Oleh: Modesta Fiska
KRISIS listrik yang membayangi bangsa ini seolah jadi momok menakutkan bagi banyak kalangan. Apalagi di dunia usaha dimana potensi ancaman krisis listrik benar-benar menggerus produktivitas mereka.
Lalu pemerintah? Bagai buah simalakama rasanya mengingat dengan menggebu-gebu jajaran pejabat itu sibuk menggenjot investasi agar perekonomian terus bergairah. Tapi tentu saja jika tidak didukung ketersediaan suplai energi listrik yang andal sehingga pemadaman terus datang bertubi-tubi, bagaimana bisa mendatangkan investasi ke dalam negeri?
Seperti diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jateng Solichedi beberapa waktu lalu bahwa krisis pasokan listrik bisa mengurangi kepercayaan calon investor. Pemerintah pun diharapkan bisa meyakinkan kembali pemodal dengan pembangunan kelistrikan serta penanganan krisis secara menyeluruh.
Kendati demikian, pemerintah telah berupaya dengan menggulirkan proyek percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW di berbagai daerah. Kebutuhan listrik yang bakal terus meningkat setiap tahunnya ini telah diantisipasi dengan penyelesaian proyek-proyek pembangkitan yang diharapkan mampu menopang kebutuhan listrik nasional yang kian menipis.
Salah satu masa depan listrik nasional itu adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Rembang yang berada di Desa Leran dan Trahan, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang. Pembangkit berkapasitas 2 x 315 MW dengan bahan bakar batu bara tersebut diperkirakan mampu menghemat uang negara hingga Rp 4 triliun per tahun.
Penghematan sebesar itu menurut Direktur Konstruksi Strategis PT PLN (Persero) Ir Moch Agung Nugroho, bisa terjadi karena pengoperasian PLTU menggunakan bahan bakar batu bara berkalori rendah sebagai pengganti BBM. Setiap tahunnya, PLTU tersebut akan membutuhkan sekitar 2,16 juta ton batu bara.
Pengerjaan proyek yang dilaksanakan oleh Konsorsium Zelan-Priamanaya-Tronoh itu bahkan hingga Senin (13/10) sudah mencapai progress 63,97% dari waktu penyelesaian yang ditargetkan selesai September 2009 untuk Unit I, dan Unit II pada Desember 2009.
Soelijanto Harry P, project director PLTU 1 Rembang mengungkapkan, setelah diresmikannya boiler drum lifting akhir Juli lalu, pihaknya kini fokus pada pekerjaan utama pemasangan peralatan dan pendukung boiler turbin serta generator termasuk pekerjaan sipil utama. Pekerjaan mekanikal, lanjut Harry, mengarah pada bangunan konstruksi bertekanan seperti boiler dan water wall.
Krisis Listrik Jawa-Bali
Proyek transmisi yang terkait dengan PLTU juga harus diselesaikan akhir tahun ini. Pasalnya, PLTU Rembang akan membutuhkan tenaga listrik untuk memulai rangkaian uji coba sistem yang dijadwalkan berlangsung awal Januari 2009. ‘’Semua berjalan lancar tidak ada kendala berarti termasuk pendanaan.’’
Kelancaran proyek PLTU 1 Rembang ini patut diapresiasi positif oleh semua kalangan mengingat keberadaannya yang sangat dibutuhkan, khususnya untuk mengatasi krisis listrik Jawa-Bali. Walaupun pada tahap awal sempat terjadi masalah terkait pembebasan lahan warga, hal itu sudah diselesaikan sesuai kesepakatan melalui jalur hukum.
Dan proyek tersebut tidak hanya akan mampu menopang suplai listrik nasional, tapi juga mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Investasi senilai 338,8 juta dolar AS telah menghidupkan geliat perekonomian di wilayah tersebut. Penyerapan lebih dari 2.000 tenaga kerja lokal, sangat bermakna di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Moch Agung mengungkapkan, setidaknya lebih dari 3.500 tenaga kerja baik lokal maupun asing akan menyelesaikan pengerjaan selama puncak konstruksi.
Mulusnya proyek PLTU Rembang ini, lanjut dia, juga diikuti dengan dua proyek pembangkit lainnya seperti PLTU Indramayu (3 x 330 MW) dan Labuhan (2 x 316 MW) yang diperkirakan selesai lebih cepat 1-3 bulan dari rencana awal. ‘’PLTU Labuhan yang direncanakan beroperasi pada September dan Desember 2009 bakal maju tiga bulan. Begitu pula dengan PLTU Indramayu kemungkinan bisa 1-2 bulan lebih cepat,’’ paparnya.
Project Secretary PLTU Rembang Soeriarso Suryo menjelaskan, energi listrik dari pembangkit yang dibangun di atas area seluas 548.768 meter persegi ini akan disalurkan melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV ke gardu induk 150 kV Rembang yang berjarak 22 km dan gardu induk Pati 150 kV yang berjarak 60 km.
Pertumbuhan Listrik 7%
Kembali lagi soal pemadaman yang mulai sering berlangsung, menurut pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, sebenarnya tidak perlu terjadi. Dengan kapasitas terpasang mencapai 22.000 MW sedangkan beban puncak 16.500 MW, maka daya cadangan masih dalam batas aman sekitar 25-27% jika seluruh pembangkit siap pasok.
Namun kenyataannya tidak demikian karena ada saja kerusakan, perawatan, derating, variasi musim, dan ketiadaan bahan bakar. Berbagai kendala ini menyebabkan daya mampu pembangkit untuk memasok beban sangat terbatas sehingga berbuntut pemadaman. Defisit pertumbuhan pembangkit listrik, lanjutnya, harus dikelola dengan kebijakan terencana.
Setiap tahun setidaknya dibutuhkan 1.500 MW kapasitas terpasang baru untuk mengatasi pertumbuhan listrik 7%. ‘’Kebutuhan investasi pembangkit, transmisi, dan distribusi hingga 2012 diperkirakan sekitar 40 miliar dolar dan saat ini penambahan kapasitas pembangkit baru jauh lebih rendah dari pertumbuhan permintaan,’’ ujarnya.
Ya, tak hanya menunggu realisasi PLTU Rembang karena penambahan kapasitas pembangkit baru memang cukup vital diperlukan. Masih banyak daerah-daerah lain di luar Jawa yang sangat membutuhkan keberadaan pembangkit-pembangkit baru sebagai obat kondisi kelistrikan yang kian memburuk.
Telah diterbitkan Oct 14, 2008 untuk Lomba Penulisan Hari Listrik Nasional mengenai PLTU Rembang. (www.suaramerdeka.com)
Sumber artikel: http://modestafiska.wordpress.com.