SBY Jangan Hanya Perintah Tanpa Sanksi

JAKARTA (Pos Kota) – Pengamat listrik Faby Tumiwa mengungkapkan hemat listrik dan bahan bakar minyak (BBM) sudah merupakan satu keharusan. “Apalagi bagi instansi atau lembaga negara tidak boleh boros memakai listrik maupun BBM,” katanya saat diminta komentarnya seputar pencanangan kembali hemat energi oleh Presiden SBY, Senin (18/7).

Justru instansi dan lembaga negara, menurutnya, harus lebih hemat dan efisien. Sebab biaya operasional mereka dibiayai dari uang rakyat. “Jadi mereka harus memberi contoh kepada masyarakat.”

Karenanya, ia meminta Presiden tidak hanya mengeluarkan instruksi saja, tapi juga menyiapkan sanksi terhadap instansi atau lembaga negara yang boros memakai listrik dan BBM.

Untuk mengetahui apakah instruksi yang dikeluarkan tersebut dilaksanakan atau tidak oleh instansi atau lembaga negara, Faby menegaskan Presiden SBY harus memerintahkan bawahannya membuat acuan sebagai alat ukur.

“Kalau sudah ada acuannya, maka akan ketahuan apakah instansi atau lembaga negara melaksanakan instruksi tersebut atau tidak,” tandasnya.

Setelah itu, Presiden harus memberi sanksi dengan memasukkan kinerja pejabat dari instansi atau lembaga negara yang boros memakai energi tersebut dalam rapor.

Namun, ia yakin instruksi Presiden SBY agar semua instansi dan lembaga negara tentu akan melakukan hemat energi. “Sejauhmana mereka bisa melakukan hemat energi, tergantung kebutuhan masing-masing,” kata Faby.

sumber: poskota.

Moratorium Mal Kurangi Konsumsi Listrik Hingga 15%

JAKARTA – Rencana Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk melakukan moratorium pembangunan mal, disebut dapat mengurangi konsumsi listrik mencapai 10-15 persen.

“Moratorium pembangunan mal yang diwacanakan Fauzi Bowo, saya pikir terjadi karena pertimbangan jumlah pusat belanja di Jabodetabek yang sudah terlalu banyak. Sehingga kalau ini jadi dilakukan bisa mengurangi konsumsi listrik sekira 10-15 persen,” ungkap Pengamat Kelistrikan dari Institute for Essensial Service Reform Fabby Tumiwa ketika dihubungi okezone, Jumat (15/7/2011).

Dia melanjutkan, meskipun konsumsi listrik mal sangat tinggi, tetapi tetap saja jumlah konsumsi listrik di sektor rumah tangga permintaannya lebih besar.

“Kalau dilihat, 10-15 persen itu mungkin lumayan banyak, tapi ini belum sebanding sama konsumsi listrik di sektor rumah tangga. Yang perlu juga dilakukan adalah bagaimana melakukan efisiensi penggunaan listrik di mal,” lanjutnya.

Efisiensi ini, menurutnya dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi penggunaan sistem pendingin dan penggunaan lampu yang hemat energi.

“Kalau pengunjung mal lagi sedikit, kan sistem pendinginnya bisa otomatis berkurang sehingga hemat energi. Lampunya juga bisa didesain yang hemat energi,” kata dia.

Selain itu, dia juga berpendapat bahwa penggantian bahan bakar listrik ke energi terbarukan seperti tenaga panel surya seperti yang direkomendasikan ESDM, bukanlah suatu hal yang sulit dilakukan.

“Bisa saja dilakukan kalau mal-nya mau, investasinya mungkin besar, tapi ke depannya kalau pakai energi alternatif pasti lebih hemat,” tandasnya.

Sebagai informasi, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan akan ada moratorium pembangunan mal baru setidaknya sampai akhir tahun depan. Hal ini dilakukan karena jumlah mal di DKI Jakarta khususnya sudah terlalu banyak dan masih banyak yang kosong.

Sementara itu, ESDM juga sudah mengimbau pengelola mal untuk mulai beralih ke energi selain listrik pada industri mal. Energi alternatif yang bisa dijadikan pengganti adalah energi panas surya seperti di China. Tagihan listrik untuk satu mal sendiri sebulan bisa mencapai Rp4 miliar-Rp5 miliar.
(ade)

sumber: okezone.