Pembukaan Ad hoc Working Group on Durban Platform on Enhanced Action : Menantikan Rencana Kerja yang Konkrit

Salah satu keputusan dari Konferensi Para Pihak ke-17 di Durban akhir tahun 2011 lalu adalah dibentuknya sebuah working group yang disebut sebagai Ad hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action (ADP). ADP merupakan sebuah badan yang dibentuk berdasarkan Decision 1/CP 17 yang dimandatkan untuk mengembangkan sebuah protokol, sebuah instrumen legal lainnya atau sebuah keluaran yang disepakati bersama dengan kekuatan legal di bawah Konvensi, dan berlaku untuk semua Pihak. ADP harus menyelesaikan tugasnya secepat mungkin, dan tidak boleh lebih dari tahun 2015 agar dapat mengadopsi protokol yang dimaksud, instrumen legal atau keluaran yang disepakati bersama dengan kekuatan legal, saat Konferensi Para Pihak yang ke 21 berlangsung, agar dapat segera berlaku dan diimplementasikan terhitung dari tahun 2020. Sesi pertamanya, dilaksanakan di intersessional Bonn kali ini. Dibuka oleh Presiden COP 17, Minister Nkoana-Mashabane, ADP 1 dibuka dengan begitu banyak harapan bagi para Pihak.

Beberapa hal yang dikemukakan oleh negara-negara yang memberikan pernyataan dalam pembukaan ADP adalah perlunya dihasilkan sebuah program kerja ADP yang disepakati. Di dalam program kerja tersebut, elemen-elemen seperti mitigasi, adaptasi, dan elemen pendukung yang mencakup pendanaan, transfer teknologi, capacity-building, harus menjadi komponen-komponen yang dikedepankan. Dalam setiap komponen-komponen tersebut, prinsip-prinsip seperti equity dan common but differentiated responsibilities serta respective capabilities, harus selalu diperhitungkan dalam menyepakati sebuah keputusan.

Pembukaan ADP masih akan berlangsung hari ini, 18 Mei 2012, untuk pemilihan chairman. Beberapa kandidat chairman berasal dari Norwegia (Mr. Haralad Dovland) , Trinidad and Tobago (Mr. Kishan Kumarsingh), serta India (Mr. Jayant Moreshwar Mauskar).

Bonn 2012 : Sejauh Manakah Partisipasi Organisasi Pengamat (Observers Organizations) dalam Proses Negosiasi Diakui?

Partisipasi lembaga-lembaga pengamat, atau biasa disebut dengan Observers, dalam negosiasi perubahan iklim, sebenarnya tercantum di dalam Konvensi Artikel 7 paragraf 6. Observers merupakan organisasi-organisasi non pemerintah yang terlibat aktif, dan terakreditasi sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh UNFCCC.

Menariknya lagi, di Subsidiary Body on Implementation, keterlibatan Observers memiliki isu sendiri dan selalu dibahas di setiap pertemuan. Hal ini tentu saja, membawa posisi observers, pada posisi yang memungkinkan untuk mengikuti proses negosiasi yang sedang berlangsung. Dengan begitu pula, proses ini akan menjadi proses yang menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas dari proses negosiasi yang terjadi.

Walau demikian, harus diakui bahwa jumlah pertemuan yang ada, seringkali tertutup bagi para observers. Climate Action Network International (CAN International), dalam newsletter harian mereka mengatakan, bahwa di tahun 2011 pada intersesi perubahan iklim di Bonn setehun yang lalu, kebanyakan pertemuan yang ada bersifat tertutup ketimbang yang terbuka bagi para observers. Hal ini, tentu saja perlu ditinjau ulang. Apakah memang benar, dengan komposisi pertemuan seperti itu, observers dapat menjalankan fungsi yang harusnya mereka jalani? Apakah memang benar transparansi dan akuntabilitas dijunjung tinggi di dalam negosiasi perubahan iklim?

Proses yang sedang berlangsung di bawah Subsidiary Body on Implementation (SBI) mengenai peningkatan peran Observers, harus selalu diawasi oleh para observers, agar dapat mengetahui dengan persis, apakah memang dalam pengambilan keputusannya, ada suara-suara observers yang diperhitungkan.

Keterangan: Grafik yang tercantum, merupakan modifikasi dari grafik yang telah dihasilkan oleh Climate Action Network International dalam newsletter hariannya bernama ECO, tertanggal 18 Mei 2012. ECO hanya terbit di masa-masa perundingan perubahan iklim.