Indonesia Dorong Produksi Kendaraan Listrik

Jakarta, Kompas — Pemerintah akan mendorong produksi kendaraan listrik mulai tahun ini. Pengembangan industri kendaraan berbasis elektrik itu akan ditopang pembangunan industri baterai dan komponen cadangan di dalam negeri.

Akan tetapi, pengembangannya harus didukung strategi yang jelas. Peta jalan kendaraan listrik dibutuhkan untuk membantu pengembangan industri pendukung dan memperkuat rantai pasok sektor ini.

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (14/1/2019), menyatakan, terobosan teknologi tengah dilakukan dengan mempercepat pembangunan industri bahan baku baterai litium di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah. Pembangunan pabrik yang memproduksi material energi baru dari nikel laterit itu dijadwalkan berlangsung 16 bulan dan mulai berproduksi pertengahan tahun depan.

Dari data Kementerian Koordinator Kemaritiman, sumber daya nikel mencapai 3 miliar ton dan kobalt 480 juta ton. Dalam bentuk logam, cadangan nikel saat ini 62 juta ton dan kobalt 1 juta ton. Selama ini, Indonesia mengekspor nikel dan kobalt dalam bentuk bijih dan nickel matte. Nilai ekspor bahan baku nikel berkisar 200 juta dollar AS. Namun, jika diproses menjadi stainless steelnilainya mencapai 4 miliar dollar AS.

Pabrik nikel literit yang menghasilkan bahan baku litium itu dibangun oleh PT QMB New Energy Materials, kerja sama antara perusahaan China, Indonesia, Jepang, yang terdiri dari GEM Co.,Ltd., Brunp Recycling Technology Co.,Ltd., Tsingshan, PT IMIP, dan Hanwa. Pabrik ini akan dikembangkan dengan lahan seluas 120 hektar. Bahan baku litium yang dihasilkan selanjutnya diproses di China menjadi baterai litium. Nilai investasi tahap awal berkisar 727 juta dollar AS dan secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 4,2 miliar dollar AS.

PT QMB New Energy Materials memiliki kapasitas konstruksi nikel sebesar 50.000 ton dan kobalt 4.000 ton, yang akan memproduksi di antaranya 50.000 ton produk intermedit nikel hidroksida, 150.000 ton baterai kristal nikel sulfat, 20.000 ton baterai kristal sulfat kobalt, dan 30.000 ton baterai kristal sulfat.

Luhut menambahkan, investasi pabrik bahan baku baterai litium secara bertahap dikembangkan menjadi pabrik baterai litium melalui transfer teknologi dan melibatkan investor lokal. Pembuatan baterai litium diprioritaskan untuk kendaraan berbasis elektrik berupa sepeda motor, transportasi publik, dan mobil listrik.

 

Pembuatan sepeda motor listrik dalam negeri sudah dimulai tahun ini, yakni sepeda motor listrik Gesits. Dengan potensi bahan baku yang tersedia, pembangunan pabrik sepeda motor listrik dan mobil listrik akan dikembangkan di zona industri Karawang, Bekasi, dan Purwakarta, sedangkan produksi baterai litium di Morowali. Pemerintah sedang mempertimbangkan akan memanfaatkan lahan eks Texmaco.

Gesits diproduksi PT Wijaya Manufacturing (PT Wima), perusahaan patungan PT Wijaya Karya Industri dan Konstruksi (WIKON) dan PT Gesits Technologies Indo (GTI). Pabrik itu berada di kawasan industri PT WIKA di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.

Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengemukakan, berkisar 40-60 persen harga mobil listrik berasal dari komponen harga baterai litium. Dengan mengambil bagian sebagai pemasok bahan baku baterai litium, Indonesia akan mengambil bagian dalam rantai suplai global kendaraan sepeda motor listrik.

Ridwan menambahkan, produsen sepeda motor listrik tersebut siap memasok 100.000 unit per tahun. Sementara itu, beberapa perusahaan sudah menyatakan siap memproduksi mobil listrik.

Menurut Luhut, pembuatan mobil listrik sedang dijajaki dengan beberapa produsen, di antaranya perusahaan mobil Hyundai asal Korea Selatan. Pengembangan mobil listrik dalam negeri ditargetkan 5 tahun mendatang.
”Untuk APBN tahun depan, dana yang dialokasikan untuk membeli sepeda motor dapat ditujukan untuk sepeda motor listrik sehingga (menciptakan) captive market dan mengurangi impor,” katanya.

Dari kawasan IMIP, pihaknya juga menargetkan Indonesia mampu menjadi produsen besi tanpa karat (stainless steel) terbesar di dunia dengan produksi 10 juta ton per tahun. Hal ini diharapkan mendorong industri berbahan baku stainless steel untuk mengurangi impor.

Harus jelas

Pemerintah harus punya strategi yang jelas untuk mengembangkan kendaraan listrik nasional. Peta jalan kendaraan listrik dibutuhkan untuk membantu pengembangan industri pendukung dan memperkuat rantai pasok sektor ini. Di satu sisi, insentif diperlukan agar pengembangan mampu tumbuh pesat.
”Peta jalan kendaraan listrik juga menyinggung penguatan industri baterai di dalam negeri. Tentu saja memerlukan insentif agar pengembangan kendaraan listrik bertumbuh pesat,” Direktur Eksekutif Institute for Essential Services (IESR) Fabby Tumiwa, Senin (14/1/2019), di Jakarta.
Pemerintah, menurut Fabby, harus mampu memberikan jaminan kepada industri kendaraan listrik bahwa produk mereka akan terserap oleh pasar. Salah satu caranya adalah memberikan potongan harga atau potongan pajak kendaraan seperti yang diterapkan di China. Selain itu, pemerintah juga dapat mewajibkan instansi pemerintahan atau kantor BUMN menggunakan kendaraan listrik.
Di dalam negeri, pengembangan produksi baterai kendaraan listrik sedang dirancang oleh PT Pertamina (Persero). Dalam proyek uji coba yang melibatkan perguruan tinggi, Pertamina sudah berhasil memproduksi baterai untuk sepeda motor listrik. Hanya belum ada rencana pengembangan berskala massal.
”Kami juga menyiapkan proyek percontohan pembangunan stasiun pengisian baterai umum untuk masyarakat,” kata Senior Vice President Research and Technology Center Pertamina Herutama Trikoranto pada acara Pertamina Energy Forum di Jakarta akhir 2018.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, tahun 2025 ditargetkan sudah dikembangkan kendaraan listrik roda empat sebanyak 2.200 unit, sedangkan roda dua sebanyak 2,1 juta unit. Pemerintah juga akan menyiapkan kebijakan insentif fiskal untuk industri pengembang kendaraan listrik di dalam negeri.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Mobil listrik Toyota Prius jenis hibrida dan Plug-in Hybrid yang akan diserahkan kepada enam perguruan tinggi negeri oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono di Kementerian Perindustrian Jakarta, Rabu (4/7/2018). Kementerian Perindustrian menggandeng Toyota Indonesia dan enam perguruan tinggi negeri untuk bersama melakukan riset dan studi secara komprehensif tentang penahapan teknologi kendaraan listrik di dalam negeri.
Mendukung
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara mengatakan, arah pengembangannya bertahap mulai komponen baterai, baterai, dan suku cadang lain. Penguasaan teknologi baterai merupakan salah satu kunci pengembangan kendaraan listrik. Riset untuk menghasilkan baterai yang efisien dan kompetitif.
Kemenperin mencatat, berdasarkan peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, ditargetkan pada tahun 2025 mendatang sebanyak 20 persen dari total produksi kendaraan di Indonesia berbasis elektrik. Making Indonesia 4.0 pun menargetkan, pada 2030 Indonesia menjadi basis produksi kendaraan jenis mesin pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE) atau electrified vehicle baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Kemampuan industri nasional dalam memproduksi bahan baku dan komponen utama serta optimalisasi produktivitas sepanjang rantai nilai industri mendukung hal tersebut. Menurut Ngakan investor akan melihat peluang bisnis termasuk keseriusan pemerintah membangun ekosistem bagi kendaraan listrik.
Jumlah komponen di kendaraan listrik lebih sedikit dibandingkan dengan kendaraan konvensional. ”Tentu akan ada masa transisi. Kami pun akan mendorong IKM (industri kecil menengah) komponen otomotif agar juga menguasai pembuatan suku cadang kendaraan listrik,” kata Ngakan.
Sumber:

Share on :