Pojok Energi IESR dilaksanakan kembali pada 21 Maret 2019 di Ke:Kini Komunitas Ruang Bersama, Cikini, Jakarta. Kali ini topik yang di diskusikan adalah, Akses Energi yang Berkelanjutan Bagi Masyarakat Desa. Berikut beberapa catatan penting dari forum diskusi tersebut:
1. Sebagai negara dengan wilayah luas dan tantangan geografis yang beragam, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyediakan akses energi bagi seluruh masyarakat, terutama yang berada di kawasan perdesaan. Menurut data BPS, masih terdapat 2.281 desa yang sama sekali belum mendapatkan akses listrik hingga tahun 2018
2. Pemerintah memiliki beberapa pendekatan untuk melistriki desa: perluasan jaringan PLN, jaringan terisolasi (isolated grid), dan program pra-elektrifikasi (LTSHE). Selain tantangan geografis, keterbatasan pembiayaan pemerintah juga menjadi tantangan dalam pemerataan akses energi untuk masyarakat desa.
3. Selain itu, definisi rasio elektrifikasi dan penyediaan akses energi juga perlu ditelaah. Kualitas akses energi yang diterima masyarakat masih berbeda-beda, misalnya durasi tersedianya listrik bisa 24 jam di satu daerah namun hanya 4 jam untuk daerah lain. Pemerintah perlu membuat standar kualitas akses energi yang sama dan mendukung kegiatan produktif masyarakat di luar kebutuhan penerangan dasar. Dengan alasan ini pula, LTSHE merupakan program pra-elektrifikasi yang patut diapresiasi sebagai solusi cepat penyediaan listrik dan perlu diimbangi dengan perencanaan jangka panjang untuk meningkatkan kualitas energi yang diterima masyarakat. IESR merekomendasikan kualitas akses energi di Indonesia minimum setara dengan Tier-3 dalam Multi-tier Framework ESMAP Bank Dunia.
4. Pelibatan pihak swasta, badan usaha milik daerah, dan komunitas menjadi penting dalam percepatan penyediaan akses energi untuk desa. Pelibatan ini mensyaratkan kemudahan proses, akses pada pembiayaan berbunga rendah dan tenor panjang, peningkatan kapasitas pemerintah lokal dan komunitas, hingga pendampingan masyarakat untuk memastikan keberlanjutan.
5. Model-model bisnis penyediaan akses energi untuk perdesaan yang berhasil dari negara lain, misalnya Kenya, India dan Amerika Serikat, dapat menjadi bahan pembelajaran dan rujukan untuk pengembangan program listrik perdesaan di Indonesia.