Oleh: Febi Dwirahmadi
Saat kegiatan International Climate Change Adaption Conference di Gold Coast, Australia, 29 Juni – 1 Juli 2010, Research Associate IESR, Febi Dwirahmadi, terpilih untuk mengikuti kegiatan tersebut. Dalam forum itu dia mempresentasikan hasil risetnya tentang: Memahami Kerentanan Perubahan Iklim Pada Masyarakat Urban di Indonesia. Berikut beberapa catatan Febi tentang kegiatannya selama di sana. Selamat menikmati – salam redaksi
***
Gelisah, cemas, campur antusias rasanya, ketika saya dipastikan lolos untuk mengikuti konferensi International Climate Change Adaption di Gold Coast, Australia, 29 Juni – 1 Juli 2010. Kegelisahan dan kecemasan bukan hanya karena masalah setumpuk kerja yang menjadi prioritas saya di kantor semakin banyak, tetapi juga persiapan untuk menghadapi kegiatan itu jadi terasa lebih sempit waktunya. Pasalnya adalah saya juga diharuskan mempersiapkan “poster” yang menggambarkan hasil penelitian saya. Kelihatannya mungkin simple, karena hanya sebuah poster, tapi nyatanya tidak mudah juga sesungguhnyaitu. Aduuh, puyeng juga memikirkan konsepnya. Sebab saya harus mencari jalan bagaimana memasukkan hasil riset saya tentang Memahami Kerentanan Perubahan Iklim Pada Masyarakat Perkotaan di Indonesia, yang ditulis dalam 135 lembar lalu dituangkan ke dalam satu poster ukuran A0!
Yup, urusan poster ini menjadi penting, karena poster ini akan jadi “penghantar” bagi peserta atau pengunjung lain untuk memilih isu menarik yang akan dihadirinya. Jadi enggak bisa asal-asalan juga dalam membuatnya. Apalagi konferensi itu dihadiri lebih dari 1.000 peserta yang terdiri dari ilmuwan profesional, praktisi perubahan iklim, dan mahasiswa yang berasal dari 55 negara, serta menampilkan 500 riset yang berhubungan dengan dampak dan adaptasi perubahan iklim melalui metode presentasi oral maupun poster. Poster-poster tersebut akan dikompetisikan. Jadi bisa dipahami kan, kenapa saya agak sedikit “nervous” dengan urusan poster ini.
Namun akhirnya, masalah terpecahkan setelah beberapa kali saya melakukan pertemuan dengan tim komunikasi dan kreatif IESR dalam membahasakan isi penelitian saya yang berjumlah 135 lembar itu ke dalam sebuah poster ukuran A0 (seukuran poster film di bioskop itu, loh). Hasilnya, walah, cukup memuaskan saya. Itulah enaknya kerja tim, segala sesuatu bisa diselesaikan dengan cepat apalagi jika satu sama lainnya juga memahami isu tersebut. Kami akhirnya membuat poster yang mendeskripsikan hasil penelitian saya tentang: Memahami Kerentanan Perubahan Iklim pada Masyarakat Urban di Indonesia, terutama di kelurahan Muara Baru, Provinsi DKI Jakarta, dalam sebuah peta dua dimensi yang cukup menarik. Lalu kami memberikan beberapa tanda di tempat-tempat yang terkena dampak dan sejumlah informasi lainnya dalam sebuah abjad. Peta tersebut merefleksikan kondisi masyarakat perkotaan, khususnya di area yang menjadi tempat penelitian saya tersebut. Dalam peta kami juga menampilkan proyeksi temperature dan curah hujan, kenaikan muka air laut, termasuk studi kerentanan Pulau Jawa. Lebih jelasnya poster peta tersebut bisa dilihat di bawah ini.
Cukup puas saya dengan hasil dan tampilan poster tersebut. Saya berharap semoga poster tersebut bisa dipilih sebagai yang terbaik. Maka saya pun bisa melakukan perjalanan dengan tenang ke Australia guna mengikuti konferensi tersebut.
Sampai di Gold Coast tempat dimana konferensi itu dilaksanakan, ternyata cuacanya sangat dingin, yaitu hampir 7 derajat celcius. Payahnya lagi, saya lupa membawa sarung tangan. Sehingga perjalanan dari hotel tempat saya menginap menuju konferensi yang sejatinya bisa ditempuh hanya 20 menit saja, kini terasa lebih lamanya, yaitu mungkin 1 jam-an, dan tangan saya terasa lebih kebas.
Terus terang saya merasa antusias dan cukup merasa bangga mengikuti konferensi ini. Karena ini merupakan forum international pertama yang hanya khusus membahas tentang dampak perubahan iklim serta upaya-upaya mitigasi yang dapat dilakukan di sebuah negara, dimana saya termasuk didalamnya. Konferensi ini sendiri bertujuan mengeksplorasi riset-riset ataupun pengalaman praktis upaya adaptasi dari berbagai negara maupun berbagai sudut pandang analisa untuk memberikan rekomendasi pada proses perencanaan dan pengembangan kebijakan adaptasi perubahan iklim dan juga untuk memahami betapa pentingnya proses adaptasi dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang tidak menentu ini.
Konferensi ini juga membahas enam topik yaitu, (1) memahami dan mengkomunikasikan adaptasi, (2) adaptasi pada tiap sektor, (3) upaya adaptasi oleh masyarakat grass root, (4) kerangka kerja adaptasi, (5) adaptasi di tepian, dan (6) kesejahteraan manusia dan adaptasi.
Pembukaan konferensi dibuka langsung oleh Ministry for Climate Change, Energy Efficiency and Water, Australia, Penny Wong. Dalam pidatonya, Wong memaparkan tentang komitmen pemerintah Australia untuk meningkatkan efisiensi energi yang digunakan. Selain Wong, hadir pula Prof.Jean Pascal can Ypersele, Vice Chair IPCC. Dalam sambutannya dia menjelaskan bahwa mitigasi memang sangat dibutuhkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), namun tetap saja upaya ini tidak mampu secara ceat untuk mencegah dampak negative yang dapat ditimbulkan dari perubahan iklim yang sudah terjadi saat ini. Oleh karena itu, dia menyampakan bahwa upaya adaptasi sangat mendesak untuk dilakukan. (Lebih detil gambaran konferensi bisa dilihat di resume kegiatan, bisa dilihat di bagian cerita kegiatan web utama IESR).
Lalu tibalah giliran saya yang mendapatkan kesempatan melakukan presentasi isi poster di hari ketiga. Jadwal presentasi dilakukan tepat pukul 7.30. Sungguh menyenangkan ternyata presentasi saya berjalan dengan baik. Di arena pameran poster sendiri juga sudah ramai seperti layaknya pasar, dimana masing-masing peserta poster berusaha menarik perhatian pengunjung atau delegasi konferensi lainya.
Namun yang cukup membuat saya senang adalah ternyata poster IESR cukup diminati pengunjung dan peserta konferensi. Mereke menilai poster peta perubahan iklim perkotaan yang ditampilkan IESR cukup informatif dan dikemas dalam metode komunikasi yang mudah dipahami baik oleh orang yang paham dengan perubahan iklim maupun masyarakat awam. Beberapa diantaranya juga mengatakan kepada saya bahwa poster tersebut sangat bermanfaat sebagai media komunikasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kompleksitas masyarakat perkotaan dan dampak dari perubahan iklim, maupun kepada pengambil kebijakan terkait.
Kabar gembira setelah itu adalah bahwa poster peta perubahan iklim perkotaan IESR juga dinyatakan sebagai salah satu terfavorit oleh panitia konferensi. Well, kerja keras akhirnya ada hasilnya dengan baik. Tapi lebih dari itu konferensi ini telah membawa saya pada pengalaman yang bermanfaat, terutama dalam menambah pengetahuan dan wawasan tentang adaptasi perubahan iklim di berbagai dunia. Saya sendiri senang bisa membagi hasil penelitian saya dan mereka kemudian juga mengetahui tentang duduk persoalan adaptasi perubahan iklim di daerah perkotaan. Terimakasih kawan-kawan IESR yang telah membantu saya untuk konferensi ini.