Global Warming : Sebuah Ancaman bagi Kehidupan Makhluk Hidup di Bumi

Oleh: Kartikaweni Juliansari, Sobat Esensial IESR Batch 3

Pemanasan global (global warming) merupakan sebuah fenomena naiknya suhu permukaan bumi yang diakibatkan oleh emisi gas yang memerangkap panas matahari (gas rumah kaca). Kenaikan suhu di permukaan bumi mengakibatkan berubahnya iklim dan dapat berdampak pada terjadinya peristiwa – peristiwa alam seperti badai topan, badai siklon tropis, banjir, endemic, kekeringan, El Nino dan berbagai bencana lainnya yang mengakibatkan hilangnya fungsi ekosistem yang berdampak pada terjadinya bencana ekologis (Pusat Studi Manajemen Bencana, Petrasa Wacana). Menilik lebih jauh dari pada itu, global warming sangat berdampak bagi keseimbangan lapisan atmosfer bumi yang tentunya juga memengaruhi kehidupan di bumi. Lapisan – lapisan atmosfer tersebut (troposfer dan atmosfer) diganggu keseimbangannya oleh gas  – gas rumah kaca seperti CO2, CFC, HFC, NOX, SOX, CH4.

Mengapa gas – gas tersebut dapat berdampak bagi keseimbangan di bumi?

Pemenuhan gas CO2 di atmosfer dapat mengakibatkan perubahan suhu global dan memengaruhi kondisi meteorologi dan geologi. Konsentrasi CO2 yang tinggi, dapat memenuhi atmosfer dan memerangkap cahaya matahari di dalamnya sehingga mengakibatkan naiknya suhu di permukaan bumi tersebut. Kenaikan suhu yang ekstrem tersebut dapat berakibat pada mencairnya es di kutub sehingga meningkatkan volume air laut dan berdampak pada terjadinya el nino, bencana longsor, badai, dsb. Risiko yang ditimbulkan akibat dari bencana tersebut misalnya kerugian meterial, kerusakan fisik, korban, kerusakan lingkungan, dll. Ditambah lagi, saat ini mulai berkurangnya pohon sebagai penyerap CO2, dapatkah dibayangkan dampaknya bagi kehidupan di bumi?  Bila ditinjau dari efek gas lainnya, pertumbuhan penduduk yang sangat pesat sesungguhnya menambah masalah baru, misalnya dalam penggunaan CFC (chlorofluorocarbon) yang merupakan bahan pendingin lemari es, dan bahan pembakar pada aerosol. Tanpa disadari, penggunaan alat rumah tangga seperti itu, dapat berbahaya bagi lapisan ozon di atmosfer.

Bidang pertanian dan industri ternyata juga memegang peranan penting dalam kerusakan lapisan ozon di atmosfer bumi, misalnya pada gas SOX (sulfur oksida) yang dihasilkan dari pembakaran bensin oleh mesin industri. Gas tersebut terakumulasi di udara sehingga menambah sinar matahari yang terperangkap di permukaan bumi. Sedangkan dalam bidang pertanian, penggunaan pupuk tanah yang seharusnya mengandung nitrogen, ketika masuk ke tanah sebagian dari nitrogen tersebut berubah menjadi NOX (N2O : nitro oksida) yang merupakan gas rumah kaca yang sangat kuat (WWF Indonesia).

Di samping itu, gas methan (CH4) yang dihasilkan dari sampah dan industri peternakan juga berpengaruh terhadap terjadinya global warming. Pada industri peternakan, gas tersebut terdapat pada kotoran sapi. Nah, apa hubungannya gas methan dengan sampah? Pada saat kita membuang sempah hingga sampah itu menumpuk, kondisi sampah yang berada di bawah, akan membusuk, hal itu lah yang menghasilkan gas methan.

Jadi, apa yang dapat kita perbuat untuk menyelamatkan ozon? Dari uraian tersebut, dapat kita bayangkan separah apakah lapisan ozon bumi saat ini. Menyelamatkan ozon berarti meyelamatkan kehidupan makhluk hidup di bumi. Tanpa adanya lapisan ozon, bumi kita tidak akan terlindungi dari radiasi matahari yang sangat berbahaya. Mengurangi penggunaan alat yang mengandung gas rumah kaca amatlah penting untuk mencegah semakin parahnya kerusakan lapisan ozon. Mulailah dari sekarang untuk bijaksana dalam menggunakan energi, apa yang kita lakukan sekarang, akan mempengaruhi kehidupan yang akan datang.

Hal Sederhana untuk Bumi Tercinta

Oleh: Dede Mahmudah. Sobat Esensial IESR Batch 3

Suatu saat atasanku bertanya, “Rumah kamu dimana De?” Aku pun menyebutkan nama daerah -di pinggiran Jakarta-rumah tinggalku selama ini. Beliau pun mengatakan, “Sekitar 10 tahun lalu saya pernah ke daerah itu, banyak pohon, suasananya asri.” Sambil tersenyum miris, aku pun mengatakan, “Sekarang sudah tidak banyak pohon, berganti dengan rumah kontrakan yang menjamur. Bahkan semenjak terjadi puting beliung, pohon-pohon yang tersisa disekitar rumah saya ditebang. Warga sekitar khawatir, pohon-pohon itu tumbang dan menimpa rumah mereka.”

Hujan turun berhari-hari, ditambah dengan angin kencang dan awan hitam yang tak kunjung reda menumpahkan air hujan, rasa khawatir pun muncul, atap rumah keluargaku yang dimakan usia sudah bocor di sana-sini Selokan di depan gang rumahku yang dipenuhi sampah mulai tidak sanggup menampung air. Akhirnya air hujan mengalir ke rumahku yang terletak dalam posisi tusuk sate, persis diujung gang. Bahaya banjir pun mengancam.

Setelah hari-hari yang diiringi rinai hujan, musim kemarau sepertinya mulai menghampiri. Aku berkunjung ke Jakarta Utara, seorang sahabat baru saja melahirkan putra pertamanya. Sahabatku pun berkata, “Disini semakin panas, kalau di rumah Dede enak, sejuk.” Aku menimpalinya dengan tertawa, sambil berkata “Aku sepakat di sini semakin panas, tapi akhir-akhir ini di rumahku juga tidak jauh beda. Bulan kemarau sepertinya akan lebih lama tahun ini.”  Tapi, beberapa hari kemudian hujan datang lagi.

Aku bersyukur sempat menikmati rindangnya pepohonan, sejuknya udara diiringi kicauan burung yang bersarang. Aku pun bahagia mendapatkan kesempatan untuk menikmati hujan. Bermain-main di bawah rinainya atau hanya memandanginya di depan rumah sambil meminum teh panas, tanpa khawatir banjir akan datang. Namun, saat ini rindangnya pepohonan serta sejuknya udara hanya dapat aku nikmati di tempat rekreasi -Cibodas misalnya- dan kicauan burung yang bersarang di sangkar bukan di pohon rindang. Setiap hari payung selalu menemani, karena saat ini hujan sepertinya datang dan pergi tanpa bisa diprediksi. Musibah banjir pun sepertinya sulit dihindari.

Akhirnya aku tahu, semua itu adalah tanda alam yang terkait dengan pemanasan global yang kemudian mempengaruhi perubahan iklim secara global. Makin panasnya bumi disebabkan oleh gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktifitas manusia. Karbon dioksida dari pabrik dan kendaraan bermotor menjadi penyebab terbesar pemanasan global saat ini, diikuti oleh metana yang dihasilkan dari sistem pencernaan hewan ternak, nitrogen oksida dari pupuk, dan CFC (clorofluorocarbon) yakni gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan. Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan karbon dioksida juga makin memperparah keadaan ini.

Jika seorang diri, aku bukanlah sosok yang mampu mengatasi perubahan iklim sekejap mata, namun bukankah ada istilah mulai dari hal yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang? Akupun mulai mengurangi penggunaan kertas dan dokumen dikirim melalui email. Aku pun memilih menggunakan bis dan kendaraan umum dan sepeda motor  yang kumiliki hanya kugunakan untuk jarak dekat. Saat berbelanja, aku membawa kantong belanja sendiri. Aku pun meminimalkan penggunaan AC serta lebih efisien dalam menggunakan air saat mandi dan mencuci. Mungkin semua itu hanyalah hal sederhana, namun seandainya hal sederhana itu dilakukan oleh setiap orang di dunia, bumi akan semakin indah dan nyaman untuk ditempati. Bukan hanya untuk kita, juga untuk anak cucu kita nanti.

Kontribusi dalam Memerangi Perubahan Iklim

Oleh: Agus Nuruddin / Goesti. Sobat Esensial IESR Batch 3.

Di era globalisasi ini semua orang bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkan, baik secara materi maupun untuk eksistensi dalam bermasyarakat. Demi meningkatkan taraf hidup dan melanjutkan kelangsungan hidup banyak cara yang di lakukan oleh semua kalangan masyarakat. Memanfaatkan kekayaan alam itu memang yang akan kita lakukan akan tetapi jika pemanfaatan alam yang berlebihan itu yang akan mengakibatkan kerusakan alam yang akhirnya akan merugikan kelangsungan kehidupan manusia.

Di perkotaan berbagai cara yang di lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga tempat tinggal di lakukan. Membuat tempat tinggal dan juga gedung-gedung untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa pun dilakukan tanpa memperhitungkan dampak kerusakan alam di kemudian hari.

Kurangnya ruangterbuka  hijau sehingga mengakibatkan pemanasan global yang mengakibatkan juga kondisi cuaca yang tidak menentu bahkan kondisi cuaca yang ekstrim. Seperti kondisi yang terjadi di kota Jakarta yang sangat panas.

Beberapa komunitas ada yang sudah sadar dengan kondisi ini dan membuat sebuah perkampungan hijau di wilayah Jakarta ini. Mereka mewajibkan setiap rumah menanam sedikitnya 10 macam tanaman di halaman rumahnya (menggunakan pot) dan untuk sampahnya di kelola dengan baik. Untuk sampah organiknya di kumpulkan dan di jadikan kompos, ada juga yang menjadikannya Bokashi yaitu sampah di campur dengan menggunakan cairan EM (Evektif Microorganisme) sehingga sampah tersebut menjadi pupuk yang akan memperbaiki kerusakan pada tanah dan menjadi nutrisi bagi tanaman yang kita tanam.

Ada juga yang mencanangkan untuk menanam tanaman yang produktif di halaman rumah seperti sayuran dan buah-buahan, ini selain mengurangi pemansana global juga bisa memperkuat ketahanan pangan agar masyarakat bisa mendapatkan bahan makanan yang sehat tidak jaug dari rumah.

Cara ini sebetulnya sangat mudah dilakukan karena banyak sekali barang2 bekas yang ada di rumah yang bisa di jadikan pot untuk tempat tanaman tersebut di tanam. Seperti yang sudah di bahas diatas selain mengurangi pemanasana global juga ketahanan pangan ada juga sisi positif lainnya yaitu keindahan di sekitar pekarangan rumah yang sempit. Saat ini untuk mendapatkan bibit ataupun benih sayur dan buah pun sangat mudah karena sudah banyak penjual tanaman dan juga took-toko yang menjual kebutuhan bibit ataupun benih yang kita perlukan.

Dari hal kecil inilah kita bisa mempertahankan kelangsungan kehidupan kita di masa yang akan dating, dari kegiatan kecil inilah kita bisa membuat diri kita dan masyarakat lainnya merasakan keindahan mulai dari diri kita, rumah kita dan juga lingkungan kita dan yang lebih penting lagi keberlangsungan kehidupan di Bumi yang kita cintai ini.

Dua Hari yang Mempesona, Pelatihan Sobat Esensial IESR, 17-18 Maret 2012

Berawal dari ajakan seorang rekan untuk mendaftar menjadi Sobat Esensial, berlanjut dengan mencari tahu tentang isu perubahan iklim –untuk modal membuat essay 500 kata yang menjadi syarat pendaftaran Sobat Esensial-, dan diujung tenggang waktu akhirnya memberanikan diri untuk mengajukan diri menjadi Sobat Esensial. Hingga akhirnya mendapat kabar untuk mengikuti pelatihan selama dua hari. Hanya dua hari, tapi sungguh ada banyak hal yang terjadi. Menuju tempat pelatihan, kantor IESR -lembaga nirlaba yang menaungi Sobat Esensial-, menjadi awal petualangan ini. Tak pernah menjelajah daerah Mampang, akhirnya berhasil membuat –agak- tersesat. Namun, Alhamdulillah, dengan modal bertanya sampai juga disana.

Hari pertama pelatihan disambut dengan berbagai materi tentang semua hal yang terkait dengan isu perubahan iklim. Materi yang pada intinya sanggup membuat pusing sekaligus ternganga, karena perubahan iklim memang benar nyata terjadi. Hal biasa yang dilakukan banyak orang di bumi ini, misalnya membeli air mineral botol, menghasilkan sampah plastik yang bila diurai akan menimbulkan emisi karbon yang membuat temperatur bumi meningkat, pemanasan global pun terjadi, perubahan iklim pun tak bisa dihindari. Akhirnya intensitas hujan semakin tinggi, permukaan air laut naik, ditambah angin yang bertiup seperti badai. Banjir pun terjadi, pohon, rumah, hingga papan iklan raksasa pun tumbang. Kita, manusia, akhirnya berusaha beradaptasi  -misalnya memperbaiki infrastruktur, meninggikan rumah karena terjadi banjir- agar mampu menghadapi perubahan iklim yang terjadi. Namun apakah cukup sampai pada tahap beradaptasi?

Di hari pertama itu pula terjawab, untuk menghadapi perubahan iklim bukan hanya adaptasi yang harus dilakukan. Tindakan mitigasi -misalnya mengubah gaya hidup- juga harus dipraktekkan. Aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan emisi karbon -yang membuat temperatur bumi semakin panas, yang melahirkan pemanasan global hingga berujung pada perubahan iklim- harus dikurangi, bila tak mungkin dihindari. Memang bukan hal yang mudah mengubah hal yang biasa dilakukan, apalagi bila sudah menjadi kebiasaan dan dianggap hal yang wajar. Namun, mengapa tidak menobanya dari hal yang sederhana –misalnya dengan mulai mengisi ulang air mineral dan memakai tempat minum sendiri, mengurangi kebiasaan ditonton televisi-, mulai secara bertahap, dan yakini hal kecil yang dilakukan akan berarti besar untuk kelangsungan hidup di bumi ini.

Di hari kedua, Lobbi Epicentrum Walk menjadi saksi bisu, bagi kami -Sobat Esensial batch ketiga- melakukan kegiatan campaign untuk pertama kalinya. Kami yang baru saja belajar memahami isu perubahan iklim, diberikan kesempatan untuk menyebarkan ilmu kami ke orang lain. Merupakan pengalaman yang luar biasa, bertemu dengan berbagai ragam orang dengan segala tingkah polahnya, ada yang antusias namun ada juga yang tak peduli. Tapi ada harapan yang terhembus, semoga ini menjadi awal langkah kecil kami untuk memulai langkah-langkah kami selanjutnya dalam menghadapi isu perubahan iklim ini.

Ada satu cara yang ditawarkan oleh IESR -yang berujung pada upaya perubahan gaya hidup, sehingga tercipta masyarakat rendah karbon- agar masyarakat awam mengetahui emisi karbon yang dihasilkan oleh mereka dalam aktivitas sehari-hari. Dalam situsnya -www.iesr.or.id- terdapat satu aplikasi yang disebut kalkulator jejak karbon. Dengan aplikasi tersebut, akan diperoleh angka emisi karbon per individu per hari hingga per tahun. Harapan pun tumbuh, semoga ada komitmen yang muncul dari relung jiwa untuk mulai mengurangi memberikan “sumbangan” karbon emisi, agar bumi tetap nyaman untuk ditempati hingga anak cucu kita nanti. Merupakan hal yang sulit untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim, namun rasanya masih cukup waktu untuk memperlambatnya. Jadi, sudahkah anda menghitung jejak karbon hari ini?

Isu Perubahan Iklim

Oleh: Windy Hapsari/Echa, Sobat Esensial IESR Batch 3

Perubahan iklim merupakan pergeseran jangka panjang dalam iklim, seperti suhu, curah hujan, dan angin. Perubahan iklim biasa disebut juga pemanasan global, yang mengacu secara khusus untuk peningkatan suhu bumi. Pemanasan inilah yang pada akhirnya menyebabkan perubahan iklim.

Tak dapat kita pungkiri bahwa iklim global saat ini telah berubah dan membuat suhu udara menjadi lebih hangat. Banyak pendapat dari para ilmuwan yang menyatakan aktivitas manusia berpengaruh pada perubahan iklim. Kegiatan manusia yang melepaskan polusi mengakibatkan polusi tersebut terperangkap di atmosfer, menyebabkan “efek rumah kaca” yang menghangatkan bumi. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca utama. Gas rumah kaca lainnya termasuk metana, nitrous oxide, senyawa organik volatil , ozon , dan klorofluorokarbon .Kegiatan manusia yang melepaskan gas rumah kaca termasuk pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, propana, solar, gas alam, dan bensin .Kegiatan lain termasuk juga pembangkit listrik, proses industri, pertanian, dan kehutanan.

Perubahan Iklim dapat menyebabkan peristiwa cuaca ekstrim seperti banjir dan badai, kenaikan permukaan laut, dan peningkatan suhu, yang pada gilirannya dapat menyebabkan gelombang panas dan kekeringan. Perubahan ini dapat mempengaruhi kesehatan manusia, kualitas udara, pertanian dan persediaan makanan, hutan, ekosistem, daerah pantai, dan sumber daya air.

Perubahan iklim dapat menyebabkan kebakaran hutan dan debu dari tanah kering, meningkatkan partikulat polusi di udara . Kondisi cuaca stagnan dapat menyebabkan peningkatan ozon dan asap. Naiknya permukaan laut dapat meningkatkan risiko dari peristiwa cuaca ekstrim seperti banjir di daerah pesisir.

Perubahan cuaca ekstrim dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung ke manusia. Suhu hangat atau dingin yang ekstrim yang disebabkan oleh perubahan iklim dapat memperburuk beberapa penyakit kronis, termasuk penyakit jantung dan pernapasan. Temperatur yang sangat tinggi dapat menyebabkan stroke panas (Heat stroke). Perubahan pada ekosistem dapat mengakibatkan produksi serbuk sari yang lebih tinggi yang dapat memperburuk penderita penyakit alergi dan pernapasan. Perubahan iklim juga dapat meningkatkan penyakit iklim sensitif dan membuat virus terbawa air. Kekurangan makanan akibat perubahan pola pertanian dapat meningkatkan risiko kekurangan gizi. Kondisi cuaca juga bisa mendukung populasi nyamuk dan meningkatkan penyebaran malaria.

Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai warga bumi untuk turut berperan serta mengatasi perubahan Iklim yang sedang dialami bumi, dimulai dari hal-hal kecil yang dapat dilakukan oleh semua orang dari rumah tempat kita tinggal, diantaranya penghematan bahan bakar, penggantian bahan bakar berbasis fossil dengan sumber energi baru/terbarukan, atau penanaman hutan kembali (absorber alami). Perlu kita ingat bahwa peran serta kita dalam menghijaukan Bumi bukan hanya kita yang menikmati, tapi juga anak cucu kita kelak.

Global Warming

Oleh: Tri Cahyo Edi, Sobat Esensial IESR Batch 3

Beberapa tahun belakangan ini, bumi kita khususnya negara kita banyak mengalami bencana alam. Bencana alam ini terjadi tanpa mengenal tempat, apakah itu terjadi di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa maupun pulau-pulau lainnya. Beberapa di antara bencana alam tersebut adalah bencana yang tidak dapat terhindarkan, beberapa lainnya disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri. Bencana gunung berapi meletus dan gempa bumi adalah contoh bencana alam yang terjadi secara alami sejalan dengan bertambahnya usia bumi. Hujan terus-menerus yang berakibat banjir merupakan contoh bencana alam karena ulah manusia. Penebangan pohon yang banyak dilakukan di daerah pegunungan, menimbulkan dampak besar bagi masyarakat yang tinggal di bawahnya. Pembabatan hutan di daerah resapan air di pegunungan ini terjadi lebih karena keserakahan manusia sebagai penghuni bumi itu sendiri. Bencana alam yang dikarenakan ulah manusia harus bisa dicegah oleh manusia itu sendiri.

Sebenarnya banjir bukanlah satu-satunya akibat dari keserakahan manusia pada alam tempat tinggalnya. Polusi udara, tercemarnya air sungai akibat limbah, pembakaran hutan, merupakan contoh kecil dari proses perusakan alam oleh manusia. Pembabatan hutan dan perkembangan industri yang menyumbang besar pada pelepasan CO2 ke udara, makin menambah kerusakan alam. Semua hal tersebut pada akhirnya bermuara pada isu global warming dan perubahan iklim yang telah tampak tanda-tandanya sekarang ini.

Bicara mengenai lingkungan, tentu tidak dapat diabaikan penyebabnya secara global. Perubahan iklim dan global warming merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Fakta bahwa temperatur bumi telah naik tinggi satu abad ini telah menyita banyak penelitian tentang global warming. Miris sekali mendengar ternyata kenaikan suhu tersebut sebagian besar terjadi pada 3 dasawarsa terakhir. Pertumbuhan industri yang pesat tidak hanya membawa dampak kemajuan suatu negara, namun berakibat sebaliknya pada bumi, sebuah perusakan lingkungan. Efek paling jelas adalah pada kenaikan permukaan air laut. Keadaan ini disebabkan oleh mencairnya es di kutub utara yang lebih cepat daripada waktu yang diperlukan untuk pembentukan es.

Penyebab utama dari semua hal tersebut di atas adalah efek rumah kaca yang terjadi di atmosfer bumi. Efek rumah kaca ini sebenarnya berfungsi sebagai penangkap panas matahari agar tidak terbuang ke luar angkasa dan berfungsi sebagai penghangat permukaan bumi. Apabila tidak ada efek rumah kaca ini, suhu permukaan bumi berkisar -18 derajat C. Akan tetapi akibat makin banyak gas karbon yang dilepas ke udara atmosfer, sebagai akibat perkembangan industri yang menggunakan bahan bakar fosil dan makin maraknya penebangan hutan, efek rumah kaca menjadi bumerang bagi kelangsungan hidup makhluk di muka bumi. Suhu bumi berangsur menjadi kian panas. Produksi gas CO2 lebih banyak dibandingkan dengan proses penguraiannya.

Sebenarnya negara-negara di dunia tidak tinggal diam dalam menghadapi fenomena bumi yang memprihatinkan ini. Pada tahun 1997 ditandatanganilah sebuah kesepakatan oleh beberapa negara yang berisi komitmen negara-negara untuk mengurangi emisi gas karbon, yang kemudian dinamakan Protokol Kyoto. Kesepakatan ini dijalankan salah satunya dengan menerapkan regulasi pembatasan emisi gas karbon di masing-masing negara penandatangan, termasuk regulasi yang dikenakan pada industri berbahan bakar fosil. Pada tahun 2005, semua anggota negara penandatangan Protokol Kyoto telah meratifikasinya, kecuali negara Amerika Serikat. Penulis beranggapan bahwa negara Amerika Serikat tidak meratifkasi Protokol Kyoto karena protokol tersebut dianggap akan mengurangi kebebasan perkembangan industri di negara tersebut. Lebih menyedihkan lagi pada Desember 2011, Kanada menyatakan menarik diri dari kesepakatan Protokol Kyoto. Kita hanya bisa berharap kedua negara tersebut mempunyai program yang lebih masuk akal dalam memerangi global warming ini.

Sebenarnya kita sebagai orang awam bisa ikut melakukan perang terhadap global warming. Dengan melakukan hal yang sederhana dan dapat dilakukan sehari-hari, emisi gas karbon ke udara bisa dikurangi. Penggunaan transportasi massal adalah salah satunya. Dengan naik kendaraan umum, setidaknya bisa mengurangi pelepasan emisi karbon ke udara karena transportasi publik digunakan secara bersama-sama. Ketika mandi kita bisa berhemat dengan mematikan shower apabila kita tidak berada di bawahnya. Selalu mematikan peralatan elektronik ketika meninggalkan rumah, termasuk mematikan AC apabila tidak digunakan, dapat membantu keadaan bumi kita menjadi lebih baik. Pemakaian kantong belanja yang dapat digunakan berulang kali, sangat membantu pengurangan produksi sampah plastik yang ada. Hal-hal tersebut adalah contoh kecil yang dapat kita lakukan demi menjaga dan merawat bumi kita.

Perubahan Iklim Global

Oleh: Sarah Apriliani Nurjanah, Sobat Esensial IESR Batch 3

Perubahan iklim global saat ini sudah mencapai tingkat yang cukup parah. Suhu mulai meningkat, cuaca semakin tidak menentu dan semakin panas. Perubahan iklim di dunia ternyata berhungan dengan tingkat pengendalian sosial manusia. Misalnya pola hidup dan tingkah laku. Seperti banyaknya pembangunan green house atau hiduponik. Kebanyakan masyarakat Indonesia maupun daerah tingkat kepeduliannya terhapap lingkungan sangat rendah.

Pembangunan rumah kaca mempunyai keunungan yang besar dalam pertanian dan dalam peningkatan tingkat ekomoni. Namun karena kurangnnya kepedulian dan tidak terkendalinya pembangunan rumah kaca. Indonesia adalah negara yang termasuk kedalam negara berkembang yang menghasilkan polusi, sampah terbanyak. Sehingga banyak sekali faktor-faktor yang dapat merusak iklim. Selain itu pemanasan global juga berpengaruh bagi pertumbuhan manusia. Salah satunya adalah membuat manusia menjadi kerdil.

Salah saru cara untuk mengendalikan dan mencegah pemanasan global terus meningkat adlah dengan menyadarkan masyarakat akan pentingnya peduli terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Selain itu saya ingin sekali membuat penyuluhan di daerah tempat lahir saya yang dulu adalah sebuah desa yang indah nan asri. Sekarang desa ini menjadi gersang dan panas akibat pembangunan rumah kaca yang  begitu cepat dan banyak.

Tingkat ekomoni menngkat namun lingkungan sekitar telah rusak. Sehingga dibutuhkan kesadaran masyarakat desa ini untuk adanya pengendalian pembangunan rumah kaca. Memberikan penyuluhan berupa cara mengatasi permasalahan yang terjadi adalah dengan membuat sumur resapan. Karena pada saat membangun rumah kaca tidak disediakan penyerapan air.