PLN Batam Investasi Rp 24 Triliun hingga 2016

BY IGNASIUS LAYA & NURSEFFI DWI WAHYUNI

JAKARTA (IFT) – PT Pelayanan Listrik Nasional Batam, anak usaha PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, membutuhkan dana Rp 24 triliun untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan di Batam hingga 2016. Dadan Koernadipoera, Direktur Utama PLN Batam, menyatakan pembangunan infrastruktur tersebut dilakukan untuk memenuhi konsumsi listrik di Batam yang tumbuh 9% per tahun.

“Setiap tahun Batam harus nambah pembangkit untuk penuhi kebutuhan Batam. Kami menargetkan total kapasitas pembangkit di Batam mencapai 500 megawatt, dari saat ini 300 megawatt,” ungkap Dadan, Rabu.

Ia menjelaskan sumber pendanaan untuk pelaksanaan proyek itu berasal dari kas internal dan pinjaman perbankan serta hasil penawaran umum saham perdana (IPO) yang akan dilakukan pada tahun depan.

PLN Batam telah menunjuk PT Bahana Sekuritas sebagai pemimpin penjamin emisi untuk rencana IPO PLN Batam. Setelah mempercayakan rencana IPO kepada Bahana Sekuritas, perseroan juga telah menunjuk lembaga penunjang IPO seperti penasihat keuangan (financial advisor) Ernst & Young (EY), Biro Administrasi Efek (BAE), PT Datindo Entrycom, serta Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte.

“Target dana yang bisa diraup dari IPO belum bisa saya sampaikan. Berapa saham yang akan dilepas tergantung hasil rapat umum pemegang saham,” jelas dia.

PLN Batam mencatat kenaikan pendapatan 8,7% menjadi Rp 909 miliar sepanjang semester I 2012. Kenaikan itu ditopang volume penjualan listrik dan peningkatan harga jual perseroan ke konsumen.

Pada paruh pertama 2012, perseroan telah menjual listrik sebanyak 806.960 megawatthour ke pelanggan pada semester I 2012, atau naik 7,3% dari periode yang sama tahun lalu. Kenaikan itu salah satunya ditopang oleh bertambahnya pelanggan perseroan. Pada semester I tahun lalu, perseroan memiliki pelanggan sebanyak 223.189, sementara hingga pertengahan 2012, jumlah pelanggan perusahaan tersebut mencapai 232.206.

“Saat ini rasio elektrifikasi sudah 100%,” kata Dadan.

Peningkatan pendapatan PLN Batam juga dipicu oleh penyesuaian harga jual listrik. Pada tahun ini harga jual rata-rata sekitar Rp 1.143 per kilowatthour (kWh), sedangkan pada tahun lalu Rp 1.120 per kWh.

Dadan menjelaskan sebagai perusahaan yang sudah menjual tarif listrik dengan harga keekonomian, Pelayanan Listrik Batam menyesuaikan harga jual listriknya setiap tiga bulan sekali. Penyesuaian tarif itu disesuaikan dengan sejumlah komponen seperti pergerakan harga bahan bakar minyak dan angka inflasi. Penentuan tarif itu harus disetujui oleh pemerintah daerah.

“Jika tidak ada gejolak, harga bisa turun,” ujar Dadan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menilai dengan harga listrik yang sudah menggunakan tarif keekonomian, PLN Batam memiliki prospek bisnis yang cukup bagus. Apalagi pelanggan PLN Batam didominasi pelanggan industri.

Terkait rencana IPO, Fabby menyarankan agar rencana itu dikaji ulang. Berdasarkan pengalaman beberapa badan usaha milik negara yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia, dikhawatirkan keleluasaan pemerintah untuk mengendalikan perusahaan tersebut menjadi berkurang. Padahal PLN Batam merupakan satu-satunya perusahaan yang memasok listrik ke masyarakat Batam.

“Pengalaman IPO, pemerintah kehilangan mayoritas, implikasinya ke harga jual listrik yang menjadi lebih mahal,” ungkapnya.

Dibanding IPO, Fabby justru berpendapat posisi PLN Batam sebaiknya diperkuat. Anak usaha PLN itu diberikan tugas juga untuk meningkatkan rasio elektrifikasi ke Kepulauan Riau yang saat ini masih mengalami defisit listrik.

“Investasinya dibantu pemerintah,” tambah dia.

PT Bakrie Power, anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), mengalokasikan dana US$ 777 juta untuk pengembangan tiga pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dengan total kapasitas 225 megawatt-250 megawatt. Ali Herman Ibrahim, Direktur Utama Bakrie Power, mengatakan ketiga pembangkit itu akan dibangun di Sokoria, Nusa Tenggara Timur, Dairi Prima di Sumatera Utara dan Ngebel, Jawa Timur.

“Investasi untuk tiga wilayah itu US$ 777 juta, di luar mitra kerja kami,” kata dia.

Bakrie Power menggandeng Panax Geothermal Limited, perusahaan di sektor panas bumi yang terdaftar di bursa Australia. Keduanya akan mengembangkan potensi panas bumi di Sokoria berkapasitas 30 megawatt, membangun pembangkit panas bumi Dairi Prima di Sumatera Utara dengan kapasitas 30 megawatt-55 megawatt dan PLTP Ngebel, Jawa Timur berkapasitas 3×55 megawatt.

Panax Geothermal menyatakan siap berinvestasi US$ 500 juta per tahun untuk pengembangan panas bumi di Indonesia. Panax akan mulai mengeluarkan belanja rutin tersebut mulai 2013 untuk proyek-proyek panas bumi di Indonesia.

Ekspor listrik

Sementara itu, PLN Batam saat ini masih melakukan negosiasi dengan Energy Market Authority (EMA) Singapura terkait rencana ekspor listrik ke Singapura. Dadan menargetkan pihaknya akan kembali bertemu pihak EMA pada pekan depan untuk membahas hal tersebut.

“Saat ini mereka masih mencari masukan dari semua stakeholder. Mencari apa saja yang mereka butuhkan,” katanya.

Kebutuhan listrik Singapura pada 2017 diperkirakan mencapai 2.000 megawatt dan akan dipasok dari Johor, Malaysia dan Batam. Rencananya, pihaknya akan membangun pembangkit untuk menyediakan pasokan listrik ke Singapura. Namun, belum ditentukan juga jenis pembangkit yang akan dibangun.

“Berapa yang akan diekspor tergantung kebutuhan Singapura, 600 megawatt atau 1.000 megawatt. Singapura harus sudah memutuskan pada 2013,” tambahnya.

Ia menyakini ekspor listrik ini akan menguntungkan perseroan. Saat ini harga jual listrik di Singapura sekitar Rp 1.600-Rp 1.700 per kWh. Sementara saat ini biaya pokok produksi listrik PLN Batam sekitar Rp 1.020 per kWh. “Jadi masih ada margin jika kami jual di Rp 1.400-1.500 per kWh,” ungkapnya. (*)

Sumber: Indonesia Finance Today.