Scaling Up Solar in Indonesia – Reform and Opportunity

This report, jointly produced by BloombergNEF, Bloomberg Philanthropies and Indonesia’s Institute for Essential Services Reform (IESR)

Pointing to the draft of the Grand National Energy Strategy (GSEN), the Government has targeted 38 gigawatts of new and renewable energy by 2035, making solar PV a priority: divided into floating solar PV, large scale solar PV, and rooftop solar PV. Globally, the technology has become the most effective solution to reach the net-zero emission target by 2050, weighing the lower investment cost. IESR’s recent study on solar PV technical potential based on GIS mapping also shows up to 20,000 gigawatt-peak potential on suitable land across Indonesia. Solar energy would be key in achieving Indonesia’s climate target and decarbonizing Indonesia’s energy system; requiring strong commitments, well-prepared plans, including identification of feasible project pipelines, and satisfactory implementation. 

BloombergNEF in collaboration with IESR produced a special report on the solar PV landscape in Indonesia and how to scale up its progress. The report highlights solar PV’s growing role to decarbonize Indonesia’s power system, investment needed, and to raise solar ambitions beyond 2025. This report launch will discuss the content of the report and its recommendation to the Government, and to invite strategic stakeholders to strengthen their commitment for solar deployment in the country.

‘It is time for Indonesia to become a solar powerhouse’

The Institute for Essential Services Reform (IESR), a Jakarta-based think tank, has emerged as a key voice calling for solar development in Indonesia. pv magazine recently caught up with Marlistya Citraningrum, the institute’s program manager for sustainable energy access, to look at what is still needed on the policy side for the archipelago nation to realize its massive PV potential.

Interview with pvmagazine – for complete article please visit this link.

Kembangkan industri photovoltaic di dalam negeri, Indonesia bisa belajar dari India

Pemerintah Indonesia terkait (Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) bisa belajar dari India. Kita perlu kebijakan industri yang fleksible. Penerapan TKDN penting tapi jangan sampai menghambat pembentukan pasar dan perkembangan PLTS yang kompetitif. 

Sumber Berita: https://www.pv-tech.org/news/India-proposes-20-customs-duty-on-solar-imports-in-2020-2021-budget
India proposes tax cuts for new IPPs and 20% customs duty on solar imports | Sumber Berita: https://www.pv-tech.org/news/India-proposes-20-customs-duty-on-solar-imports-in-2020-2021-budget

Presiden RI Joko Widodo bisa merevolusi pemanfaatan energi surya sekaligus membangun industri surya di Indonesia dengan belajar dari India. Apa yang dilakukan pemerintah India:

1) Tetapkan target nasional PV yang ambisius; 

2) Bangun permintaan dan pasar untuk teknologi PV lewat program nasional yang dilakukan secara konsisten. India punya target PV 100 GWp sampai 2022; 

3) Ijinkan impor modul surya dan PV dalam prosesnya tapi Research & Development dan penguatan industri dalam negeri dilakukan; 

4) Setelah industri perakitan sel dan modul surya tumbuh dengan kapasitas >3 GWp per tahun, pemerintah menjamin pasar melalui mandatory policy penggunaan modul surya untuk proyek2 yang dapat subsidi/dukungan finansial pemerintah; 

5) Program solar park skala besar dikembangkan dan membuat harga listrik dari PLTS lebih murah dan kompetitif, industri PV dalam negeri “dipaksa” melakukan inovasi dan efisiensi; 

6) Setelah industri PV dalam negeri berkembang dan kompetitif, pemerintah menetapkan bea masuk 20% atas sel dan modul surya impor. Sebaliknya investasi di pembangkit PLTS diberikan insentif pengurangan pajak, untuk menjaga pertumbuhan permintaan sehingga output industri dapat diserap. 

Lewat kombinasi target energi surya, India bisa meningkatkan kapasitas industri sel surya dari 3 GWp pada 2014 menjadi 29 GWp pada 2019. 

IESR merekomendasikan Pak Jokowi ‘all out’ mendorong pengembangan energi surya. Sampai 2030, kita punya potensi 30 GWp utility scale PLTS dan 15 GWp PLTS Atap. Target RUEN hanya 6,5 GWp sampai 2025. Presiden harus menugaskan PLN untuk agresif membangun PLTS skala besar di Indonesia, diatas tanah dan diatas danau/bendungan. Dalam 5 tahun ke depan 5 GWp PLTS skala besar dapat dipasang. Kemudian dorong pemanfaatan PLTS Atap di seluruh gedung pemerintah sesuai amanat Perpres No. 22/2017 dan substitusi subsidi listrik rumah tangga miskin 450 VA dengan PLTS Atap 1-1,5 kWp per rumah. 

Untuk yang PLTS Atap bagi rumah tangga miskin, Pemerintah (Jokowi.red)  bisa prioritaskan pemakaian modul surya dalam negeri. Jika 500 ribu – 1 juta rumah tangga miskin bisa pasang PLTS Atap setiap tahun, kebutuhan modul mencapai 1-1,5 GWp, ini cukup untuk membuat industri surya yang terintegrasi dari wafer-sel-modul surya dan industri pendukungnya.

Presiden Jokowi bisa mendorong provinsi – provinsi di Indonesia untuk melakukan program PLTS dan memperkuat inisiatif seperti #JatengSolarRevolution oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah dan #BaliCleanEnergyIsland oleh I Wayan Koster, Gubernur Bali, serta inisiatif Pemprov DKI Jakarta. 

Indonesia bisa mencapai 23% energi terbarukan di 2025, perlu strong leadership President Jokowi

#SuryaNusantara #1BY20 #SolarRevolution