Pengentasan Kemiskinan Energi Membutuhkan Perubahan Cara Pandang dan Reformasi Program di Sektor Energi

IESR, Jakarta- Sungguh suatu keadaan yang memprihatinkan, di abad ke-21 ini masih ada jutaan orang yang hidup tanpa akses listrik atau pun bahan bakar untuk kebutuhan memasak sehari-hari. Menurut Biro Pusat Statistik Indonesia, sekitar 22,19 juta warga di pedesaan—yang merupakan 19% dari total penduduk—hidup di bawah garis kemiskinan.

Dengan menggunakan acuan yang berbeda, data Bank Dunia mengungkapkan sekitar 60 persen penduduk Indonesia memiliki pendapatan dibawah US$ 2 per hari. Pendapatan rendah, membuat masyarakat miskin mendapatkan jasa energi yan aman, layak dan berkelanjutan.

Penghapusan kemiskinan jelas tidak akan dapat terlaksana tanpa meningkatkan akses terhadap jasa energi. Kenyataan ini membuat ketersediaan energi bagi si miskin perlu dicapai jika ingin mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Ketersediaan dan akses energy merupakan pra-kondisi dasar untuk membantu tercapainya delapan Tujuan Pembangunan Milenium.

Di Indonesia, kemiskinan energi dapat dilihat dari tingkat rasio elektrifikasi dan ketersediaan dan akses bahan bakar modern untuk memasak. Pada tahun 2008, tingkat elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 64% sementara hanya 60% desa-desa di Indonesia yang dialiri listrik (DESDM, 2008). International Energy Agency (IEA) memperkirakan lebih dari 80,1 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses tenaga listrik, dan jutaan orang bergantung pada biomassa tradisional untuk memasak, yang mengakibatkan
resiko kesehatan.

“Kemiskinan energi di Indonesia merupakan realita, tetapi seringkali luput dari perhatian dan diabaikan,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. Kajian IESR yang dilakukan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa berbagai kebijakan dan program di bidang energi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, tidak secara spesifik ditujukan untuk mengatasi kemiskinan energi, bahkan karena miskin persiapan, program ini alih-alih mengorbankan si miskin,” imbuhnya.

Kebutuhan energi dasar bagi masyarakat desa dan perkotaan membutuhkan portfolio energi yang beragam dan mewakili kondisi ekonomi, sosial, dan sumber daya alam dari suatu daerah. Kajian IESR menunjukkan energi terbarukan seperti energi hidro, matahari, panas bumi, angin, dan bio-energi memiliki peranan penting dalam mengatasi kemiskinan energi di tanah air.

Dalam studinya di tahun 2010, IESR telah melakukan studi tentang model terbaik pengembangan energi berbasis energi setempat. Tujuan studi ini adalah untuk melihat bagaimana pengembangan energy terbarukan di tingkat lokal, dan kontribusi akses kepada energi, dapat meningkatkan sosialekonomi masyarakat setempat.

Kondisi ini nantinya diharapkan dapat memacu tercapainya tujuan pengurangan kemiskinan. Dua lokasi yang menjadi obyek kajian adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Cipta Gelar dan Desa Cibuluh, Jawa Barat.

Penelitian di kedua desa ini memperlihatkan bagaimana peran energi dalam peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat. Dari kedua desa, akses terhadap penerangan—terutama pada malam hari—telah memudahkan anak-anak belajar setelah matahari terbenam. Kondisi ini tentu saja selaras dengan meningkatnya mutu pendidikan anak usia sekolah.

Pasokan listrik dari PLTMH juga telah sukses meningkatkan akses masyarakat kedua desa pada informasi. Masyarakat sudah dapat menikmati radio dan tayangan televisi. Bahkan, di Desa Ciptagelar, masyarakat sudah dapat mengakses internet. Sukses lain yang mengikuti adalah peningkatan ekonomi yang didapat dari pembangunan pabrik tahu di Desa Cibuluh.

Kondisi di atas membuktikan peran energi listrik yang dihasilkan PLTMH dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat. Apabila peran listrik ini ditingkatkan, bukan tidak mungkin bahwa peningkatan akses terhadap energi seperti listrik, dapat membantu masyarakat setempat untuk mengentaskan kemiskinan. Pada akhirnya, peranan energi akan dapat mendukung masyarakat setempat untuk memerangi kemiskinan.

Dari beberapa studi pembangunan pembangkit yang bersumber pada energi terbarukan, IESR menyimpulkan beberapa kunci keberhasilan sebuah kegiatan energi terbarukan skala kecil, antara lain:

  1. Keterlibatan dan rasa kepemilikan masyarakat yang tinggi terhadap pembangkit energi terbarukan.
  2. Lewat peran aktif masyarakat, menjadikan kegiatan energi terbarukan berjalan lebih lama dan berkelanjutan.
  3. Adanya pemberdayaan masyarakat lewat peningkatan kapasitas.
  4. Peran pihak lain dalam membina masyarakat dan sumber pendanaan (LSM lokal, Pemerintah lokal, dan Donor).

Studi di atas memberikan gambaran mengenai bagaimana kegiatan penyediaan energi perdesaan seharusnya dikembangkan.

“Proyek pemerintah seringkali gagal menjamin penyediaan energi lokal secara berkelanjutan karena pengembangan institusi lokal, rasa kepemilikan dan peran serta masyarakat diabaikan. Berbagai faktor ini sangat penting untuk menjamin terwujudnya desa mandiri energi,” kata Imelda Rambitan, koordinator studi ini.

Pengentasan kemiskinan energi membutuhkan sejumlah prasyarat: pengakuan terhadap hak energi masyarakat, keinginan politik yang kuat dari pemerintah, target dan rencana strategi penanggulangan yang rinci dan spesifik, dukungan pendanaan jangka panjang dan keterlibatan komunitas lokal dalam implementasinya.

Fabby menyampaikan bahwa seluruh pendekatan penyediaan energi terbarukan dan listrik perdesaan yang berbasis pada system proyek dan anggaran tahunan saat ini harus berubah, sehingga memberikan hasil yang berkelanjutan dan dampak jangka panjang. Selain itu diperlukan integrasi dengan sector-sektor pembangunan lainnya. “Program energi perdesaan harus dilakuan secara tailor made, sesuai dengan kondisi lokal,” kata Fabby Tumiwa.

IESR berharap agar studi ini dapat berkontribusi bagi program-program pengembangan energi terbarukan di perdesaan dan wilayah terpencil yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan organisasi non-pemerintah.

Untuk Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR
Tel: 0811949759 Email: fabby@iesr-indonesia.org
Henrietta Imelda
Tel: 021-7992945 Email: ime@iesr-indonesia.org

Pengentasan Kemiskinan Energi Membutuhkan Perubahan Cara Pandang dan Reformasi Program di Sektor Energi

IESR, Jakarta- Sungguh suatu keadaan yang memprihatinkan, di abad ke-21 ini masih ada jutaan orang yang hidup tanpa akses listrik atau pun bahan bakar untuk kebutuhan memasak sehari-hari. Menurut Biro Pusat Statistik Indonesia, sekitar 22,19 juta warga di pedesaan—yang merupakan 19% dari total penduduk—hidup di bawah garis kemiskinan.

Dengan menggunakan acuan yang berbeda, data Bank Dunia mengungkapkan sekitar 60 persen penduduk Indonesia memiliki pendapatan dibawah US$ 2 per hari. Pendapatan rendah, membuat masyarakat miskin mendapatkan jasa energi yan aman, layak dan berkelanjutan.

Penghapusan kemiskinan jelas tidak akan dapat terlaksana tanpa meningkatkan akses terhadap jasa energi. Kenyataan ini membuat ketersediaan energi bagi si miskin perlu dicapai jika ingin mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Ketersediaan dan akses energy merupakan pra-kondisi dasar untuk membantu tercapainya delapan Tujuan Pembangunan Milenium.

Di Indonesia, kemiskinan energi dapat dilihat dari tingkat rasio elektrifikasi dan ketersediaan dan akses bahan bakar modern untuk memasak. Pada tahun 2008, tingkat elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 64% sementara hanya 60% desa-desa di Indonesia yang dialiri listrik (DESDM, 2008). International Energy Agency (IEA) memperkirakan lebih dari 80,1 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses tenaga listrik, dan jutaan orang bergantung pada biomassa tradisional untuk memasak, yang mengakibatkan
resiko kesehatan.

“Kemiskinan energi di Indonesia merupakan realita, tetapi seringkali luput dari perhatian dan diabaikan,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. Kajian IESR yang dilakukan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa berbagai kebijakan dan program di bidang energi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, tidak secara spesifik ditujukan untuk mengatasi kemiskinan energi, bahkan karena miskin persiapan, program ini alih-alih mengorbankan si miskin,” imbuhnya.

Kebutuhan energi dasar bagi masyarakat desa dan perkotaan membutuhkan portfolio energi yang beragam dan mewakili kondisi ekonomi, sosial, dan sumber daya alam dari suatu daerah. Kajian IESR menunjukkan energi terbarukan seperti energi hidro, matahari, panas bumi, angin, dan bio-energi memiliki peranan penting dalam mengatasi kemiskinan energi di tanah air.

Dalam studinya di tahun 2010, IESR telah melakukan studi tentang model terbaik pengembangan energi berbasis energi setempat. Tujuan studi ini adalah untuk melihat bagaimana pengembangan energy terbarukan di tingkat lokal, dan kontribusi akses kepada energi, dapat meningkatkan sosialekonomi masyarakat setempat.

Kondisi ini nantinya diharapkan dapat memacu tercapainya tujuan pengurangan kemiskinan. Dua lokasi yang menjadi obyek kajian adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Cipta Gelar dan Desa Cibuluh, Jawa Barat.

Penelitian di kedua desa ini memperlihatkan bagaimana peran energi dalam peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat. Dari kedua desa, akses terhadap penerangan—terutama pada malam hari—telah memudahkan anak-anak belajar setelah matahari terbenam. Kondisi ini tentu saja selaras dengan meningkatnya mutu pendidikan anak usia sekolah.

Pasokan listrik dari PLTMH juga telah sukses meningkatkan akses masyarakat kedua desa pada informasi. Masyarakat sudah dapat menikmati radio dan tayangan televisi. Bahkan, di Desa Ciptagelar, masyarakat sudah dapat mengakses internet. Sukses lain yang mengikuti adalah peningkatan ekonomi yang didapat dari pembangunan pabrik tahu di Desa Cibuluh.

Kondisi di atas membuktikan peran energi listrik yang dihasilkan PLTMH dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat. Apabila peran listrik ini ditingkatkan, bukan tidak mungkin bahwa peningkatan akses terhadap energi seperti listrik, dapat membantu masyarakat setempat untuk mengentaskan kemiskinan. Pada akhirnya, peranan energi akan dapat mendukung masyarakat setempat untuk memerangi kemiskinan.

Dari beberapa studi pembangunan pembangkit yang bersumber pada energi terbarukan, IESR menyimpulkan beberapa kunci keberhasilan sebuah kegiatan energi terbarukan skala kecil, antara lain:

  1. Keterlibatan dan rasa kepemilikan masyarakat yang tinggi terhadap pembangkit energi terbarukan.
  2. Lewat peran aktif masyarakat, menjadikan kegiatan energi terbarukan berjalan lebih lama dan berkelanjutan.
  3. Adanya pemberdayaan masyarakat lewat peningkatan kapasitas.
  4. Peran pihak lain dalam membina masyarakat dan sumber pendanaan (LSM lokal, Pemerintah lokal, dan Donor).

Studi di atas memberikan gambaran mengenai bagaimana kegiatan penyediaan energi perdesaan seharusnya dikembangkan.

“Proyek pemerintah seringkali gagal menjamin penyediaan energi lokal secara berkelanjutan karena pengembangan institusi lokal, rasa kepemilikan dan peran serta masyarakat diabaikan. Berbagai faktor ini sangat penting untuk menjamin terwujudnya desa mandiri energi,” kata Imelda Rambitan, koordinator studi ini.

Pengentasan kemiskinan energi membutuhkan sejumlah prasyarat: pengakuan terhadap hak energi masyarakat, keinginan politik yang kuat dari pemerintah, target dan rencana strategi penanggulangan yang rinci dan spesifik, dukungan pendanaan jangka panjang dan keterlibatan komunitas lokal dalam implementasinya.

Fabby menyampaikan bahwa seluruh pendekatan penyediaan energi terbarukan dan listrik perdesaan yang berbasis pada system proyek dan anggaran tahunan saat ini harus berubah, sehingga memberikan hasil yang berkelanjutan dan dampak jangka panjang. Selain itu diperlukan integrasi dengan sector-sektor pembangunan lainnya. “Program energi perdesaan harus dilakuan secara tailor made, sesuai dengan kondisi lokal,” kata Fabby Tumiwa.

IESR berharap agar studi ini dapat berkontribusi bagi program-program pengembangan energi terbarukan di perdesaan dan wilayah terpencil yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan organisasi non-pemerintah.

Untuk Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR
Tel: 0811949759 Email: fabby@iesr-indonesia.org
Henrietta Imelda
Tel: 021-7992945 Email: ime@iesr-indonesia.org