Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah menargetkan pada 2025 porsi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional di Indonesia mencapai 23 persen. Target ini sesuai dengan komitmen pemerintah dalam Paris Agreement tahun 2015.
Tapi, hingga saat ini porsi EBT baru mencapai angka 13 persen. Meski masih ada waktu 7 tahun lagi untuk mengejar target energi terbarukan 23 persen, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengaku pesimis hal itu bisa terkejar. Dia pun menurunkan target bauran energi terbarukan pada 2025 menjadi 20 persen.
“Ya kira-kira begitu. Saya khawatir enggak bisa capai 23 persen (pada 2025). Ini yang belum tentu 23 persen bauran energi di 2025, mungkin kita coba sampai 20 persen kurang lebih,” kata Jonan usai memberikan sambutan dalam acara Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (15/11).
Jonan menjelaskan, ada beberapa alasan yang membuat target energi terbarukan 2025 turun. “Pertama, mengenai nilai investasinya. Apa ini bisa memberikan dampak yang serius terhadap kenaikan listrik,” ujarnya.
Yang kedua, di sektor transportasi, kata Jonan, sulit mendorong penggunaan bioetanol karena kurangnya pasokan bahan baku.
“Seperti tebu, bersaingan dengan konsumsi manusia. Ketela pohon dan nira juga sama. Memang skala kecil bisa (direalisasikan) tapi coba skala nasional, mana bisa sampai sekarang lho ya,” jelasnya lagi.
Karena itu, dia mendorong industri pertanian menanam ketela dalam skala jutaan hektare agar bisa dikonversi jadi etanol.
Hingga saat ini, porsi EBT di sektor ketenagalistrikan baru mencapai 13 persen, sementara di transportasi mencapai 12-13 persen karena ada perluasan program mandatori biodisesl 20 persen atau B20.
Meski target bauran energi terbarukan 23 persen diturunkan menjadi 20 persen di 2025, pemerintah tetap melakukan sejumlah upaya
Pengembangan EBT terutama dilakukan dengan terus meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Kata Jonan, mungkin dalam 7 tahun porsi EBT bisa bertambah 2 persen dari pengembangan panas bumi. Sebab, banyak PLTP baru di berbagai daerah, meski banyak yang kapasitasnya kecil.
Selain itu, pemanfaatan energi air dan mikro hidro juga digenjot. Walaupun kapasitas pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH) kecil-kecil, tapi total kapasitasnya cukup signifikan.
“Yang (PLTA) besar-besar juga, saya dengar PLN sekarang tanda tangan. Ini diharapkan bisa tambah bauran energi,” ucapnya.
Potensi EBT lain yang juga diandalkan untuk mengejar target adalah energi surya. Saat ini Kementerian ESDM sedang menyiapkan aturan untuk mendorong penggunaan panel surya atap (solar PV).
“Memang terus terang masih kurang. Kan ini negara tropis, masa kurang sih PLTS-nya? Ini mau dikeluarkan peraturan ini untuk setiap rumah pasang solar PV. Jadi nanti ekspor impor ke dan dari PLN,” tutupnya.
Sumber Kumparan.com