Energi Terbarukan Masih Perlu Insentif

Jakarta-Kompas — Pengembangan pembangkit listrik dari energi terbarukan di Indonesia masih membutuhkan insentif dari pemerintah. Selain kemudahan perizinan, pengembang menginginkan harga jual beli tenaga listrik yang menarik dan kemudahan mendapat pendanaan. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menjamin listrik dari energi terbarukan akan dibeli selama memenuhi sejumlah persyaratan.

Presiden Joko Widodo, saat meresmikan pembangkit listrik tenaga bayu di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018), menyatakan bahwa investasi sektor energi terbarukan di Indonesia tak memerlukan insentif. Hal itu disebabkan tingginya minat investor yang tertarik untuk mengembangkan listrik dari energi terbarukan di Indonesia. Menurut Presiden, hal terpenting pengembangan energi terbarukan di Indonesia adalah penyederhanaan izin.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, mengatakan, meskipun investasi asing dan domestik banyak yang tertarik mengembangkan energi terbarukan di Indonesia, realisasi investasi belum optimal. Sektor energi terbarukan di Indonesia adalah sektor yang masih muda dan belum tumbuh mapan. Pemerintah seharusnya menyiapkan kebijakan yang dapat mendorong investasi energi terbarukan tumbuh lebih cepat.

“Untuk beberapa investor, insentif berupa pemotongan pajak atau pengurangan bea masuk barang impor bisa menaikkan keekonomian proyek. Khusus investor lokal, akses pendanaan selalu jadi kendala akibat tingginya suku bunga kredit yang kadang di atas 12 persen. Mereka butuh suku bungan pinjaman yang rendah, sekitar 7-8 persen, utnuk mencapai keekonomian proyek,” ujar Fabby, Kamis (5/7/2018), di Jakarta.

Fabby menyinggung soal kontrak jual beli tenaga listrik dari energi terbarukan yang ditandatangani pada 2017 lalu. Saat itu, terdapat 70 kontrak yang diteken antara PLN dengan pengembang. Namun, tercatat ada 46 kontrak yang kesulitan mendapat pendanaan. Apabila sampai tenggat waktu yang ditentukan belum mendapat pendanaan, PLN berhak memutus secara sepihak kontrak tersebut.

“Insentif untuk energi terbarukan tidak bisa dibuat seragam. Tetapi, perlu mempertimbangkan jenis teknologi yang dipakai pada pembangkit listrinya,” kata Fabby.

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, realisasi investasi sektor energi terbarukan di Indonesia pada 2017 mencapai 1,3 miliar dollar AS. Capaian itu lebih rendah dari realisasi investasi 2016 yang mencapai 1,6 miliar dollar AS. Tahun ini, pemerintah menargetkan realisasi investasi energi terbarukan sebesar 2,01 miliar dollar AS.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) Riza Husni, mengatakan, Presiden Joko Widodo tampaknya mendapat informasi keliru mengenai tidak diperlukannya insentif bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Menurut dia, untuk listrik dari tenaga air, insentif yang dibutuhkan adalah penyederhanaan proses perizinan.

SUMBER: KEMENTERIAN ESDM
Grafis realisasi dan target investasi sektor ESDM dari 2014-2018.

Sementara itu, Direktur Utama PLN Sofyan Basir, sesaat sebelum menghadiri rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR di Jakarta, mengatakan sependapat dengan Presiden bahwa belum perlu insentif untuk pengembangan listrik dari energi terbarukan. Namun, pihaknya berkomitmen siap membeli tenaga listrik dari energi terbarukan selama memenuhi persyaratan.

“Listrik dari energi terbarukan harus sesuai kebutuhan. Kalau ada jaringan atau transmisi, dan ada pembelinya, ya kami beli,” ucap Sofyan.

Kementerian ESDM terus berupaya mempermudah perizinan untuk investasi di sektor ESDM. Untuk investasi ketenagalistrikan, pemerintah telah mencabut 20 peraturan yang dianggap menghambat investasi. Pencabutan itu merupakan bagian dari 90 regulasi di sektor ESDM yang dicabut.

Data Kementerian ESDM menyebutkan, bauran energi primer untuk pembangkit listrik pada 2017, kontribusi energi terbarukan sebesar 12,15 persen. Kontribusi terbesar masih didominasi oleh batubara yang mencapai 57,22 persen. Adapun gas menyumbang bauran sebesar 24,82 persen dan bahan bakar minyak sebesar 5,81 persen.

KOMPAS/NINA SUSILO
Tenaga Angin – Presiden Joko Widodo meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap, Senin (2/7/2018). PLTB dengan 30 turbin ini adalah yang terbesar di Indonesia dan mampu menghasilkan 75 Mega Watt. Dengan kapasitas itu, PLTB bisa menyalurkan listrik ke 140.000 rumah pelanggan dengan 450 Watt di Provinsi Sulawesi Selatan.

Permudah izin

Presiden Joko Widodo meyakini energi baru terbarukan adalah jawaban untuk penyediaan energi listrik di Indonesia. Potensi cukup besar. Namun, kebijakan penunjang untuk mendorong kencang pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan tak terasa. Insentif tak ada. Hanya dijanjikan perizinan lebih mudah.

“Ke depan, akan dikembangkan pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan seperti yang kita lihat. PLTB tak hanya di Kabupaten Sidrap, tetapi juga dikerjakan dan sudah 80 persen selesai untuk PLTB Jeneponto. Sekarang juga sudah dikerjakan PLTB di Kabupaten Tanah Laut dan tahun depan diharapkan juga mulai pembangunan PLTB di Sukabumi,” tutur Presiden Joko Widodo dalam sambutannya ketika meresmikan PLTB Sidrap, di Desa Lainungan, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018).

Kendati mengakui besar potensi Indonesia untuk energi baru terbarukan, kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan PLT ramah lingkungan tak terasa. Seperti potensi panas bumi diakui mencapai 29.000 Mega Watt, tetapi yang mulai dikerjakan belum mencapai 10 persennya. Demikian pula matahari dan air sebagai pembangkit listrik disebut berpotensi besar.

Seusai meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap, salah seorang wartawan sempat menanyakan kemungkinan pemberian insentif untuk investor yang bergerak di tenaga listrik ramah lingkungan ini. Presiden Joko Widodo menjawab, banyak yang antre untuk investasi di bidang ini. Karenanya, tak perlu memberi insentif.

“Ngapain harus diberi insentif kalau yang antre saja banyak. Izinnya saja yang masih ruwet. Itu yang perlu diselesaikan, dipermudah,” tuturnya kepada wartawan.

Terkait harga pun, Presiden Jokowi menilai hal tersebut adalah harga pasar. Intervensi tak bisa dilakukan terlalu banyak. “Nggak mungkin investor ditekan-tekan kalau tidak untung, nggak mungkin. Tapi, semakin banyak kompetisi, harga akan semakin baik,” katanya.

Menteri ESDM Ignasius Jonan yang ditanyakan mengenai kebijakan pemerintah terkait pengembangan pembangkit listrik panas bumi yang relatif berbiaya tinggi berkilah, peminat investasi di bidang ini sangat banyak. “Tidak ada biaya tinggi, ‘kan yang minat banyak. Kalau tender saja, handphone saya sampai panas,” ujarnya.

Label: Presiden Joko Widodo, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, PLTB Sidrap, Investasi Energi Terbaruka, Regulasi ESDM

Sumber: Kompas