PLN Impor Listrik dari Malaysia Selama 25 Tahun

JAKARTA (IFT) – Indonesia akan mengimpor listrik dari Malaysia untuk memenuhi kebutuhan listrik di Kalimantan. Bambang Dwiyanto, Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN, mengatakan impor listrik itu akan dimulai pada Juli 2014.

“Rencana jual beli listrik antara dua sistem kelistrikan di Kalimantan, yaitu Kalimantan Barat (Indonesia) dan Sarawak (Malaysia) berlangsung selama 25 tahun yang akan terbagi dalam dua tahapan kerja sama,” jelas Bambang, Senin.

Pada kerja sama tahap pertama akan berlangsung dalam lima tahun. PLN akan mengimpor tenaga listrik dari Sarawak. Pola transfer daya untuk beban dasar sebesar 50 megawatt dan untuk beban puncak (peak load) sebesar 180 megawatt

Sementara pada tahap kedua atau setelah lima tahun pertama, PLN dan Sarawak Energy Berhad akan melakukan saling impor dan ekspor tenaga listrik berdasarkan keekonomian kedua sistem tenaga listrik (economic exchange power transfer). Pada tahapan ini, pola transfer daya akan menggunakan prinsip day-head agreement, artinya disepakati sehari sebelum transfer daya dilaksanakan dan bergantung kepada situasi operasi kedua sistem.

Untuk merealisasikan hal itu, PLN telah menggandeng Perusahaan listrik Malaysia, Sarawak Energy Berhad dalam pembangunan jaringan listrik interkoneksi sepanjang 122 kilometer dari Bengkayang di Kalimantan Barat hingga ke Mambong di Serawak. Dari panjang jaringan tersebut, sekitar 86 kilometer diantaranya berada di wilayah Kalimantan Barat dan sisanya sepanjang 36 kilometer berada di wilayah Sarawak.

Dengan adanya kerja sama pembangunan interkoneksi ini, potensi keuntungan yang bisa dirasakan oleh PLN dalam penyediaan tenaga listrik, khususnya di wilayah Kalimantan Barat, di antaranya meningkatkan pasokan daya non-bahan bakar minyak ke Kalimantan Barat yang berasal dari Sarawak yang secara mayoritas dibangkitkan dengan menggunakan pembangkit listrik tenaga air yang lebih ekonomis, sehingga memungkinkan penurunan biaya operasi.

“Kerja sama ini juga bertujuan untuk meningkatkan keandalan operasi sistem kelistrikan Kalimantan Barat, sekaligus meningkatkan cadangan daya sistem kelistrikan Kalimantan Barat,” jelasnya.

Widjajono Partowidagdo, angggota Dewan Energi Nasional, mendukung langkah PLN untuk mengimpor listrik dari Malaysia, karena Indonesia kekurangan pasokan sedangkan Malaysia kelebihan pasokan. Selain untuk memenuhi pasokan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat dan Serawak, jual beli listrik PLN dan produsen listrik Malaysia juga bisa dikembangkan untuk wilayah lain, seperti Dumai, Riau dan Batam, Kepulauan Riau. “Malaysia bisa memasok listrik melalui kabel bawah laut,” ujarnya.

Menurut Widjajono, potensi jual beli listrik ini bisa dilakukan untuk memenuhi pasokan listrik pada malam hari di daerah Riau, karena Malaysia hanya menggunakan listrik pada siang hari untuk keperluan industri, sementara pada malam hari tidak digunakan. Kedua negara akan diuntungkan karena pasokan listrik di Riau akan bertambah dan Malaysia memperoleh pendapatan dari pemanfaatan listrik yang tidak terpakai di negaranya pada malam hari.

“Kerja sama ini bisa dilakukan secara G to G (government to government) atau B to B (business to business),” katanya.

Fabby Tumiwa, pengamat kelistrikan, menilai impor listrik dari Malaysia untuk wilayah lain di luar daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia perlu studi kelayakan terlebih dahulu. PLN mesti mengkaji biaya investasi dan mekanisme pendanaannya. Studi kelayakan ini dinilai berguna karena proses transfer listrik dari Malaysia dilakukan melalui kabel bawah laut, sehingga kepastian investasi dan siapa yang menanggung investasi harus jelas terlebih dahulu.

“Intinya, kesepakatan kerja sama ini harus dikaji cost and benefit-nya. Jangan sampai Indonesia dirugikan,” kata dia. (*)

Nurseffi Dwi Wahyuni

sumber: indonesiafinancetoday.com.

Konsumsi Bahan Bakar Minyak PLN Ditargetkan Turun 59,57% di Semester II

JAKARTA– PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, menargetkan konsumsi bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik mencapai 3,36 juta kiloliter di semester II atau turun 59,57% dari realisasi konsumsi bahan bakar minyak semester I sebesar 5,64 juta kiloliter. M Suryadi Mardjoeki, Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak PLN, mengatakan penurunan konsumsi didorong mulai beroperasinya sejumlah pembangkit listrik tenaga uap dalam proyek 10 ribu megawatt tahap pertama dan tambahan pasokan gas untuk perseroan.

Penambahan pembangkit listrik tenaga uap membuat konsumsi batu bara PLN meningkat 26,9% dari 19 juta ton pada semester I menjadi 26 juta ton pada semester berikutnya. Beberapa pembangkit dalam proyek 10 ribu megawatt tahap pertama yang telah beroperasi secara penuh adalah PLTU Indramayu, PLTU Rembang, PLTU Lontar, PLTU Suralaya 8 serta PLTU Tanjungjati unit 3.

“Kami menargetkan konsumsi batu bara pembangkit milik PLN dan swasta hingga akhir tahun ini mencapai 45 juta ton,” ujarnya kepada IFT, Selasa.

Selain didorong oleh tambahan pasokan batu bara, penurunan konsumsi bahan bakar minyak juga disebabkan kenaikan konsumsi gas. Perseroan akan mendapatkan tambahan pasokan gas sebesar 65 juta kaki kubik dari Blok Jambi Merang yang dikelola Joint Operating Body Pertamina-Talisman Jambi Merang sekitar September-Oktober 2011 ke pembangkit PLN yang berada di Sumatera.

PLN telah mengusulkan kepada Badan Pelaksana
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) agar pasokan gas dari Jambi Merang tersebut dialihkan ke pembangkit listrik tenaga gas uap Muara Tawar, Bekasi, Jawa Barat melalui pipa gas yang dikelola PT Transportasi Gas Indonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Pengalihan itu bersifat sementara hingga pembangkit listrik PLN yang beradap di Sumatera beroperasi.

Menurut Suryadi, pengalihan pasokan tersebut dapat dilakukan melalui mekanisme swap dengan gas ConocoPhillips Indonesia yang mengalir ke Chevron. Begitu usulan tersebut disetujui BP Migas, gas bisa langsung dialirkan tanpa menunggu Oktober.
“Selain dari Jambi Merang, kami juga akan memperoleh pasokan gas sebesar 2,5 juta kaki kubik per hari dari Blok Gelam Technical Asisstance Contract dengan operator PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) pada Oktober,” ujarnya.

PLN mencatat penurunan penggunaan gas di pembangkit PLN dan swasta sebesar 7% dari 176 triliun british themal unit pada semester I 2010 menjadi 163 triliun british thermal unit pada periode yang sama tahun ini. Sementara produksi pembangkit listrik tenaga panas bumi mencapai 4,7 terawatthour atau sama dengan semester I 2010. Perseroan menargetkan konsumsi gas sepanjang tahun ini mencapai 344 triliun british thermal unit.

Nur Pamudji, Direktur Energi Primer PLN, memperkirakan konsumsi bahan bakar pembangkit PLN dan pembangkit swasta hingga akhir 2011 terdiri dari batu bara 45 juta ton, gas 344 triliun british thermal unit dan bahan bakar minyak sebesar 9 juta kiloliter. Dengan perkiraan produksi listrik perseroan mencapai 180 terawatthour.

PLN mengalokasikan dana untuk pembelian bahan bakar pembangkit sebesar Rp 89,8 triliun sepanjang tahun ini. Sebagian besar dana itu untuk belanja bahan bakar minyak sebesar Rp 51,5 triliun, batu bara Rp 25,7 triliun, gas Rp 10,4 triliun, panas bumi Rp 1,7 triliun, dan air Rp 400 miliar.

Menurut perhitungan Departemen Riset IFT, PLN diproyeksikan mengeluarkan dana sebesar Rp 47,94 triliun untuk pembelian bahan bakar minyak perseroan sepanjang semester I. Ini dengan asumsi bahan bakar minyak perseroan sebesar 5,64 juta kiloliter dengan harga beli bahan bakar minyak berdasarkan informasi dari PLNseharga Rp 8.500 per liter.

Jika PLN dapat mencapai target konsumsi bahan bakar minyak sebesar 9 juta kiloloter sepanjang tahun ini, perseroan diperkirakan mengeluarkan dana Rp 76,5 triliun atau sekitar 46,6% di atas alokasi dana perseroan untuk membeli bahan bakar minyak sebesar Rp 51,5 triliun.

Lebihi Target
Fabby Tumiwa, pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Services Reform Indonesia, memperkirakan konsumsi bahan bakar minyak PLN akan melebih target yang sudah ditetapkan perseroan. Jika melihat realisasi konsumsi bahan bakar minyak hingga semester I, menurut Fabby, realisasi konsumsi bahan bakar PLN minimal mencapai 9,5 juta kiloliter sepanjang tahun ini.

Proyeksi yang ditetapkan Fabby lebih tinggi dari realisasi konsumsi bahan bakar minyak PLN pada tahun lalu sebesar 9,1 juta kiloliter. Menurut Fabby, itu disebabkan adanya tambahan pelanggan batu sehingga konsumsi listrik meningkat. “Kenaikan jumlah pelanggan tersebut karena perseroan menerapkan kebijakan untuk melayani seluruh permintaan sambungan listrik baru dari masyarakat,” katanya.

Berdasarkan catatan PLN, tambahan pelanggan dari akhir Desember 2010 hingga Mei 2011 lebih dari satu juta pelanggan. PLN memproyeksikan perolehan tambahan 3,6 juta pelanggan baru dari 42 juta menjadi 45,6 juta pelanggan. Sebagian besar tambahan pelanggan adalah pelanggan rumah tangga. Dengan tambahan tersebut, rasio elektrifikasi nasional tahun ini ditargetkan meningkat dari 67,6% menjadi 72%. (*)

sumber: indonesiafinancetoday.com.

Program Efisiensi Energi Dinilai Hemat Dana Rp 2,5 Triliun

JAKARTA (IFT) – Pemerintah memperkirakan penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp 2,5 triliun per tahun dari penurunan konsumsi listrik sebesar 27% dari kondisi normal. Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian, mengatakan target tersebut akan dicapai dengan diterapkannya Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air di seluruh instansi pemerintahan maupun lembaga nondepartemen.

“Bila penghematan bahan bakar sebesar 10% dan air tercapai, maka diperkirakan penghematan akan lebih besar lagi,” kata Hatta, Selasa.

Untuk mendukung pencapaian target tersebut, pemerintah telah memberikan pengarahan kepada setiap pimpinan kementerian dan lembaga, termasuk Badan Usaha Milik Negara harus menggalakkan gerakan penghematan energi dan air ini.

Gerakan penghematan energi di setiap instansi pemerintahan akan diawasi melalui gugus tugas di bawah Sekretariat Jenderal dan akan dilaporkan setiap bulan ke pihaknya dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral selaku ketua teknis. Kementerian Perekonomian akan melaporkan pencapaian penghematan tersebut kepada Presiden setiap tiga bulan.

“Instansi pemerintah harus jadi pelopor. Masing-masing kementerian mengimbau untuk melakukan penghematan. Namanya juga gerakan, itu kita jadikan budaya. Hemat itu harus kita jadikan budaya,” ungkapnya.

Evita Herawati Legowo, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi, mengatakan penerapan Instruksi Presiden mengenai Penghematan Energi mulai diberlakukan pada pekan ini dan tidak perlu ditunda-tunda lagi. “Pokoknya sekarang kita harus mulai jalan action-nya (pelaksanaannya), karena sudah ada Inpresnya,” ujar dia.

Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi, menjelaskan pihaknya telah membuat panduan mengenai tata cara penghematan listrik dan akan disebarkan ke seluruh instansi pemerintahan. “Kami membuat panduan bagaimana caranya menghemat listrik, misalnya dengan mengganti semua lampu dengan lampu hemat energi, atau mematikan air conditioner pada saat tidak digunakan,” ujarnya kepada IFT.

Pelaksanaan dari penghematan pemakaian listrik tersebut akan diawasi oleh kepala bagian rumah tangga setiap instansi pemerintahan. Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, penerapan regulasi tersebut dapat menurunkan konsumsi listrik hingga 25%. Jika setelah dilaksanakan tidak ada penurunan konsumsi listrik maka kepala bagian rumah tangga akan diberikan teguran tertulis.

“Instruksi Presiden ini sebenarnya sudah ada sejak 2008 tapi kurang efektif karena kurangnya pengawasan. Pada awal regulasi itu diterapkan konsumsi listrik memang turun, tapi begitu monitornya tidak ada ya langsung naik lagi,” ungkap Jarman.

Fabby Tumiwa, pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Services Reform Indonesia, menyarankan kepada pemerintah untuk mengaudit pemakaian energi oleh lembaga independen di kantor-kantor pemerintahan sebelum menggalakkan program penghematan energi dan air . Hasil audit tersebut dapat diketahui berapa potensi penghematan yang dapat diraih pemerintah. “Dengan begitu, dasar (baseline) dari program ini lebih jelas dan targetnya tidak ditetapkan secara asal-asalan,” ungkapnya.(*)

sumber: indonesiafinancetoday.com.