JURNAL RIO+20

PERNYATAAN PERWAKILAN MAJOR GROUP NGO DI PLENARY TINGKAT TINGGI KONFERENSI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI RIO DE JENEIRO

Hari ini, 20 Juni 2012 Konferensi PBB untuk pembangunan berkelanjutan dibuka. Diperkirakan sekitar 100 lebih kepala negara dan pemerintahan menghadiri acara ini, salah satunya Presiden SBY dengan rombongannya yang cukup besar.

Dalam acara pembukaan, setiap perwakilan kelompok utama (major groups) mendapatkan kesempatan untuk memberikan pernyataan resmi. Berikut ini adalah pernyataan dari major groups NGO, yang disampaikan oleh Wael Hmaida dari Climate Action Network (CAN), dimana IESR juga menjadi anggotanya:

Berikut pernyataannya:

Wael Hmaidan

Climate Action Network

Thank you Vice-President

I am making this statement on behalf of the NGOs in Rio+20

It feels amazing to be in this room among all the world leaders, and feeling all this power around me that can shape the World. We all know the threat that is facing us, and I do not need to repeat the urgency. Science is very clear. If we do not change in the coming five to ten years the way our societies function, we will be threatening the survival of future generations and all other species on the planet. Nevertheless, you sitting here in this room have the power to reverse all of this. What you can do here is the ideal dream of each one of us: to have the opportunity to be the savors of the planet.

And yet we stand on the brink of Rio+20 being another failed attempt, with governments only trying to protect their narrow interests instead of inspiring the World and giving all of us back the faith in humanity that we need. If this happens, it would be a big waste of power, and a big waste of leadership opportunity.

You cannot have a document titled ‘the future we want’ without any mention of planetary boundaries, tipping points, or the Earth’s carrying capacity.  The text as it stands is completely out of touch with reality. Just to be clear, NGOs here in Rio in no way endorse this document. Already more than 1,000 organisations and individuals have signed in only one day a petition called “The Future We Don’t Want” that completely refuses the current text. It does not in any way reflect our aspiration, and therefore we demand that the words “in full participation with civil society” are removed from the first paragraph.

If you adopt the text in its current form, you will fail to secure a future for the coming generations, including your own children.

To mention a few examples of failures in the document:

In the issue of finding resources to implement sustainable development, we see countries using the economic crisis as an excuse, while at the same time spending 100s of billions of dollars subsidizing the fossil fuel industry, the most profitable industry in the world. The first thing you can do is eliminating the existing harmful subsidies, especially fossil fuel subsidies, which was voted as the number one issue during the civil society dialogue.

Under the oceans section, you have failed to give a clear mandate to even start negotiating an implementing agreement to stop the Wild West abuse of the high seas.

There are many other failures in the document related to women’s reproduction health, missed opportunities to start new global treaties on civil society participation and on sustainability reporting, the extraordinary lack of any reference to armed conflicts, nuclear energy (especially in light of the fukushima disaster), and many others.

But it is not too late. We do not believe that it is over. You are here for three more days, and you can still inspire us and the world. It would be a shame and a waste for you to only come here and sign off a document. We urge you to create new political will that would make us stand and applaud you as our true leaders.

Thank you

Jurnal Rio + 20

Pembangunan berkelanjutan identik dengan masa depan. Dalam laporan Our Common Future, yang dirilis oleh World Commission on Environment and Development atau yang juga dikenal sebagai Brundtland Commission tahun 1987, “Pembangunan berkelanjutan” menemukan maknanya: “pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.”

Laporan yang dikeluarkan oleh komisi tingkat tinggi yang dipimpin oleh Gro Harlem Brundtland, perempuan berkharisma dan cerdas, yang juga mantan Perdana Menteri Norwegia, demikian berpengaruh sekaligus berperan atas terselenggaranya Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) yang pertama lima tahun kemudian. Konferensi ini melahirkan Agenda 21, yang menempatkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai intinya.

Dua puluh tahun, kemudian, puluhan ribu orang yang terdiri dari para pemimpin dunia, kelompok-kelompok masyarakat sipil, bisnis, dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya, menjejakkan kakinya ke Rio de Jeneiro, berusaha untuk memperjuangkan dan memberi makna atas masa depan dalam Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan, atau yang juga dikenal sebagai Rio+20 pada 20-22 Juni 2012.

Karena konferensi ini sejatinya adalah forum perundingan internasional, sebelum itu terdapat tiga pertemuan persiapan untuk membahas hasil dari konferensi. Basisnya adalah rancangan (draft) dokumen hasil (outcome document) yang dinamakan The Future We Want.” yang menjadi bahan negosiasi di rapat persiapan ke-3 sebelum Rio+20, 13-15 Juni yang lalu.

Judul naskah ini sepertinya berusaha merefleksikan gagasan dan semangat untuk membuat masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang, ditengah hadirnya tiga krisis yang mengancam masa depan kita: bencana karena perubahan iklim, ketidakadilan dan ketidaksetaraan global dalam hal ekonomi, politik dan sosial, serta konsumsi yang tidak berkelanjutan akibat sistem ekonomi yang rusak.

Pertanyaan terpenting adalah, siapa yang berhak menentukan “masa depan yang kita inginkan?” Apakah sekelompok kepala negara yang dipilih secara demokratis atau tidak, para CEO korporasi dunia, yang barang dan jasa yang mereka hasilkan menguasai hajat hidup milyaran orang di dunia, para aktivis LSM yang gemar mengklaim berjuang untuk “rakyat” yang memenuhi kota Rio, atau sekelompok negosiator yang bergerilya dari ruang perundingan satu dan lainnya di RioCentro?

Saya tidak punya jawaban atas pertanyaan diatas. Tetapi saya percaya bahwa setiap umat manusia diatas bumi ini berhak bercita-cita dan mengekspreksikan masa depan yang dia inginkan.

Salah satu hal menarik di arena KTT di RioCentro adalah inisiatif untuk menuliskan ide tentang masa depan yang diinginkan oleh peserta konferensi Rio+20. Organisasi Terre des Hommes, meminta siapapun menuliskan gagasan dan harapan masa depan yang diinginkan oleh setiap individu, dan menempelkannya di dinding yang terletak di hall kedatangan di kompleks Rio Centro. Entah sudah berapa lama, ajakan ini dimulai, tapi ketika saya menjejakkan kaki untuk pertama kalinya ke Rio Centro hari minggu lalu, sudah ada ratusan kertas warna-warni yang tertempel dengan indah, dengan tulisan berbagai bahasa.

Semoga pemimpin, negosiator, aktivis, lobbyist, maupun para penggembira, dan seluruh yang mengikuti konferensi ini punya waktu mampir, membaca, dan merenungi arti dari goresan-goresan ini.

Para pembaca, What Future You Want?

Rio de Jeneiro, 18 Juni 2012