Opsi Kenaikan Harga Premium Lebih Baik?

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyambut baik usulan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi sebesar Rp 1.000 per liter untuk sebagian pengguna mobil pribadi. Menurut dia, hal itu tidak akan memberatkan masyarakat. “Kalau dalam konteks itu (saya) positif (setuju). Kan menaikkan pada level yang tidak memberatkan,” ucap Fabby ketika dihubungiKompas.com, Rabu(16/11/2011).

Menurut Fabby, kenaikan serupa pernah terjadi pada tahun 2005 di mana harga BBM premium naik 100 persen dari Rp 2.400 menjadi Rp 4.500 per liter. Saat itu, katanya, masyarakat masih mampu membeli. “Konsumsi (BBM bersubsidi) terus naik sampai tahun 2008,” ujarnya.

Dengan kondisi itu, ia menilai, jika kenaikan yang diwacanakan oleh pemerintah benar terjadi, masyarakat masih tetap mampu untuk membeli.

Menurut Fabby, menaikkan harga BBM bersubsidi lebih efektif ketimbang cara pemasangan sistem alat kendali (RFID) pada angkutan umum. Penggunaan alat itu butuh pengawasan yang ketat dan ada biaya pengawasan yang besar untuk melakukan itu. “Lebih susah untuk mengontrol volume,” tegasnya.

Masalahnya sekarang adalah kuota subsidi selalu terlampaui dengan berbagai macam alasan. Jika tidak diatasi segera, anggaran belanja (APBN) untuk yang lain bisa terganggu. Dengan begitu, menaikkan harga BBM subsidi ini adalah cara yang paling efektif. “Kalau saya menilai, kenaikan ini yang paling maksimal dibandingkan opsi yang lain,” kata Fabby.

Namun, katanya, pemerintah juga harus punya skenario jangka panjang. Pertama, kata Fabby, apakah akan ada kenaikan harga BBM secara bertahap. “Kedua, bagaimana kompensasi terhadap masyarakat miskin,” katanya.

Fabby menegaskan, dampak kenaikan harga ini harus diperhatikan, misalnya terhadap daya beli masyarakat miskin.

Sumber: Kompas.

Setoran Royalti 129 Perusahaan Industri Ekstraktif Diperiksa

JAKARTA: EITI Indonesia saat ini sedang memeriksa 129 perusahaan di sektor industri ekstraktif terkait jumlah pendapatan negara dari pembayaran pajak dan bukan pajak yang sudah mereka setorkan ke negara.

Ketua Tim Formatur Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) Indonesia Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan 129 perusahaan itu terdiri dari perusahaan migas, mineral dan batu bara.

“Sebanyak 129 perusahaan sudah pasti kita periksa. EITI mensyaratkan laporan yang kita periksa harus yang sudah diaudit oleh BPK, jadi kita periksa yang laporan tahun 2009,” ujarnya di sela-sela acara media briefing hari ini.

Erry menjelaskan perusahaan mineral dan batu bara yang diperiksa adalah mereka yang menyetor royalti di atas US$1 juta pada 2009. Sementara itu, kontraktor migas yang diperiksa adalah mereka yang menyetor PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) di atas US$10 juta pada 2009.

Sebelumnya, tim yang dipimpin Erry telah mendistribusikan template laporan kepada seluruh 129 perusahaan itu untuk selanjutnya diisi oleh mereka. “Di sisi lain, pemerintah juga melaporkan berapa jumlah pendapatan yang mereka kumpulkan. Kalau ada perbedaan antara laporan perusahaan dan pemerintah, nanti akan direkonsiliasi oleh kantor akuntan publik yang belum kami pilih, ini sedang dicari. Hasilnya mudah-mudahan pada April 2013 bisa kami publikasikan,” ujar Erry.

Namun, jika perusahaan di sektor industri ekstraktif tersebut tidak melaporkan jumlah pendapatan negara, Erry mengatakan mereka tidak akan dikenakan sangsi sesuai dengan Perpres No.26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang diperoleh dari industri ekstraktif.

“Di Perpres-nya memang tidak ada sangsi. Saya kira kalau mereka tidak lapor paling malu saja. Lalu ini selanjutnya layak untuk diteliti oleh penegak hukum, mengapa mereka tidak mau melaporkan,” jelasnya.

EITI atau Inisiatif Transparansi untuk Industri Ekstraktif merupakan sebuah inisiatif global untuk transparansi pendapatan migas, mineral dan batu bara. Erry mengatakan EITI sudah diimplementasikan di 35 negara, termasuk Indonesia. Pada Oktober 2010, Indonesia resmi diterima sebagai satu-satunya kandidat EITI di antara seluruh negara anggota ASEAN lainnya.

Sebagai kandidat EITI, Indonesia memiliki waktu dua tahun, yakni hingga Oktober 2012, untuk mempersiapkan diri melengkapi persyaratan dan kriteria negara yang mengimplementasikan EITI secara penuh (compliant).

Harapannya dengan implementasi EITI ini, Indonesia yang kaya akan sumber daya alam bisa lebih memonitor pendapatan pemerintah pusat dan daerah yang sudah dibayarkan oleh perusahaan industri ekstraktif. Selain itu, EITI juga diharapkan bisa membantu meningkatkan iklim investasi di Indonesia.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini perlu mendukung implementasi EITI di kawasan ini. Hal ini disebabkan negara-negara ASEAN sesungguhnya kaya dengan hidrokarbon namun pengelolaannya belum transparan.

Fabby mengatakan berdasarkan survey yang dilakukan US Geological Survey 2010, masih ada 21,6 miliar barel minyak dan 299 triliun kaki kubik gas yang belum ditemukan di 23 provinsi geologis di kawasan Asia Tenggara. Hidrokarbon setidaknya merupakan sumber penerimaan negara yang utama bagi lima negara di kawasan ini, yakni Brunei, Malaysia, Indonesia, Myanmar dan Kamboja.

Di Indonesia, sektor migas masih menyumbang penerimaan negara sebesar 30% dari APBN sementara Brunei mengandalkan 85% pendapatan negara dari sektor migas. “Pada 2020, kontribusi hidrokarbon diperkirakan sekitar 40-50% dari pendapatan negara Kamboja,” ujar Fabby.

Sayangnya, pengelolaan hidrokarbon belum optimal akibat dari tingginya tingkat korupsi di kawasan ini. Hal ini juga ikut membuat iklim investasi di sektor industri ekstraktif menjadi tidak menarik. “Korupsi masih sangat sistemik di kawasan ini. Menurut kami, tata kelola industri ekstraktif menjadi sangat penting dalam konteks ASEAN, agar bagaimana sumber daya alam bisa ditranslasikan untuk kemakmuran komunitas ASEAN pada 2015 nanti,” jelasnya.(mmh)

Sumber: Bisnis.com.

Nur Pamudji, Dirut PT PLN Termuda

Low profile dan sangat kental logat Jawa-nya. Itulah figur yang terlihat dari Nur Pamudji, Direktur Energi Primer PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang naik pangkat menjadi nakhoda baru menggantikan Dahlan Iskan sebagai orang nomor satu di PLN.

Dahlan menyebut pria kelahiran Malang itu sebagai dirut termuda dalam sejarah PLN modern. Nah, di tangan lelaki muda inilah PLN diharapkan mampu lebih ‘terang’ dengan segala tantangannya.

Tidak dipungkiri, PLN sebagai BUMN merupakan salah satu BUMN yang ‘menggoda’ dan sangat kental muatan politisnya siapapun yang menjadi nakhodanya. Nominal dari bisnis yang berputar dari perusahaan plat merah cukup luar biasa. Tahun ini saja, subsidi listrik mencapai Rp37,8 triliun dan Rp45 triliun pada 2012.

Itu baru dari anggaran yang disiapkan pemerintah dari subsidi. Belum lagi proyek kelistrikan, termasuk sejumlah megaproyek pembangkit seiring dengan upaya pemerintah menggenjot tingkat rasio elektrifikasi lebih rendah lagi dari kondisi saat ini 67,2% menjadi 99% pada 2020.

Jadi sangat wajar bila banyak pihak sangat berkepentingan terhadap siapapun figur yang menduduki orang nomor satu di PLN menggantikan Dahlan. Mungkin kondisi itu sangat dipahami juga oleh Menteri BUMN. Satu sumber Bisnis menyebut pemilik Jawa Pos akan terus mengawal perusahaan negara itu meskipun sudah menjadi Menteri BUMN.

“Kinerja PLN menjadi taruhan Dahlan Iskan ketika dia bersedia menduduki jabatan Menteri BUMN. Oleh karena itu, figur penggantinya adalah figur yang seiring seirama dengan Dahlan,” ujar sumber itu. Benar tidak sinyalemen itu, hanya Dahlan Iskan yang mengetahuinya mengapa Nur Pamudji akhirnya yang terpilih menjadi dirut PLN.

Menteri BUMN itu dalam satu kesempatan di Bandung hari ini mengemukakan ada dua jawaban sehingga dirinya lebih memilih Nur Pamudji sebagai penggantinya. Pertama, Dahlan mengatakan Nur Pamudji itu mantan wartawan kampus yang hebat.

“Kalau jawaban guyon, saya inikan wartawan. Tentu saya minta pengganti saya itu dari wartawan. Dulu Nur Pamudji itu wartawan pers kampus yang hebat. Dia pengasuh ilmu dan teknologi di harian Sinar Harapan sebelum dibreidel,” katanya.

Jawaban seriusnya, mantan wartawan Jawa Pos itu mengatakan dirinya percaya akan orang muda. “Karena yang orang muda itu bisa melakuikan kemajuan. Saya ingin Nur Pamudji meneruskan melakukan transformasi PLN sebagai perusahaan yang bersih. Saya juga meminta dia untuk melakukan percepatan sejumlah proyek yang tertunda.” Nur Pamudi sendiri direncanakan dilantik besok pukul 11.00 WIB di Gardu Induk PLN, Karet Tengsin, Jakarta Pusat.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Satya Yudha menilai terpilihnya Nur Pamudji sebagai dirut PLN sudah sangat tepat karena dia sangat mengerti tentang masalah pembangkitan listrik di Indonesia. “Ke depannya, Nur Pamudji diharapkan bisa melakukan efisiensi energi primer, terus menekan losses dan mengganti BBM dengan gas untuk bahan bakar pembangkit.”

Selain itu, beberapa program yang harus dilakukan dirut PLN yang baru itu adalah menciptakan harga listrik per kWh-nya bisa lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asean, mempercepat program 10.000 MW tahap I dan II, meningkatkan rasio elektrifikasi.

Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa berharap Nur Pamudji bisa membawa PLN menjadi lebih baik, terutama dari sisi good corporate governance. Artinya, PLN bisa menjadi perusahaan yang menjunjung tinggi profesionalitas dan bisa jadi standar world class utility.

“Pak Nur punya tugas besar agar PLN itu dihindarkan dari politisasi. Kunci bahwa PLN menjadi profesional, caranya adalah membangun kompetensi termasuk menghilangkan politisasi di seluruh bisnis proses PLN,” tegasnya. Fabby juga berharap Nur Pamudji bisa membawa PLN mengelola bisnis lebih baik dari hulu sampai hilir, mulai dari penyediaan energi primer sampai penjualan tenaga listrik.

“Saya berharap biaya produksi listrik PLN bisa berkurang. Salah satu komponen yang penting di sana adalah biaya energi primer. Kalau itu bisa dikurangi, ada substitusi dari BBM ke non-BBM lebih banyak, maka otomatis biaya produksi listrik turun. Harusnya beliau paham,” ujarnya. (Roberto Purba/Ajijah/ea)

Sumber: Bisnis.com.