah tenaga listrik dengan menambah sewa pembangkit terjadi karena pertumbuhan demand listrik di Tanah Air tidak diikuti pasokan listrik yang sesuai. Hal itu disebabkan terlambatnya pengoperasian sejumlah PLTU dalam 10 ribu megawatt tahap I.”Awalnya terjadwal selesai tiga tahun jadi molor realisasinya. Itulah kenapa menambah pembangkit sewaan,” kata Fabby.
Pembangkit listrik yang disewa PLN sifatnya sementara sebagai opsi untuk menjaga stok listrik nasional aman. Namun, dengan keputusan ini biaya produksi perseroan menjadi meningkat. Fabby menuturkan pemerintah sebaiknya melakukan pengendalian terhadap pertumbuhan listrik ini.
“Jangan melayani pasang baru listrik dulu, tapi ini sifatnya sementara. Sadarkan masyarakat agar hemat energi, termasuk kurangi pembangkit yang konsumsinya BBM, mulailah pakai energi alternatif,” katanya.
Namun, cara yang paling yang paling efektif untuk mengendalikan konsumsi listrik ini dalah dengan menaikkan harga. Tarif listrik yang murah membuat masyarakat menjadi boros dalam mengkonsumsi listrik. “Kalau dinaikkan pasti mereka berpikir rasional,” tambahnya.
PLTU Cirebon
PT Indika Energy Tbk (INDY), emiten pertambangan batu bara, telah mengoperasikan PLTU Cirebon dengan kapasitas 660 megawatt sejak 27 Juli 2012. Amin Subekti, Chief of Strategic Planning, Power and Gas Indika, menyatakan perseroan telah menandatangani perjanjian jual beli listrik dengan Cirebon Electric selama 30 tahun.
Harga jual listrik yang disepakati sekitar US$ 4,36 sen per kilowatthour. Kehadiran pembangkit tersebut akan memperkuat pasokan listrik di sistem Jawa Bali. “Ini merupakan proyek pertama perseroan di sektor kelistrikan,” ungkapnya kepada IFT.
Ia menuturkan bergerak di sektor listrik swasta menguntungkan Indika. Sebagai perusahaan batu bara, Indika memiliki kewajiban untuk memasok batu bara ke dalam negeri. Dengan adanya pembangunan ini membantu perseroan untuk memenuhi kewajiban tersebut.
“Selain dapat memenuhi kewajiban tersebut, kami juga mendapatkan untung dari penjualan listrik ke PLN,” ungkapnya.
PLTU Cirebon merupakan pembangkit yang dikelola oleh PT Cirebon Electric Power. Pemegang saham perusahaan patung itu terdiri atas Indika Energy 20%, Samtan Co Ltd 20%, Korea Midland Power Co 27,5% dan Marubeni Corporation 32,5%.
PLN memproyeksikan cadangan listrik Jawa Bali mencapai 6.560 megawatt, atau 32% dari beban puncak wilayah tersebut pada akhir tahun 20.500 megawatt. I.G.A. Ngurah Adnyana, Direktur Operasi Jawa-Bali, menyatakan hal itu seiring dengan beroperasinya sejumlah PLTU dalam proyek 10 ribu megawatt tahap I di wilayah tersebut.
“Kapasitas PLTU dalam proyek 10 ribu megawatt tahap I di Jawa Bali yang beroperasi hingga akhir tahun mencapai 6.000 megawatt,” ungkap Adnyana.
Dengan cadangan tersebut, lanjut Adnyana, perseroan menjadi lebih leluasa untuk menambah pelanggan baru. Pada tahun ini, PLN memproyeksikan tambahan pelanggan baru di Jawa Bali sebanyak 1,129 juta. (*)