IESR-Publikasi-Cover-small

Potensi Penurunan Emisi Indonesia Melalui Perubahan Gaya Hidup Individu

Bagian Satu: Latar Belakang

Perubahan iklim telah menjadi sebuah fenomena yang banyak dibicarakan di beberapa dekade terakhir. Pembicaraan pun tidak hanya berkisar pada perdebatan yang terjadi di kalangan nasional dan internasional, namun juga di kalangan individual. Hal ini disebabkan karena perubahan iklim sudah terjadi dimana-mana dan dialami para individu. Contoh saja terjadinya perubahan cuaca ekstrim yang terjadi di Indonesia baik daerah perkotaan maupun perdesaan; angin kencang, hujan dengan frekuensi dan intensitas yang tidak tentu. Ketidaksiapan infrastruktur suatu kota atau negara untuk mengakomodir cuaca ekstrim ini, bisa berujung pada banjir. Perubahan cuaca ekstrim pun dapat berakibat pada gagal panen, karena laju penguapan air yang sangat cepat akibat naiknya temperatur. Seluruh bencana ini, bukan hanya dirasakan oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah saja, namun dirasakan juga oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.

Gas rumah kaca merupakan gas-gas yang dikatakan menjadi penyebab dari perubahan iklim ini. Bukan hanya dihasilkan oleh alam (seperti berasal dari letusan gunung berapi), namun gas rumah kaca juga dihasilkan oleh kegiatan manusia. Bahkan, laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menyatakan bahwa kegiatan manusia lah yang mempercepat kenaikan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir. Akumulasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir menyebabkan panas berlebih diserap oleh gas rumah kaca di atmosfir. Kelebihan panas yang terperangkap inilah yang kemudian menyebabkan temperatur bumi meningkat. Temperatur yang berubah ini dapat mempengaruhi variabel-variabel cuaca yang ada, seperti kekuatan angin dan intensitas hujan.

Itu sebabnya, perihal perubahan iklim tidak akan pernah lepas kaitannya dari aktivitas manusia, yang terbukti meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir dan berkontribusi pada terjadinya pemanasan global yang berujung dengan perubahan iklim.

Banyak dari individu saat ini yang tergerak untuk berbuat sesuatu bagi bumi. Walau mengetahui
bahwa emisi yang dihasilkan oleh manusia berkontribusi pada perubahan iklim, kebanyakan tidak
mengetahui seberapa besar emisi yang telah mereka hasilkan dalam aktivitas sehari-hari. Pemikiran tersebut mendorong IESR untuk mengembangkan Kalkulator Jejak Karbon, yang diharapkan akan membantu para individu Indonesia dalam mengukur kontribusi individu kepada bumi dalam satuan emisi karbon, gram CO2-ekivalen/kapita/hari.

Lingkup Kajian

Laporan keempat dari IPCC menyatakan bahwa gaya hidup manusia di bumi, memiliki kontribusi yang sangat signifikan bagi pemanasan global (akurasi tinggi, data mendukung di tingkat medium). Namun, hingga kini, mayoritas kajian yang dilakukan hanya berkisar pada kegiatan pengurangan gas rumah kaca dari sumber (mitigasi) perubahan iklim lebih terarah pada kegiatan-kegiatan yang menghasilkan emisi gas rumah kaca hingga puluhan ribu ton karbon dioksida-ekivalen; dengan kata lain, skala industri. Padahal, pola hidup masyarakat akan menentukan jumlah barang yang dikonsumsi, jumlah kertas yang digunakan, jumlah listrik yang digunakan serta macam-macam alat transportasi yang ditumpangi. Faktanya, semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi seseorang, seperti yang ditunjukkan pada Bagan 1.

Bagan 1 di atas menjelaskan bahwa semakin sering atau banyak barang yang kita konsumsi, akan semakin meningkatkan kebutuhan energi (terutama untuk barang-barang yang untuk operasionalnya memerlukan bantuan listrik) pada saat penggunaannya, dan juga pada saat pembuatan barang-barang itu sendiri. Semakin tinggi kebutuhannya, maka ketersediaan energi Indonesia juga akan semakin berkurang. Belum lagi untuk produksi listrik, seperti di Indonesia yang masih didominasi oleh pembangkit bertenaga bahan bakar fosil seperti diesel dan batu bara, yang tentunya akan menghasilkan emisi karbondioksida. Itu sebabnya, gaya hidup berkontribusi pada emisi gas rumah kaca yang dihasilkan per individu. Sayangnya, masing-masing individu seringkali tidak mengetahui berapa banyak gas rumah kaca yang mereka hasilkan dalam setiap kegiatan mereka sehari-hari mulai dari penggunaan beberapa produk, penggunaan listrik, maupun alat transportasi.

Bagian Dua: Indonesia dan Emisi Gas Rumah Kaca

Isu perubahan iklim bukanlah suatu hal yang baru bagi Indonesia. Di tahun 1994, Indonesia res-
mi meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change) dengan menerbitkan Undang-Undang No. 6 tahun 1994. Di tahun 2004, Indonesia pun meratifikasi Kyoto Protokol sebagai kelanjutannya. Semenjak itu, aktivitas Indonesia dalam mendukung aksi nyata untuk mengendalikan laju perubahan iklim, semakin meluas. Belum lagi dengan diadakannya Pertemuan antar Pihak (Conference of Parties) 13 di Bali pada tahun 2007 lalu, dimana Bali Action Plan diadopsi dan menjadi acuan hingga saat ini.

Di level nasional, beberapa dokumen yang dikeluarkan oleh Indonesia sebagai pegangan departe-
men dan kementrian pun mulai disosialisasikan. Mulai dari identifikasi potensi penurunan emisi, sampai kepada rancangan kebijakan yang akan digunakan oleh Indonesia untuk menurunkan emisi dalam negeri. Salah satu dokumen yang dikeluarkan oleh Indonesia, Second National Communication, menyatakan bahwa emisi nasional Indonesia di tahun 2000 mencapai 556,499 Ggram CO2 ekivalen. Emisi ini berasal dari seluruh sektor kecuali LULUCF (Land Use, Land Use Change and Forestry) dan lahan gambut.

Second National Communication1 juga menyebutkan bahwa emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar fosil dari tahun 2000-2005, naik hingga 6,4% per tahunnya. Sumber bahan bakar utama dari kat-
egori emisi ini berasal dari listrik, penyulingan minyak bumi dan gas (35%); transportasi (23%); permukiman (9%) dan industri manufaktur serta konstruksi (27%). Di tahun 2000, emisi gas rumah kaca melalui pembakaran bahan bakar fosil beranjak dari 240,877 Ggram di tahun 2000 sampai 333,438 Ggram di tahun 2005.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Second National Communication, dapat dikatakan bahwa emisi nasional Indonesia di tahun 2005 mencapai 1,13 kg CO2-ek/kapita/hari (1130 gCO2-ek/kapita/hari) atau 411,33 kgCO2-ek/kapita/tahun (0,411 ton CO2-ek/kapita/tahun).

Kontribusi Masyarakat Rendah Karbon

Laporan keempat dari IPCC kelompok kerja Mitigasi di tahun 2007 menyatakan, bahwa perubahan
pola hidup masyarakat berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca di bumi. Laporan yang sama juga menyatakan, bahwa fakta ini memiliki signifikansi yang tinggi (high significancy) walaupun dengan bukti yang masih medium (medium evidence).

Pernyataan tersebut, menjadi basis berpikir IESR, bahwa masyarakat secara individu dapat berkontribusi positif pada penurunan emisi gas rumah kaca. Lagipula, laju pertambangan batu bara, minyak dan gas bumi, sebenarnya disebabkan oleh adanya permintaan energi dari masyarakat. Permintaan energi ini bisa dari berbagai macam kalangan; industri, rumah tangga, atau yang lainnya. Permintaan energi ini tentu saja dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat. Apabila masyarakat memiliki sifat konsumtif, maka tentu saja energi yang diperlukan akan semakin tinggi. Namun, bila masyarakat bisa mengendalikan gaya hidup mereka yang konsumtif, tentu saja energi yang diperlukan untuk memproduksi barang yang mereka perlukan akan semakin sedikit. Melalui pola berpikir inilah, IESR kemudian menggalakkan kampanye masyarakat rendah karbon.

Dalam perwujudannya, IESR mengembangkan Kalkulator Jejak Karbon yang tujuannya dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai ramah-tidaknya gaya hidup yang saat ini mereka jalani, terhadap konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir.

Kalkulator Jejak Karbon

Di tahun 2010, IESR mengembangkan sebuah peranti untuk menghitung jejak karbon individu yang dihasilkan dari kegiatan individu per harinya. Seiring dengan peningkatan pengetahuan dan kesadaran dari para pengguna, diharapkan para pengguna akan menurunkan emisinya dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan aktivitas-aktivitas yang menurut mereka tidak terlalu signifikan. Kalkulator jejak karbon akan dibuat dalam beberapa versi, yang mana masing-masing versi memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri. Walau demikian, alat ini cukup ringkas, untuk digunakan oleh semua orang dengan berbagai latar belakang.

Kalkulator Jejak Karbon ini menghitung kekuatan dari masing-masing gas rumah kaca yang dihasilkan dalam masing-masing kegiatan. Sehingga, satuan yang digunakan dalam kalkulator jejak karbon ini adalah gram karbondioksida ekivalen per hari (gCO2-ek/hari) untuk analisis per individu. Satuan ini digunakan untuk menunjukkan jumlah emisi yang dihasilkan dalam figur karbondioksida. Hal ini akan dijelaskan pada keterangan di bawah ini.

Lingkup Karbon Kalkulator

Gas Rumah Kaca yang Diperhitungkan

Formulasi karbon kalkulator ini memperhitungkan beberapa gas rumah kaca yang dihasilkan oleh
individu. Gas-gas rumah kaca yang diperhitungkan sesuai dengan yang tercantum pada Annex A dari Kyoto Protocol, yaitu Karbon Dioksida (CO2), Metana (CH4), Dinitro Oksida (N2O), seluruh bentuk Hidroflorokarbon (HFCs), seluruh bentuk Perflorokarbon (PFCs) serta Sulfur Heksaflorida (SF6).

Gas-gas rumah kaca ini memiliki kekuatan sendiri yang dibandingkan dengan kekuatan dari CO2, yang disebut sebagai Potensi Pemanasan Global (Global Warming Potential). Kekuatan dari masing-masing gas rumah kaca tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut.

Hal ini berarti, untuk 1 ton CH4, kekuatan destruktif yang diakibatkan akan mencapai 56 kali dari
kekuatan destruktif dari 1 ton CO2.

Aktivitas yang Tercakup dalam Kalkulator Jejak Karbon

Dalam pembuatannya, kalkulator jejak karbon yang dikembangkan oleh IESR di tahun 2010 merupakan sebuah kalkulator sederhana yang mencakup beberapa aktivitas sebagai berikut:

1.Penggunaan listrik di rumah. Penggunaan listrik di rumah dijabarkan menjadi:
a. Penggunaan lampu
b. Penggunaan alat-alat elektronik lainnya, seperti:

  • Pemakaian televisi (CRT 21”)
  • Pemakaian televisi (LCD 32”)
  • Pemakaian DVD PlayerPemakaian Rice Cooker
  • Pemakaian Kipas Angin
  • Pemakaian Laptop
  • Pemakaian Charger handphone
  • Pemakaian setrika
  • Pemakaian pendingin ruangan (AC dengan daya 1 pk)
  • Pemakaian pengering rambut (hair dryer)
  • Penggunaan playstation PS2
  • Pemakaian Xbox 360
  • Pemakaian Stereo Tape/Radio

2. Penggunaan Air Minum dalam Kemasan

3. Jumlah sampah organik yang dihasilkan

4. Mengurangi penggunaan kertas

5. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi

Sasaran Pengguna Kalkulator Jejak karbon

IESR juga menetapkan sasaran para pengguna KJK ini, yang dibagi dalam beberapa kategori, menurut wilayah, rentang umur, pekerjaan, dan jenis kelamin. Data yang akan diperoleh kemudian akan  dianalisa menurut pembagian kategori di atas. Dari pembagian tersebut, diharapkan akan dapat diketahui pola hidup masyarakat Indonesia berdasarkan kategori-kategori tersebut. Berikut adalah penjabaran secara rinci dari sasaran pengguna kalkulator jejak karbon yang telah disebut:
1. Berdasarkan wilayah. Wilayah-wilayah yang tercakup meliputi:
a. DKI Jakarta
b. Jawa Barat
c. Banten
d. Jawa Tengah
e. Jawa Timur
f. Sumatera
g. Kalimantan
h. Sulawesi
i. D.I. Yogyakarta
j. Lainnya (Bali, Nusa Tenggara, Papua, Papua Barat)

2. Berdasarkan jenis kelamin
a. Perempuan
b. Laki-laki
3. Berdasarkan rentang umur
a. Kurang dari 18 tahun
b. 18 – 25 tahun
c. 25 – 35 tahun
d. 35 – 45 tahun
e. Lebih dari 45 tahun
4. Berdasarkan pekerjaan
a. Mahasiswa
b. Pelajar
c. Swasta
d. NGO/LSM
e. Pegawai negeri (PNS)
f. Pekerja domestik
g. Ibu/Bapak Rumah Tangga
h. Lainnya (tidak dispesifikasi)

Keterbatasan Kalkulator Jejak Karbon

Kalkulator Jejak Karbon versi 1 yang dikembangkan oleh IESR masih memiliki beberapa keterbatasan. Diantaranya adalah kalkulator ini hanya menghitung jumlah emisi dari penggunaan listrik dengan faktor emisi dari wilayah Jawa-Madura-Bali (Jamali). Padahal, faktor emisi dari penggunaan listrik untuk masing-masing wilayah di Indonesia berbeda-beda.

Kalkulator ini juga masih menghitung penggunaan kendaraan bermotor berupa mobil saja. Padahal, emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor akan berbeda-beda, tergantung dari tahun produksi kendaraan dan juga jenis kendaraannya (kendaraan bermotor roda dua dan kendaraan bermoto roda empat). Bukan hanya itu, penggunaan bahan bakar berupa bensin dan solar pun, akan mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan.

Beberapa fasilitas atau barang yang anda gunakan bersama, sering sekali susah menghitungnya. Hal ini juga tidak diakomodasi oleh Kalkulator Jejak Karbon. Karena memang peruntunkan peranti ini, hanya untuk penggunaan pribadi. Akurasi dari perhitungan jejak karbon per individu akan cukup rendah apabila barang tersebut merupakan barang-barang yang digunakan bersama; misalnya: rice cooker, kipas angin, dan pendingin ruangan. Namun, kalkulator jejak karbon ini tetap dapat digunakan untuk menghitung emisi gas rumah kaca sebagai gambaran dasar bagi si pengisi Kalkulator Jejak Karbon.

Bagian Tiga: Hasil Kalkulator Jejak Karbon

Hasil kalkulator jejak karbon versi pertama merupakan hasil pengisian dari bulan April 2010 (waktu dimana kalkulator jejak karbon ini diluncurkan) hingga Desember 2010 (waktu dimana kalkulator jejak karbon versi satu telah selesai masa berlakunya). Hasil dari kalkulator jejak karbon ini kemudian diolah untuk memperoleh data emisi berdasarkan propinsi, rentang umur, pekerjaan dan jenis kelamin.

Data Screening

Walau demikian, tidak semua data digunakan untuk mendapatkan profil emisi berdasarkan propinsi, umur, profesi dan jenis kelamin. Hal ini disebabkan karena beberapa hal:

  1. Dari seluruh data yang terekam dalam database, banyak entry yang lebih dari satu, namun atas nama yang sama. Data-data ini kemudian diseleksi, dengan pertimbangan mengambil angka emisi yang paling tinggi untuk memberikan gambaran yang emisi maksimum yang mungkin dihasilkan oleh individu.
  2. Banyak input yang tidak logis. Tidak logis disini berarti, ada angka-angka yang berada
    jauh dari maksimumnya. Misalnya, penggunaan listrik dalam sehari, untuk sebuah lampu
    berkekuatan 10 W dengan waktu 24 jam, adalah 214 gram CO2. Namun, beberapa input
    data bisa membengkak hingga mencapai puluhan ribu gram CO2. Padahal, penggunaan
    lampu dengan daya yang sama selama 3 -4 hari, hanyalah mencapai 891 gramCO2. Oleh
    karena itu, dalam metode analisa, metode manual data screening diberlakukan. Pemilihan
    data ini dilakukan secara ‘expert judgement’ yang didukung dengan menggunakan carbon
    wheel (2).

Asumsi angka maksimum yang digunakan pada saat proses pemilihan input dapat dilihat di Tabel 2
berikut.

Pengisi Carbon Calculator

Carbon Calculator yang telah diluncurkan oleh IESR telah digunakan oleh berbagai kalangan
masyarakat yang ditunjukkan oleh Bagan 3 berikut.

Diagram di atas menunjukkan komposisi pengisi carbon calculator per propinsi. Namun, untuk luar
Jawa, data pengisi carbon calculator dikumpulkan dalam lingkup pulau, karena untuk menganalisa
data per propinsi, jumlah data yang terkumpul untuk masing-masing propinsi tidak memadai.
Keragaman data yang diperoleh dimungkinkan oleh beberapa hal:

  1. Seluruh pulau di Indonesia memiliki representasinya sendiri, dikarenakan adanya media  coverage saat peluncuran kalkulator jejak karbon, sehingga informasi yang diperoleh oleh masyarakat di seluruh Indonesia dapat menjangkau. Ini juga dipengaruhi oleh versi yang berbasis online, dimana dapat diakses oleh semua orang, walaupun tidak dapat sebanyak jumlah sample di Jakarta atau Jawa Barat.
  2. Terjadi perbedaan komposisi yang sangat jauh antara pengisi di wilayah Jawa dengan pengisi di wilayah lainnya. Hal ini dimungkinkan karena IESR belum dapat melakukan peluncuran Kalkulator Jejak Karbon di berbagai wilayah di Indonesia; terutama di pulau-pulau lain selain Pulau Jawa.

Data-data yang diterima oleh IESR juga dikelompokkan berdasarkan umur dan profesi/pekerjaan mereka masing-masing. Sangat menarik saat mengetahui, bahwa pengguna carbon calculator terbanyak adalah mereka yang berada di dalam rentang umur 18 – 25 tahun, yang merupakan usia produktif (mayoritas di bangku kuliah). Hal ini dimungkinkan karena pengetahuan mengenai perubahan iklim telah banyak menyentuh tataran rentang usia ini. Walau demikian, metode verifikasi lanjutan akan diperlukan untuk mengetahui bagaimana kelompok umur ini mendapatkan informasi mengenai penghitungan jejak karbon secara individu dan apa yang membuat mereka tertarik untuk menghitungnya.

Salah satu kemungkinan kalkulator jejak karbon ini digunakan pada rentang umur tersebut (18 – 25 tahun) adalah adanya referensi pendidikan yang diterapkan di salah satu perguruan tinggi, untuk menggunakan alat ini sebagai alat bantu belajar.

Dilihat berdasarkan profesi, ternyata para pengisi carbon calculator kebanyakan adalah mahasiswa, menyusul setelahnya adalah kaum pelajar dan swasta. Cukup menarik untuk melihat komposisi ini, karena ternyata isu mengenai perubahan iklim dan emisi lebih banyak menyentuh para mahasiswa dan pelajar ketimbang pekerja. Padahal sebenarnya, perubahan iklim dan pengetahuan mengenai emisi sudah sepantasnya diketahui dan dikuasai oleh para pekerja swasta, sebagai bagian dari kebijakan perusahaan terhadap kontribusinya bagi masyarakat di dalam perusahaan dan juga di luar perusahaan dalam membangun image ‘green’.

Komposisi antara perempuan dan laki-laki juga dapat diketahui dari pengisian carbon calculator yang
lalu. Pengisi perempuan dan laki-laki hampir sama, seperti yang ditunjukkan oleh Bagan 5. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai perubahan iklim untuk laki-laki dan perempuan memiliki porsi yang sama. Juga ketertarikan mereka akan isu perubahan iklim pun memiliki porsi yang sama. Fakta ini juga memberikan gambaran kepada IESR, bahwa dilihat dari sisi gender, baik laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kewaspadaan yang seimbang terhadap perubahan iklim. Diharapkan, setelah masyarakat mengetahui tentang emisi mereka masing-masing, baik jumlah laki-laki maupun perempuan yang mau dengan sukarela menurunkan emisinya, juga seimbang.

Pengolahan Data

Metode untuk mengolah data yang tersedia adalah dengan menggunakan statistik sederhana yang mencakup analisis pola distribusi data yang ada (setelah melalui proses penyaringan data), penentuan rentang data yang logis, hingga perhitungan rata-rata dari data yang sudah disaring.

Tabel berikut ini menunjukkan distribusi data emisi lampu di Jawa Timur, yang telah dikonversi dalam bentuk rentang emisi dan frekuensinya.

Tabel di atas kemudian di plot untuk dapat melihat distribusi data yang sebenarnya dari emisi
lampu di Jawa Timur, sehingga menghasilkan bagan di bawah ini.

Bagan di atas menunjukkan distribusi data emisi lampu di propinsi Jawa Timur. Data ini menunjuk-
kan bahwa, emisi kebanyakan orang di Jawa Timur cenderung ada di sebelah kiri. Itu sebabnya, rentang angka berada di titik yang keenam (di rentang 550,001 – 600). Perhitungan emisi rata-rata kemudian dihitung dari titik pertama, hingga titik keenam. Hal serupa dilakukan untuk setiap parameter yang akan di analisa.

Hasil Pengolahan Data

Data yang telah diolah dengan menggunakan metode diatas dapat diringkas dalam tabel dibawah ini:

Bagian Empat: Analisa Data Kalkulator Jejak Karbon

Sebagai keluaran dari kajian emisi melalui kegiatan Individu di Indonesia, data-data yang telah dita-
mpilkan di Boagian Empat tentang emisi rata-rata yang dihasilkan per wilayah daerah, pekerjaan, rentang umur, dan jenis kelamin, akan dianalisa berdasarkan jumlah emisi yang dikeluarkan per masing-masing kategori.

Analisis ini akan mencakup bagaimana profil emisi dari masing-masing kategori dapat mencapai angka yang ditunjukkan, dan bagaimana potensi penurunannya.

Emisi Gas Rumah Kaca untuk Wilayah

Bagan 6 adalah perbandingan emisi rata-rata dari beberapa wilayah di Indonesia. Berdasarkan bagan tersebut, dapat dilihat bahwa Jawa Barat merupakan wilayah di Indonesia yang memiliki emisi rata-rata paling tinggi, diikuti oleh Banten dan Jawa Tengah. Sedangkan emisi rata-rata DKI Jakarta malah tidak termasuk dalam tertinggi 5 besar.

 

Hal ini dimungkinkan karena, wilayah pengembangan pemukiman sudah mencapai Jawa Barat (Bekasi, Depok, Serpong) hingga Banten (Tangerang). Itu sebabnya, emisi akan besar di wilayah-wilayah tersebut. Tingginya emisi Jawa Barat juga dimungkinkan karena banyaknya kampus yang terpusat di Jawa Barat. Umumnya, mahasiswa masih menggunakan kertas untuk pembelajarannya dalam bentuk fotokopi atau cetakan presentasi bahkan submisi tugas. Namun jelas dapat dilihat, bahwa pola hidup yang berbeda-beda dalam satu wilayah akan menentukan besar emisinya dari wilayah tersebut. Pola hidup ini tentunya juga ditentukan oleh profesi mayoritas penduduknya.

Dilihat dari komposisi emisinya, emisi yang dihasilkan di Jawa Barat, banyak didominasi oleh penggunaan barang elektronik, yaitu sekitar 49% yang diikuti oleh penggunaan lampu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Barat enteng dalam menggunakan lampu. Yang harus diverifikasi adalah rentang waktu saat mereka menyalakan lampu. Apabila mereka menyalakan lampu terlalu lama, maka ada kemungkinan wilayah daerah ini belum mengenal isu penggunaan energi dengan lebih efisien.

Bagan 10 Komposisi Sumber Emisi DKI Jakarta

Walaupun Jakarta bukanlah wilayah dengan emisi gas rumah kaca yang tertinggi, namun, berdasar- kan Bagan 8, dapat dilihat bahwa emisi yang dihasilkan oleh warga Jakarta lebih banyak disebabkan oleh barang elektronik, dimana emisi dari penggunaan barang elektronik di DKI Jakarta mencapai 75,3% dari totalnya. Bagi penduduk Jakarta sendiri, penurunan emisi dapat dilakukan dengan cara mengefisiensikan penggunaan energi melalui pengaturan penggunaan alat elektronik.

Emisi Gas Rumah Kaca untuk Kategori Rentang umur

Data-data yang diperoleh oleh IESR melalui karbon kalulator versi 1 juga dianalisa berdasarkan rentang umur. Hasil yang diperoleh dapat dilihat di Bagan 9 berikut ini.

Pada analisa data diatas, untuk rentang umur 35-45 tahun, data tidak ada karena memang tidak ada pengisi yang berada di rentang umur tersebut. Grafik di atas menunjukkan bahwa rentang umur kurang dari 18 tahun memiliki emisi yang paling tinggi, diikuti oleh pengisi dengan rentang umur dari 25-35 tahun.

Berdasarkan dua bagan berikut ini (Bagan 10 dan Bagan 11), terlihat bahwa proporsi konsumsi barang elektronik, penggunaan lampu, sampah organik, kertas dan transportasi dari keduanya memiliki proporsi yang hampir sama. Keduanya hanya berbeda dalam besarannya saja. Hal ini dimungkinkan karena intensitas konsumsi dari masyarakat di rentang umur < 18 tahun lebih tinggi ketimbang dengan masyarakat yang berada di rentang umur 25 – 35 tahun.

Sebagai aksi penurunan emisi yang bisa dilakukan oleh kedua kategori ini adalah mengurangi penggunaan barang-barang elektronik semampunya; seperti mengurangi menonton TV, bermain game, atau kegiatan lainnya yang memerlukan listrik.

Emisi Gas Rumah Kaca Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan, emisi gas rumah kaca pun bisa berbeda-beda. Bukan hanya pekerja yang mobile yang bisa mengeluarkan emisi gas rumah kaca yang tinggi, namun pekerja yang ada di dalam ruangan juga demikian. Pekerja domestik sebenarnya memegang peranan yang cukup tinggi, begitu pula dengan Ibu/Bapak Rumah Tangga. Hal ini dikarenakan, mereka lah yang dapat mengawasi penggunaan listrik di dalam rumah, terutama dalam penggunaan lampu, hingga charger baterai.

Namun, mereka bisa juga menjadi pihak yang menghasilkan emisi terbanyak, karena kegiatan mereka yang ada di dalam ruangan, atau karena mereka membutuhkan pendingin ruangan.

Profil berikut menunjukkan perbedaan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya.

Profil di atas menunjukkan bahwa emisi dari pekerja domestik melampaui pekerja lainnya. Total emisi tertinggi kedua adalah mahasiswa. Walau demikian, harus diketahui bahwa jumlah data yang valid untuk diperhitungkan di kategori Pekerja Domestik, sebenarnya kurang memadai. Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 9 data input, hanya 2 data yang bisa digunakan.

Dari Tabel 5 dapat dilihat juga bahwa mayoritas data berbentuk NaN (Not a Number). Angka dengan bentuk NaN umumnya dihasilkan karena terdapat kesalahan teknis dalam pengisian, yang umumnya disebabkan karena adanya operasi yang invalid (seperti akar dari -1, pembagian angka tak hingga dengan tak hingga, dan lainnya yang sejenis). Keluarnya angka dalam bentuk ini ada kaitannya dengan masalah teknis dari Kalkulator Jejak Karbon itu sendiri.

Walau demikian, analisis masih dapat dilakukan untuk emisi rata-rata dari kegiatan yang dilakukan.

 

Perbandingan dari dua bagan di atas menunjukkan bahwa mahasiswa memang mengkonsumsi ker-
tas cukup banyak dibandingkan dengan pekerja domestik. Kemungkinan hal ini disebabkan karena kebutuhan kuliah yang masih menuntut penggunaan kertas. Walau demikian kontrbusi barang elektronik bagi mahasiswa tidak boleh dilewatkan; karena mahasiswa di jaman kini lebih banyak berinteraksi dengan laptop, entah sebagai media untuk mengerjakan tugas atau untuk mencari informasi melalui internet.

Untuk mengurangi emisi dari kedua pekerjaan ini, pastinya penggunaan listrik harus dikurangi, dan untuk mahasiswa, penggunaan kertas sebagai lembar kerja mahasiswa dapat diganti dengan sarana laptop. Walau demikian, apabila terjadi kebijakan seperti atas, potensi akan ada untuk mengurangi tontonan TV atau konsumsi peralatan elektronik lainnya. Namun, apabila mahasiswa berpindah dari kertas ke laptop, pastinya emisi dari penggunaan listrik untuk barang-barang elektronik meningkat. Hal ini harus dijadikan pertimbangan hingga akhirnya dapat ditemukan jalan tengahnya.

Emisi dari penggunaan listrik untuk pekerja domestik sendiri, dapat dikendalikan dengan cara menanamkan pola penggunaan listrik yang efisien. Itu sebabnya, sosialisasi dan peningkatan kapasitas mengenai pentingnya efisiensi energi, harus dilakukan.

Emisi Gas Rumah Kaca per Jenis Kelamin

Gaya hidup berdasarkan jenis kelamin juga cukup berbeda. Dari segi perawatan pribadi misalnya, perempuan memiliki frekuensi tinggi dalam menggunakan pengering rambut ketimbang laki-laki. Namun mungkin, laki-laki lebih banyak menggunakan alat elektronik seperti PSP, atau alat elektronik lainnya. Bagan berikut menunjukkan perbandingan antara emisi perempuan dan laki-laki.

Dilihat dari bagan di atas, ternyata emisi laki-laki lebih besar dari pada perempuan (laki-laki 13580 gram CO2-ek/cap/hari, sedangkan perempuan 10401,3 gram CO2-ek/cap/hari).

 

Komposisi emisi laki-laki dan perempuan pada dasarnya memiliki proporsi yang mirip, dimana penggunaan barang elektronik mendominasi emisi laki-laki dan perempuan. Penggunaan barang elektronik laki-laki ternyata lebih banyak ketimbang perempuan; demikian pula dengan konsumsi lainnya. Secara keseluruhan, menurut kedua bagan ini, laki-laki ternyata memiliki gaya hidup yang lebih konsumtif daripada perempuan.
Kontribusi yang dapat dilakukan oleh keduanya tentu saja adalah mengurangi penggunaan listrik yang kaitannya terhadap barang elektronik.

Bagian Lima: Kesimpulan

Berdasarkan studi literatur dan juga perbandingan data yang langsung diambil dari masyarakat, emisi dari area residential (pemukiman) dan transportasi memiliki peran yang cukup penting; terlebih lagi penggunaan listrik di dalam rumah yang dalam carbon calculator IESR, diwakilkan dengan penyalaan lampu dan juga penggunaan alat elektronik yang lainnya. Apabila masyarakat Indonesia dapat mengontrol penggunaan listrik pribadi mereka di rumah, terutama untuk penggunaan alat elektronik, penurunan emisi dapat dilakukan secara signifikan.

Carbon Calculator yang dibuat oleh IESR untuk lingkup peralatan elektronik, meliputi jenis barang
elektronik yang umumnya digunakan untuk kebutuhan tersier, atau untuk menyokong gaya hidup.
Oleh karena itu, peralihan gaya hidup akan sangat berpengaruh pada pengurangan emisi di dunia ini. Hal ini dapat dimulai dari pembatasan penggunaan barang elektronik yang tidak termasuk dalam kebutuhan utama.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa:

1. Gaya hidup masyarakat Indonesia yang banyak menggunakan barang elektronik, dapat memberikan kontribusi pada perubahan iklim. Masyarakat Indonesia mungkin harus mengurangi penggunaan barang-barang elektronik, sebagai barang-barang yang paling banyak menghasilkan emisi.

2. Peningkatan kapasitas bagi masyarakat Indonesia mengenai pentingnya untuk menata ulang gaya hidup masing-masing adalah perlu. Itu sebabnya, sosialisasi mengenai perubahan iklim dan bagaimana masing-masing individu dapat berperan aktif, sangat diperlukan.

3. Dilihat dari banyaknya konsumsi listrik untuk barang-barang elektronik, peningkatan kapasitas masyarakat tentang pentingnya melakukan efisiensi energi di dalam lingkungan rumah dan kerjanya sangat diperlukan.

Reference

Fourth Assessment Report of IPCC, Working Group III, 2007
Second National Communication Indonesia, 2010