Perundingan di Bonn telah berakhir. Banyak negara yang menyatakan kekecewaannya, lantaran di pertemuan pertama ADP, perdebatan prosedural mendominasi. Padahal sesi interssional berikutnya, yang rencananya akan dilaksanakan pada akhir Agustus di Bangkok nanti, belum tentu dapat dilakukan karena keterbatasan dana. Walau demikian, setidaknya permasalahan prosedural tersebut telah selesai; ADP telah memiliki 2 co-chair yang akan memimpin bersama-sama untuk tahun ini dan periode tahun yang akan datang. Agenda ADP pun telah disepakati.
Berikut adalah beberapa gambar yang merekam apa yang terjadi selama di Bonn.
Foto 1: salah satu yang diperjuangkan oleh negara-negara berkembang untuk tetap diperhitungkan dalam setiap aspek, adalah prinsip equity. Semenjak Durban, prinsip Equity ini kembali ‘diperkenalkan’ sebagai Equitable Access to Sustainable Development. YOUNGOs, yang adalah kumpulan anak-anak muda, memasang placard di pelataran Maritim, untuk mengingatkan pada para negosiator mengenai prinsip Equity dalam setiap proses pengambilan keputusan untuk melakukan intervensi.
Foto 2: hal yang paling menjadi masalah adalah mengenai upaya penurunan emisi. QELROs dari negara-negara maju sangat penting untuk masa depan Protokol Kyoto. Bukan itu saja, tapi, upaya peningkatan ambisi dari negara maju untuk menurunkan emisi juga merupakan agenda yang sangat penting dalam mencapai ultimate objective dari konvensi; 2 C adalah batas maksimum peningkatan temperatur rata-rata yang bisa ditolerir.
Foto 3: Kamis, 24 Mei 2012. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.30, contact group on LCA masih juga belum berakhir. Diskusi berkutat pada apakah Para Pihak setuju untuk mengadakan workshop di intersesion kedua atau tidak. Masalah ini sudah dibahas dalam informal consultations mengenai domestic MRV on NAMAs, namun ternyata diskusi kembali dibuka di Contact Group LCA. Chair LCA, Aysar Tayeb (Saudi Arabia), memanggil fasilitator yang bertanggung jawab untuk topik tersebut dan memintanya untuk memfasilitasi informal consultation mengenai hal tersebut di tempat. Contact group tidak dibubarkan oleh chair, melainkan diselesaikan hingga closing plenary, dan baru berakhir sekitar pukul 23.30.
Foto 4: Sandea de Wit, dari Afrika Selatan (tas merah), ditunjuk oleh perwakilan dari Presiden COP 17 untuk menjadi pimpinan dari Ad hoc Working Group on Durban Platform on Enhanced Action (ADP). Kepemimpinannya yang ditunjuk langsung dan bukan hasil pemilihan dari Para Pihak, menjadi masalah yang cukup besar. Saudi Arabia menyatakan keberatannya untuk mengadopsi agenda, apabila pimpinan ADP bukanlah orang yang dipilih oleh Para Pihak. Selama dua minggu perundingan, ADP berkutat pada prosedur pemilihan chair dan agenda. Ketika chair kemudian terpilih, Sandea de Wit telah membawa ADP pada pertemuan pertamanya, pada penyusunan dan pengadopsian agenda ADP yang disepakati oleh Para Pihak. Saat Sandea de Wit meninggalkan podium dari jabatan interim chair-nya, Para Pihak memberikan salutasi mereka karena upaya Sandea dalam memfasilitasi penyusunan dan pengadopsian agenda.
Foto 5: Pengaturan ‘pejabat’ ADP kemudian berubah; yang tadinya adalah chair dan co-chair, kini menjadi 2 co-chair, berasal dari Non Annex 1 dan Annex 1, serta 1 raperteur . Dr. J. Mauskar dari India terpilih menjadi co-chair untuk Non Annex 1 dan Harald Dovland menjadi co-chair untuk Annex 1. Rapporteur adalah Oleg Shamanov