Tindakan Jokowi Dinilai Tepat Tak Revisi Proyek Pembangkit Listrik 35 Ribu MW

Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla saatrapat di kantor presiden, Rabu (25/2/2015).
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla saatrapat di kantor presiden, Rabu (25/2/2015).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Listrik dan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai tepat sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutkan dan serius mengejar target pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Megawatt.

“Menurut saya sikap Presiden sudah tepat proyek 35 ribu MW adalah program prioritas dan tidak perlu dilakukan revisi saat ini. Kalau mau revisi sebaiknya dilakukan setelah 1 tahun dengan mempertimbangkan perkembangan pertumbuhan ekonomi,” ungkap Fabby kepada Tribunnews.com, Rabu (19/8/2015).

Lebih lanjut Fabby melihat target elektrifkasi listrik pemerintah cukup tinggi untuk tahun 2016, yaitu 90 persen. Artinya sepanjang 2016 nanti, tambahan 8-10 juta sambungan baru untuk mencapai target tersebut diperlukan tambahan 5-6 gigawatt (GW) pembangkit baru, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen.

“Soal realistis, saya kira pemerintah perlu kerja keras untuk mewujudkan target tersebut. Memang membangun 35 GW dalam 5 tahun adalah ambisi yang besar dan diatas track record selama ini. Tapi itulah tantangan yang harus dihadapi pemerintah,” tuturnya.

Fabby pun memberikan saran kepada Pemerintah untuk mencapai target 35 ribu MW.

” Sarannya, kerja, kerja, kerja. Selesaikan hambatan-hambatan struktural yang menghambat pengadaan lahan, streamlining perijinan, perkuat kemampuan pendanaan PLN untuk bangun transmisi dan pembangkit, serta perkuat kapasitas manajerial PLN,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan, dirinya seriusmengejar target pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Megawatt. Menurut Jokowi, semua menteri harus meloloskan target itu karena dirinya bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla turun tangan mengatasi persoalan listrik. Target 35.000 MW itu, Jokowi menegaskan, tidak akan diubah karena memang merupakan kebutuhan listrik nasional.

“Itu memang kebutuhan. Kalau tidak mencapai itu, ya itu setiap saya ke daerah, listrik mati, listrik byarpet semua. Maka saya dorong terus harus selesai sampai urusan pembebasan lahan di Batang, saya dan wapres sampai turun tangan langsung,” kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (19/8/2015).

Presiden Jokowi kemudian meminta menteri bekerja dan mencari solusi untuk bisa meyakinkan para investor. Dia juga berharap agar para menteri bisa lebih fokus bekerja mengejar target yang ditetapkan. “Itu sudah saya sampaikan, tugasnya adalah mencarikan solusi dari setiap problem, dari target dan kebutuhan yang ada,” ucap dia.

Menko Maritim Rizal Ramli sebelumnya mengkritik program pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt. Menurut Rizal, program itu tidak realistis dan hanya meneruskan program pada pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu I yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.

“Saya akan minta Menteri ESDM dan DEN (Dewan Energi Nasional) untuk lakukan evaluasi ulang mana yang betul-betul masuk akal. Jangan kasih target terlalu tinggi tapi capainya susah, supaya kita realistis.” ujar Rizal Ramli di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Kamis (13/8/2015) lalu.

Wapres Jusuf Kalla kemudian meminta Rizal Ramli memahami terlebih dahulu persoalan yang ada sebelum ia menyampaikan kritik. Menurut JK, pengadaan pembangkit listrik 35.000 megawatt merupakan suatu kebutuhan. Infrastruktur kelistrikan harus dibangun sebelum membangun industri.

“Tentu sebagai menteri, harus pelajari dulu sebelum berkomentar. Memang tidak masuk akal, tetapi menteri harus banyak akalnya. Kalau kurang akal pasti tidak paham itu memang. Itu kalau mau 50.000 megawatt pun bisa dibuat,” kata Kalla.

Sumber: tribunnews.com.

Kerja Keras Wujudkan Visi 35.000 MW

Megaproyek pembangkit listrik 35.000 MW dicanangkan Presiden Jokowi saat pertumbuhan ekonomi ditargetkan 7 persen.
Megaproyek pembangkit listrik 35.000 MW dicanangkan Presiden Jokowi saat pertumbuhan ekonomi ditargetkan 7 persen.

JAKARTA – Banyak pihak menyangsikan pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dapat terealisasikan. Nada pesimistis bahkan keluar dari mulut Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli. Ia mengatakan, program tersebut tidak masuk akal karena tidak realistis.

Pernyataan tersebut seakan-akan “bombastis” karena dilontarkan pejabat negara. Ia bahkan setingkat menko ekonomi yang seharusnya mendukung terwujudnya megaproyek pembangkit listrik 35.000 MW.

Pengamat kelistrikan, Fabby Tumiwa mengatakan, pembangunan pembangkit 35.000 MW merupakan salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Jokowi. Apabila ada menteri yang merupakan pembantu presiden menyatakan program tersebut tidak realistis, ia menganggap, hal tersebut lebih dikarenakan tidak memahami persoalan.

Fabby hanya menyayangkan nada pesimistis terhadap proyek tersebut justru keluar dari mulut seorang menko. Menurutnya, hal itu akan membuat investor yang awalnya sudah berminat membangun pembangkit menjadi berpikir ulang.

“Investor kan pasti melihat, di dalam tubuh pemerintah sudah ada ketidakcocokkan visi,”  ujarnya, Selasa (18/8).

Ia menilai, megaproyek pembangkit listrik 35.000 MW oleh pemerintah sudah realistis jika dilihat target kebutuhan listrik. Namun jika dilihat dari rentang waktu mewujudkan target tersebut yang hanya lima tahun, bisa jadi menjadi tidak realistis.

Fabby berpendapat , target pembangkit listrik 35.000 MW dalam lima tahun sangat berat. Artinya, pemerintah harus membangun pembangkit listris berkekuatan 7.000 MW per tahun.
“Kenyataannya, selama ini belum pernah membangun (pembangkit listrik) sampai 5.000 MW, maksimal hanya mampu 4.000 MW. Kalau bicara target waktu, mungkin terlihat tidak realistis,”  ucap Fabby.

Ia mengatakan, rencana megaproyek pembangkit listrik berkekuatan 35.000 MW dicanangkan Presiden Jokowi saat pertumbuhan ekonomi ditargetkan 7 persen. Ditambah lagi, ada rencana Program Jangka Menengah Nasional di sektor kelistrikan yang ditingkatkan dari 800 kilowatt hour (kwh) per kapita menjadi 1.200 kwh per kapita. Ada pula peningkatan rasio elektrifikasi nasional dari 86 persen menjadi 96 persen. Karena itu, sudah kewajiban bagi pemerintah menyediakan pasokan listrik baru sebanyak 35.000 MW.

Optimistis
Selaku BUMN ketenagalistrikan nasional, PT PLN (Persero) optimistis dapat membangun pembangkit listrik berkapasitas total 35.000 MW hingga 2019. Direktur Pengadaan Strategis dan Energi Primer PLN, Amin Subekti meyakini, target menandatangani perjanjian jual-beli tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) tahun ini sebesar 10.000 MW bisa terpenuhi.

Sudah ada beberapa perjanjian yang ditandatangani, di antaranya PLTGU Grati sebesar 450 MW. Dalam waktu dekat, akan ada pula penandatanganan PLTB sebesar 70 MW dan satu PLTA 3×13 MW, serta PLTS yang kecil-kecil untuk menjangkau Indonesia timur. Jadi, ada perkembangan yang cukup signifikan dari program ini.

“Kami yakin, tahun ini, penandatanganan PPA sebesar 10.000 MW dapat terealisasi. Kami ini pelaksana sehingg yang diperintahkan oleh pemerintah, misalnya 35.000 MW, akan kami lakukan,” ujar Amien.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Jarman menambahkan, dengan penandatanganan PPA tahun ini, diharapkan proyek PLTU yang memakan waktu lama dapat selesai tepat waktu pada 2019. “Pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) mendapat porsi pembangunan 30.000 MW dan PLN menjadi 5.000 MW. Karena itu, apabila IPP bisa menandatangani minimal 10.000 MW pada tahun ini, sisanya bisa tahun depan,” ucap Jarman.

Menteri ESDM Sudirman Said menegaskan, pihaknya meyakini proyek pembangunan pembangkit 35.000 MW tersebut dapat terwujud. Namun, ia mengakui, mewujudkan megaproyek ini memang bukan tanpa halangan. Ada beberapa persoalan yang dihadapi terkait manajemen, pembebasan lahan, serta perizinan.

Pangkas Perizinan
Pemerintah, ia mengemukakan, terus mencari cara agar proyek pembangunan pembangkit listrik ini dapat dicapai sesuai target. Menurutnya, hingga saat ini, tahap konstruksinya telah mencapai 20 persen. Selain itu, ditargetkan pada tahun ini terbangun 10.000 MW pembangkit dari kesepakatan perjanjian jual-beli listrik atau PPA dengan PT PLN (Persero).
“Proyek ini sebenarnya sudah berjalan. Tahun ini, ditargetkan dapat terbangun 10.000 MW dari PPA dengan PLN. Tahun depan, kami usahakan merealisasikan pembangunan (pembangkit listrik) 15.000 MW,” kata Sudirman.

Program pembangunan pembangkit 35.000 MW merupakan inisasi besar dalam mencukupi kebutuhan listrik di Indonesia pada 2020. Berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah agar program pembangunan pembangkit ini dapat terealisasi sesuai rencana. Salah satu yang dilakukan adalah memangkas perizinan sehingga memudahkan investor ikut berperan menyukseskan program ini.

Kementerian ESDM pun sudah memangkas 60 persen perizinan. Ia menyebutkan, sebagian besar kewenangan perizinan yang awalnya berada di Kementerian ESDM telah dilimpahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Sumber: Sinar Harapan.