Kompas | Daya Beli Masyarakat Turun, Insentif Tarif Listrik Diusulkan

IESR mengusulkan pemberian insentif bagi pelanggan listrik rumah tangga golongan 450 VA dan 900 VA yang tidak mampu. Insentif tersebut berupa penggratisan tarif listrik untuk pemakaian 50 kWh pertama.

Oleh ARIS PRASETYO
·4 menit baca | Kompas


JAKARTA, KOMPAS — Penurunan tarif listrik maupun subsidi tarif untuk pelanggan rumah tangga miskin diusulkan sebagai insentif di tengah wabah Covid-19. Usulan ini disampaikan menyusul kian melemahnya daya beli masyarakat akibat terhentinya aktivitas ekonomi selama siaga Covid-19.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, wabah Covid-19 di Indonesia menyebabkan penghasilan kelompok masyarakat tertentu merosot. Kelompok itu adalah yang pendapatannya berbasis harian. Di situasi seperti ini, daya beli mereka kian melemah.

”Kami mengusulkan tarif listrik diturunkan, khususnya golongan 900 volt ampere. Bahkan, kalau perlu juga golongan 1.300 volt ampere. Usulan kami besaran penurunan sedikitnya Rp 100 per kilowatt jam selama tiga sampai enam bulan ke depan bergantung pada lamanya wabah,” ujar Tulus, Senin (30/3/2020), di Jakarta.

Penurunan tarif tersebut dapat mengurangi beban ekonomi masyarakat yang rentan terdampak wabah Covid-19.

Menurut Tulus, penurunan tarif itu dapat mengurangi beban ekonomi masyarakat yang rentan terdampak wabah Covid-19. Penurunan tarif di tengah merosotnya harga minyak mentah dunia diyakini tidak akan mengganggu biaya pokok penyediaan listrik.

Harga minyak mentah dunia adalah salah satu faktor penentu tarif listrik di Indonesia, selain harga batubara, kurs rupiah terhadap dollar AS, dan inflasi.

Grafis tarif listrik di Indonesia. Empat faktor penentu tarif listrik adalah harga minyak dunia, kurs rupiah terhadap dollar AS, harga batubara, dan inflasi.

 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, IESR sudah mengusulkan pemberian insentif bagi pelanggan listrik rumah tangga golongan 450 VA dan 900 VA yang tidak mampu. Insentif tersebut berupa penggratisan tarif listrik untuk pemakaian 50 kWh pertama.

”Mengapa batasannya 50 kWh? Dari berbagai penelitian, konsumsi listrik dalam kewajaran bagi rumah tangga miskin atau tidak mampu sebesar 40 kWh sampai 60 kWh per bulan. Jadi, negara harus menjamin hak energi kelompok tersebut,” kata Fabby.

Menurut Fabby, masyarakat golongan tersebut adalah salah satu golongan yang terdampak wabah Covid-19. Sebagian besar dari mereka bukan pekerja tetap yang mendapat upah rutin setiap bulan. Wabah Covid-19 yang sudah melemahkan aktivitas ekonomi global menyebabkan penghasilan harian mereka terganggu dan berpotensi kesulitan membayar tagihan listrik.

”Kami menghitung, kalau pembebasan tarif untuk pemakaian 50 kWh pertama per rumah tangga, dengan hitungan tarif listrik sekarang, diperlukan penambahan subsidi atau kompensasi kepada PLN sebesar Rp 2,2 triliun hingga Rp 2,3 triliun per bulan,” ucap Fabby.

Kalau pembebasan tarif untuk pemakaian 50 kWh pertama per rumah tangga, dengan hitungan tarif listrik sekarang, diperlukan penambahan subsidi atau kompensasi kepada PLN sebesar Rp 2,2 triliun hingga Rp 2,3 triliun per bulan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di sela-sela acara peluncuran Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Kamis (15/11/2018), di Jakarta. ICEF adalah sebuah forum gagasan untuk mendorong transformasi menuju pemanfaatan energi rendah karbon.

 

Pada 4 Maret 2020, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan tarif listrik untuk periode April sampai Juni 2020 tidak berubah. Alasan pemerintah, selain untuk menjaga daya beli masyarakat, hampir seluruh harga energi menurun di tengah wabah Covid-19 yang melanda dunia.

Dengan demikian, tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 VA dan 2.200 VA sebesar Rp 1.467 per kWh. Sementara tarif untuk rumah tangga mampu dengan daya 900 VA sebesar Rp 1.352 per kWh.

”Sampai Juni nanti tidak ada penyesuaian tarif. Ini sudah ditetapkan dengan pertimbangan kondisi keekonomian. Adanya wabah Covid-19, suka atau tidak, menyebabkan ekonomi tertekan,” ucap Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana.

Data PLN hingga 2019, jumlah pelanggan listrik PLN mencapai 74,92 juta pelanggan. Dari 38 golongan tarif pelanggan PLN, sebanyak 25 golongan adalah penerima subsidi listrik. Golongan terbesar penerima subsidi listrik adalah rumah tangga 450 VA sebanyak 27,95 juta pelanggan. Berikutnya, rumah tangga 900 VA tak mampu sebanyak 8,04 juta pelanggan.

Dalam delapan tahun terakhir, pemerintah berhasil menekan angka subsidi listrik lewat verifikasi data pelanggan. Selama kurun 2011-2014, angka subsidi listrik berkisar Rp 93 triliun hingga Rp 103 triliun. Sejak 2015 hingga 2018, anggaran subsidi berhasil ditekan menjadi Rp 45 triliun hingga Rp 56 triliun.