IESR-Publikasi-Cover-small

Climate Watch Update Vol.2 : Perkembangan Perubahan Iklim International

Mengusung Issue Perubahan iklim Global

Menteri Lingkungan dan Kehutanan India, Jairam Ramesh, menyerukan adanya prinsip ekuitabel (merata dan berkeadilan) dalam segala bentuk kesepakatan perundingan perubahan iklim. Kritik tersebut dilakukan atas draf kesepakatan terbaru UNFCCC yang tidak ekuitabel dan mengakui hak atas penggunaan ruang atmosfer dalam sebuah Konferensi Internasional dengan tema Global Carbon Budgets and Equity in Climate Change”.[1] Adapun dalam forum G20, Presiden mengusulkan persoalan perubahan iklim menjadi perhatian negara-negara anggota G20 dan membentuk jaring pengamanan keuangan internasional.[2] Pada pertemuan perubahan iklim di Bonn 2-6 Agustus 2010, Indonesia lebih fokus untuk mendorong terwujudnya kesepakatan-kesepakatan bilateral sebagai upaya pengurangan emisi dalam dalam negeri karena jika menunggu kesepakat an perundingan global akan berjalan sangat lamban. Negara yang secara bilateral memiliki kerjasama dengan Indonesia adalah Norwegia, Australia dan Jepang dalam sektor kehutanan untuk pengurangan emisi. Hal tersebut didorong selama perundingan di Bonn 2-6 Agustus 2010.[3]

Perundingan perubahan iklim global di Bonn Jerman fokus dan memicu kecepatan perundingan seiring waktu yang sudah mendesak. Hal tersebut didesak mengingat tinggal 11 hari kerja lagi untuk pembicaraan menuju Cancun akhir November untuk memperpanjang atau mengganti Protokol Kyoto yang akan habis pada 2012.[4] Menindaklanjuti berlangsungnya kesepakatan global yang lamban, China akan mengadakan putaran perundingan internasional ekstra pada bulan Oktober 2010 di Tianjin, China. Hal tersebut diupayakan dalam rangka mendukung terwujudnya sebuah perjanjian baru yang mengikat dengan mengsulkan beberapa ide baru untuk melangkah maju setelah tahun lalu di Kopenhagen berakhir dengan accord yang lemah dan tidak mengikat. [5]

Arah Perundingan global

Arah solusi perubahan iklim sepertinya sangat terkait erat dengan proyek REDD padahal kontribusi sektor kehutanan atas emisi gas rumah kaca adalah 15 % selebihnya adalah bahan bakar fosil. Negara-negara maju yang tertarik program REDD di negara berkembang diantaranya Australia, Inggris, Denmark, Perancis, Jerman, Jepang, Swedia, dan AS, berkomitmen untuk pendanaan REDD. Para aktivis dan elite terkait pembangunan ekonomi dan lingkungan secara implisit menyindir kecurangan Barat, yang mendambakan pertumbuhan dengan toleransi polusi dikompensasikan dengan pelestarian hutan di negara berkembang. Skandal makin terkuak pada pertemuan di Bonn, Jerman, 31 Mei-11 Juni, yang dihadiri perunding dari 185 negara. Pertemuan menyepakati pengurangan emisi 80-95 persen pada tahun 2050 untuk negara maju yang tak terlihat rencana untuk 2020. Basis pengurangan emisinya pun bukan berdasar tahun 1990 misalnya saja AS menginginkan basisnya adalah tahun 2005.[6]

Skema revolusioner yang didukung oleh World Bank kepada negara miskin miliaran Dolar AS per tahun untuk menghentikan penebangan untuk mencegah pemanasan global sebenarnya dapat memicu korupsi dan illegal logging yang lebih luas. Kelompok hak asasi dan lingkungan menyerukan untuk memikirkan kembali secara radikal skema REDD PBB karena banyak negara mencoba curang melalui skema tersebut. Di bawah REDD, 37 negara berkembang telah mengajukan dana 14 miliar Dolar AS. Ini akan menghasilkan income per tahun lebih dari 10 miliar Dolar per tahun pada tahun 2020 ketika karbon offset global dijalankan. Namun, analisis dari 16 rencana reformasi kehutanan sejauh ini yang disampaikan oleh negara-negara yang menjalankan REDD menunjukkan bahwa banyak berniat untuk menyalahgunakan sistem ini untuk mengumpulkan uang sambil melakukan penebangan seperti biasa.[7]

Issue internasional lainnya

Beberapa pemimpin baru negara maju yang terpilih menunjukkan perhatiannya terhadap perubahan iklim adalah Perdana Menteri Australia dan Perdana menteri baru Jepang. Naoto Kan menganggap pelucutan senjata nuklir dan perubahan iklim adalah hal yang sangat penting bagi perdamaian dan kestabilan dunia[8]. Adapaun Perdana Menteri baru Australia, Julia Gillard berusaha mengkonsultasikan skema perdaganan karbon yang telah terhenti kepada pihak industri dan para pemilih yang telah memecah belah bangsa. Dia percaya akan peruabahan iklim dan dengan energi terbarukan yang dia dukung dan penentuan harga untuk emisi karbon adalah hal yang tepat untuk Australia.[9]

Dalam rangka penyelenggaran COP 16 di Cancun Mexico, 2010, Menlu Meksiko bertemu dengan Menlu RI untuk kerjasama terkait persiapan penyelenggaraan. Meksiko menilai Indonesia telah berhasil menyelenggarakan COP 13 di Bali tahun 2007[10]

Atas kejadian meledaknya anjungan minyak milik Trans Ocean Ltd, di bawah kontrak BP, meledak dan mencemari perairan AS di Teluk Meksiko, Selasa (20/4), Obama berhasil menjalankan kebijakan progresif dua arah. Ke dalam, ia memberlakukan kebijakan moratorium (jeda) pengeboran minyak laut dalam. Keluar, ia memaksa BP membayar kerugian para korban sebsar 20 miliar dollar AS. Pencemaran ini mengancam masa depan nelayan dan warga pesisir selatan AS, beserta keanekaragaman hayati di sekitarnya. Obama pun menunda kunjungannya ke

Australia dan Indonesia.[11]

Perkembangan Perubahan Iklim Dalam Negeri di Indonesia

Kehutanan – Tanggapan atas Moratorium

Paska penandatangan kesepakatan REDD Norwegia dengan RI pun banyak sekali tantangan dan perdebatan yang muncul. Perdebatan banyak muncul yang focus utamanya adalah pelaksanaan dari moratorium 2 tahun. Oposisi utama oleh perusahaan kelapa sawit. Yang menjadi pertanyaan apakah kelapa sawit mengalami dampak moratorium atau penyebab dari perubahan iklim. Di sisi lain industri kelapa sawit adalah penopang ekonomi Indonesia dan banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya disana. Oleh karena itu melalui momen ini adalah saatnya industri kelapa sawit membuktikan komitmennya untuk pembangunan ekonomi Indonesia dan melakasanakan perkebunan yang berkelanjutan.[12]

Dunia industri kelapa sawit juga membutuhkan kepastian untuk perluasan industri pada lahan hutan yang sudah terdegradasi. Pemerintah perlu menentukan segera definisi lahan terdegradasi dan mengumumkan berapa banyak lahan yang tersedia untuk lahan kelapa sawit dan industri kayu untuk memperkuat kepastian iklim investasi. Ada banyak estimasi variasi lahan terdegradasi antara 6-67 juta hektar.[13] Menteri Kehutanan hanya bisa mengalokasikan 170.000 hektar dari 21 juta hektar lahan gambut di Indonesia untuk perdagangan karbon menanggapi Letter of Intent Indonesia dengan Norwegia. Untuk membuat moratorium bermakna, aktivis lingkungan mengusulkan, pemerintah juga harus membatalkan izin konsesi yang diberikan kepada perusahaan yang akan memulai pengembangan usaha mereka yang menggunakan konsesi hutan alam[14].

Selain industri kelapa sawit, industri pertambangan juga akan mengalami hambatan akibat moratorium 2 tahun. Perusahaan pertambangan di Indonesia juga akan mengalami penundaan operasi dengan nilai investasi sebesar 14 Milar Dolar AS karena penerapan moratorium kehutanan yang membuat mereka susah untuk mendapatkan izin penggunaan lahan hutan guna penambangan. Newmont Indonesia, BHP Billiton, Freeport, adalah beberapa perusahaan yang terkena dampak di Indonesia.[15]

Untuk membantu pemegang izin konsesi hutan, perlu dilakukan penandatanganan sertifikat untuk praktik penenbangan hutan yang bertanggung jawab sehingga bisa menjual hasil kayu ke luar negeri. Potensi pengembangan sertifikasi ini masih luas. Menurut Ketua Asosiasi Konsesi Hutan Indonesia, hanya 30% dari 36 juta hektar hutan yang dikelola di Indonesia yang sudah bersertifikat secara sukarela.[16]

Perusahaan kelapa sawit mendesak pemerintah untuk menelaah kembali rencana moratorium dua tahun karena konsesi baru yang mereka miliki adalah tanah yang tidak produktif yang dapat menggangu peningkatan produksi. Kondisi tanah yang didapatkan untuk konsesi biasanya berbatu, tidak cocok untuk kegiatan perkebunan atau ada penghuninya. Industri kelapa sawit di Indonesia saat ini meliput 7,1 juta hektar. Para pakar berpendapat dalam 10 tahun ke depan butuh ekspansi 3 juta hektar untuk memenuhi permintaan global.[17]

Terkait dengan Ilegal logging di dunia, dalam satu dekade terkhir menurun sebesar 22% dari tahun 2002 namun masih menjadi permasalahan yang besar. Sebesar 17 juta hektar yang telah terlindungi. Namun berdasarkan studi, masih ada penebangan 100 juta kubik meter dari kayu illegal setiap tahun di dunia. Ilegal logging masih terhitung 35-75% di Brazil, 22-35% di Kamerun, 59-65% di Ghana, dan 40-61 persen di Indonesia dan 14-25 persen Malaysia.[18]

Jumlah Hutang Perubahan Iklim Indonesia

Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, mengatkan bahwa dana internasional perubahan iklim yang diterima Indonesia adalah bukan pinjaman tetapi berupa hibah. Hal tersebut diungkapkan menyangkut respon dana hibah dari Norwegia 1 miliar Dolar. Hal tersebut tidak bisa digeneralisasikan untuk seluruh dana perubahan iklim yang diterima Indonesia karena sejak tahun 2009 sendiri menurut Kementrian Keuangan Indonesia memiliki hutang untuk Climate Change Program Loan (CCPL) sebesar 1,9 miliar Dolar AS.[19] Menanggapi atas hutang perubahan iklim, Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta akan melakukan advokasi kepada DPR RI untuk menolak dana perubahan iklim yang berbentuk pinjaman.[20] Hutang Indonesia untuk program perubahan iklim (CCPL) adalah 1,9 miliar dolar AS. terdiri dari total pinjaman dari Perancis sebesar 800 juta dolar AS, Jepang 900 juta dolar AS, dan dari Bank Dunia senilai 200 juta dolar AS.[21]

Dana baru perubahan iklim untuk Indonesia

Pemerintah Indonesia menandatangani Pinjaman Lunak Perubahan Iklim (III) senilai 27.195.000.000 yen dengan bunga 0,15% per tahun dan masa pengembalian selama 15 tahun. Pinjaman ini dimaksudkan untuk membantu dalam hal upaya-upaya pengurangan emisi gas rumah kaca serta pertumbuhan ekonomi Indonesia[22]. Begitu pula Amerika Serikat menjanjikan bantuan sebesar 136 juta Dolar untuk tiga tahun program lingkungan dan perubahan iklim di Indonesia. Senilai 119 juta Dolar akan digunakan untuk program Partnership yang disebut Solusi (Science, Oceans, Land Use, Society and Innovation). Sedangkan 7 juta dollar untuk pengembangan sentral regional perubahan iklim dan 10 Juta Dolar untuk proyek asosiasi dan partnership termasuk public private partnership.[23]

Kebijakan Terkait Perubahan Iklim

Langkah Pemprov DKI Jakarta mendukung enam perusahaan pengembang untuk mereklamasi pantai utara Jakarta dianggap salah kaprah karena Presiden baru saja memberikan ide untuk penanaman mangrove di pesisir Jakarta. Jika Reklamasi berjalan berjalan maka penanaman bakau terhambat.[24]

Adapun pada tanggal 22-24 Juni 2009 diselenggarakan Konferensi Ke-3 Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Tingkat Menteri Se-Asia Pasifik (AMPCHUD) di Solo, Jawa Tengah, yang diharapkan menghasilkan kerangka aksi nyata. Kerangka aksi konkret mencakup lima isu sentral termasuk pembiayaan pengembangan perumahan dan perkotaan berkelanjutan serta peran komunitas dalam menghadapi perubahan iklim.[25]

Fenomena Perubahan Iklim

Bukti Pemanasan Iklim Global

Bencana alam yang terjadi di Pakistan, China, Rusia sesuai dengan prediksi IPCC beberapa tahun lalu. Pakistan dilanda hujan terus-menerus sehingga banjir, sementara Rusia mengalami cuaca paling panas dalam 1.000 tahun. IPPC pada 2007 telah memprediksi peningkatan temperatur akan menghasilkan gelombang panas dan hujan yang intens. Di Rusia untuk pertama kalinya suhu Moskow mencapai 37,8◦C. Panas membuat kebakaran hutan dan mengeringkan lahan gambut, sehingga menyelimuti Rusia dengan kabut asap beracun. Kematian meningkat menjadi 700 jiwa per hari. Laporan IPCC 2007 memprediksi bencana kekeringan di Rusia meningkat dua kali dan melihat kemungkinan kebakaran selama bertahun-tahun. Adapun hujan lebat terus-menerus selama 36 jam membuat sungai Indus di Pakistan meluap. Diperkirakan 14 juta rakyat Pakistan kena dampak banjirdan merupakan bencana terburuk dalam sejarah bangsa tersebut. Laporan IPPC 2007 menyatakan hujan lebih lebat selama 40 tahun di utara Pakistan dan memprediksi banjir dahsyat akan melanda bagian selatan Asia ini. Sedangkan di China mengalami banjir terburuk dalam satu decade terakhir. Banjir dan longsor menewaskan 1.117 orang dan membuat 600 orang hilang. Laporan IPPC 2007 menyatakan hujan meningkat di barat laut China 33 persen dibanding 1961. Banjir di seluruh negeri meningkat tujuh kali dibanding 1950. Dan banjir akan sering terjadi di abad ini. [26]

Fenomena Kemarau Basah Tahun 2010 di Indonesia

Hingga pertengahan Juni curah hujan di berbagai daerah masih tetap tinggi. Hujan juga kerap disertai kilat dan guntur pada malam hingga dini hari, yang mencirikan karakter cuaca di puncak musim hujan atau yang biasa terjadi pada bulan Januari. Apakah sekarang iklim sudah berubah? Inilah yang pantas disebut sebagai kemarau basah. Dalam catatan World Meteorological Organization (WMO) dan lembaga antariksa Amerika NASA menyebutkan bahwa April 2010 sebagai bulan April terpanas sepanjang catatan sejarah. Selain itu NASA menyebutkan bahwa periode Januari-April 2010 sebagai periode serupa terpanas sepanjang catatan sejarah. NASA mencatat bahwa secara total maka telah terjadi pemanasan suhu global sebesar 0,8 derajat celcius sejak 1880.

Pergeseran suhu muka bumi ini juga terasa di wilayah perairan Indonesia faktor utama penyebabnya adalah tingginya suhu muka laut di wilayah Indonesia. Menurut catatan mingguan yang dikeluarkan oleh Biro Meteorologi Australian (BoM) suhu muka laut di wilayah Indonesia berada pada nilai 1 derajat celcius di atas rata rata normalnya. Besaran anomali ini sangat tinggi karena fluktuasi suhu muka laut wilayah Indonesia hanya sekitar 6 derajat celcius atau anomali tersebut mendekati seperlimanya. Implikasinya akan terjadi perubahan pola penguapan dimana suhu laut yang lebih tinggi akan memberikan potensi penguapan yang lebih besar. Pada akhirnya akan memberikan tingkat curah hujan yang tinggi pula. Apabila tahun 2010 menjadi tahun terpanas sepanjang catatan maka pola curah hujan wilayah Indonesia sepanjang tahun 2010 akan total berubah. Pola hubungan suhu muka laut dan pola hujan lokal berlaku berbanding lurus dimana peningkatan suhu muka laut di bawah suhu laut kritis 29,6 derajat celcius akan mengakibatkan peningkatan curah hujan lokal.[27]

Kemarau basah ini tidak hanya disebabkan pemanasan suhu muka laut di wilayah Nusantara tetapi akibat pasokan uap air dari Pasifik dan Samudra Hindia. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengatakan terjadi aliran massa air ke wilayah timur Indonesia dari Pasifik. Kondisi yang sama juga terjadi di barat Indonesia karena terjadi fenomena Dipole Mode negatif. Disebut demikian karena di barat Sumatera terbentuk kolam panas yang mengakibatkan adanya suplai massa air dari kawasan Samudra Hindia ke bagian barat Indonesia. Kondisi tiga anomali cuaca di sekitar Indonesia menjadi penyebab mundurnya musim kemarau di Indonesia hingga dua bulan. Akibatnya, daerah di Zona Musim di Indonesia hanya akan mengalami kemarau selama dua hingga tiga bulan.[28]

Bahkan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah pada tahun tahun 2010 ini diprediksi BMKG tidak ada kemarau. Siklus musim kemarau di Kotawaringin adalah lima taun sekali dan terakhir adalah 2007.[29]

Dampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim global meningkatkan risiko usaha tani, baik pangan, perkebunan, peternakan, maupun hortikultura. Para petani bingung menghadapi perubahan iklim karena hujan tidak kunjung berhenti. Misalnya tembakau milik petani di Temanggung rusak akibat terlalu banyak hujan. Serangan hama juga menurunkan produksi panen. Informasi iklim sangat dibutuhkan petani namun informasi ramalan cuaca kebanyakan tidak akurat dan petani tidak mendapatkan informasi tersebut. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah mengajak petani lebih rajin membaca gejala iklim. Sistem komunikasi iklim harus dibangun sampai tingkat petani dan sekolah lapang iklim diperbanyak.[30] Pemerintah juga tidak bisa hanya meminta atau menganjurkan petani menanam tanaman varietas unggul yang tahan kekeringan, hama penyakit, dan salinitas tinggi. Seharusnya penangkar benih diberikan kredit berbunga rendah agar mereka dapat menanam dan menyebarkan ke petani.[31]

Anomali atau penyimpangan iklim dalm bidang pertanian berakibat akan berujung pada kerentanan pangan. Contoh nyata adalah kekeringan yang terjadi pada tahun 1994 dan 1997, merupakan yang terburuk selama abad 20, dimana luas areal pertanian di Indonesia yang mengalami kekeringan mencapai 161.144 sampai 174.126 ha. Kejadian ini mengakibatkan penurunan produksi beras nasional secara signifikan dan pemerintah kembali harus mengimpor beras sekitar lima juta ton untuk mengatasi masalah kerawanan sosial. Kerawanan sosial sebagai dampak lanjutan dari kekeringan ini akan semakin berat karena periode El Nino meningkat menjadi 2-3 tahun satu kali dari sebelumnya 5-6 tahun sekali.[32]

Untuk mengantisipasi kegagalan panen, Pemerintah Yogyakarta sedang menggagas program asuransi pertanian. “Lewat program tersebut, petani lebih terjamin karena setiap ada kegagalan panen ada pihak yang menanggung. Selama ini pemerintah hanya sanggup memberi bantuan benih dan pupuk saja.[33]

Di Indonesia perubahan iklim juga akan menghambat usaha untuk pengentasan kemiskinan terutama di pedesaan. Meningkatnya lingkungan yang rawan menurunkan standar kehidupan petani karena gagal panen. Terlebih lagi petani umumnya miliki jumlah sawah tidak lebih dari setengah hektar sehingga cadangan mereka terbatas dan dampak gagal panen tersebut nyata. Menurut BPS jumlah orang miskin di Indonesia adalah 31 juta (13%) yang mana 60% ada di dareah pedesaan.[34]

Di Jawa Tengah dampak perubahan iklim semakin meluas. Hal itu ditandai dengan kejadian-kejadian alam yang memiliki intensitas dan frekuensi lebih tinggi dari sebelumnya secara signifikan terjadi selama tiga tahun terakhir. Hal yang paling menonjol adalah pergeseran musim di berbagai daerah yang dampaknya sangat terasa pada sektor pertanian. Tidak hanya sektor pertanian, bencana alam yang terjadi juga semakin meningkat. misalnya angin puting beliung. Frekuensi dan intensitas banjir juga semakin tinggi. Selain itu kenaikan muka air laut merendam lahan sawah seluas 163 hektar yang ada di Kabupaten Batang.[35]


[1] www.twnside.org.sg. No global deal without equity, says Indian Minister.5 July 2010

[2] Antara. Indonesia Usul G20 Perhatikan Isu Perubahan Iklim. 24-Jun-2010.

[3] The Jakarta Post. Monday, August 02, 2010. RI seeks bilateral deals for climate programs

[4] Reuters. U.N. Climate Talks Need Quicker Pace For Global Deal. 04-Aug-10

[5] Planet Ark. China To Host Climate Talks Before Mexico Meeting: Report. 06-Jul-2010

[6] Reuters/AFP. Kebohongan Itu Amat Nyata. Minggu, 13 Juni 2010

[7] www.guardian.co.uk. United Nations warned that corruption is undermining grants to stop logging

[8] Naoto dan Ban Bahas Pemanasan Global. Newshopper.sahuleka.com.

[9] Planet Ark. New Australian PM Vows To Revive Carbon Debate. 25-Jun-2010.

[10] Okezone. Jadi Tuan Rumah COP-16, Meksiko Minta Dukungan RI. 08 Jul 2010.

[11] http://cetak.kompas.com.

[12] The Jakarta Post. Monday, August 02, 2010. RI-Norway partnership: REDD at a crossroads

[13] Reuters. Degraded Land Rules Key To Indonesia Climate Goal. June 23 2010.

[14] The Jakarta Post. One percent of peatlands for carbon deal Jakarta. June 26, 2010.

[15] Reuters. August 4, 2010. Forest Moratorium May Hit US$14 Billion of Indonesian Mining Projects

[16] The Jakarta Post. Forest concessions get help for certification. 29 Jun 2010

[17] The Jakarta Post. CPO Producers Oppose Moratorium. 2 July 2010.

[18] Reuters. World Illegal Logging Down, Still Big Problem: Study .16-Jul-10

[19] Antara news. Dana Perubahan Iklim Bersifat Hibah. 30 Jun 2010.

[20] Antara News. DPR Bakal Tolak Dana Pinjaman Perubahan Iklim. 2 Jul 2010.

[21]http://www.antaranews.com.

[22] http://nasional.kompas.com.

[23] Planet Ark. U.S. Promises $136 Million In Climate Aid To Indonesia. 29-Jun-2010.

[24] http://www.jakartap ress.com.

[25]http://cetak.kompas.com.

[26] http://dunia.vivanews.com.

[27]http://www.antaranews.com.

[28] http://cetak.kompas.com.

[29] http://regional.kompas.com.

[30] http://cetak.kompas.com.

[31] http://koran.kompas.com.

[32] http://regional.kompas.com.

[33] Kompas 30 Juni 2010. Perubahan Iklim Belum Ancam Pangan

[34] The Jakarta Globe. July 26, 2010.Indonesia’s Climate Change Dilemma, Will Have Biggest Impact on Poorest

[35] http://cetak.kompas.com.