Banyak Tantangan, Pengembangan Energi Terbarukan Lambat

JAKARTA – Program pengembangan kelistrikan tahun depan diperkirakan masih akan dihadapkan sejumlah tantangan. Salah satunya di sektor energi baru terbarukan (EBT) yang diprediksi sulit mencapai target akibat kebijakan kerap berubah.

Pemerintah telah menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Namun, progres pengembangan EBT hingga saat ini dinilai masih lambat. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, melihat realisasi bauran EBT pada tahun lalu yang hanya 6% dan tahun ini di kisaran 7%, akan berat mencapai target seperti yang ditetapkan pemerintah.

”Dinamika kebijakan EBT ini cepat sekali. Tahun ini saja terdapat perubahan kebijakan pemerintah yang dampaknya tidak selalu positif bagi pengembang energi terbarukan,” ujar Fabby di sela-sela Indonesia Clean Energy Outlook 2018 & Stakeholder Dialogue di Jakarta, kemarin. Berdasarkan catatan IESR, sepanjang tahun ini terdapat 16 aturan, baik berupa peraturan menteri maupun perpres terkait EBT. Kebijakan tersebut terkait penetapan tarif tenaga listrik, pokok-pokok perjanjian jual beli listrik, dan pemanfaatan energi terbarukan.

Kendati dari sisi kebijakan banyak mengalami perubahan, tapi IESR mengapresiasi sejumlah keberhasilan di sektor kelistrikan seperti terkait rasio elektifikasi yang meningkat signifikan. Menurut dia, rasio elektifikasi sudah sejalan dengan target pemerintah tahun 2019 yang ditargetkan 97%. Adapun berdasarkan data PT PLN (Persero) rasio elektrifikasi sepanjang 2017 telah mencapai 93,08% atau lebih tinggi dibandingkan target 92,75%. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana mengatakan, banyaknya perubahan kebijakan terkait pengembangan EBT merupakan upaya merespons masukan dari para pemangku kepentingan.

”Semua kerangka kebijakan EBT pada prinsipnya untuk ketahanan energi. Kalaupun ada ketidaksamaan visi, kami harus mengambil jalan tengahnya,” ujar Rida. Dia menambahkan, saat ini pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla menekankan pada pemerataan dan keadilan energi bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya diterjemahkan melalui penyediaan listrik dengan harga terjangkau terutama di daerah timur Indonesia. ”PR-nya adalah bagaimana kesejahteraan meningkat harga listrik bisa turun,” ujar dia.

Sementara itu, Kepala Divisi EBT PLN Tohari Hadiat mengatakan, PLN selaku perusahaan listrik milik negara terus berupaya meningkatkan kontribusi dalam mengembangkan EBT. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017–2026, PLN ditargetkan membangun 21.000 MW dari pembangkit EBT. ”Setiap tahun kita targetkan membangun 2.000 MW, namun untuk di awal-awal kita akan bangun 500 MW,” ujar dia.

Sumber: okezone.com.

Share on :