Rizal Ramli Pangkas Target Listrik, RI Terancam Gelap Gulita

Rizal Ramli Pangkas Target Listrik, RI Terancam Gelap Gulita1Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli bakal menurunkan target pembangunan proyek listrik 35 ribu megawatt (MW) menjadi 16 ribu MW sampai dengan 2019.

Pasalnya, jika megaproyek 35 ribu MW direalisasikan dalam waktu lima tahun, maka PLN akan mengalami kelebihan kapasitas (idle) 21.331 MW dengan beban puncak mencapai 74 ribu MW di 2019.

Menanggapi hal itu, Pengamat Kelistrikan Fabby Tumiwa menilai langkah yang diambil Rizal Ramli memangkas target kelistrikan bisa membuat Indonesia terancam krisis listrik.

Dia menyebutkan dengan membangun pembangkit listrik dengan kapasitas sekitar 16 ribu MW dalam lima tahun, itu berarti ada tambahan pasokan sekitar sekitar 3.200 MW per tahun. Sementara dalam data Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2015-2024 PLN, setiap tahun kebutuhan listrik tumbuh 6.000-7.000 MW per tahun.

“Kalau tidak dipenuhi kebutuhan itu, maka Indonesia akan terus mengalami defisit listrik,” kata Fabby saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (8/9/2015).

Untuk itu, Fabby menilai rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun proyek listrik 35 ribu MW sebenarnya sudah tepat dan sudah memperhitungkan kebutuhan listrik masyarakat.

Jika proyek 35 ribu WM dipangkas, lanjut dia, tak hanya rakyat yang tak bisa nikmati listrik. Tapi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terhambat.

“Listrik itu bisa menarik ekonomi dan mendorong ekonomi tumbuh. Oleh karena itu listrik tersedia dan handal,” jelasnya.

Sebelumnya, Rizal membuat pernyataan mencengangkan usai rapat koordinasi (rakor) energi. Dia mengungkapkan akan menurunkan target pembangunan kapasitas listrik 35 ribu MW menjadi 16 ribu MW sampai dengan 2019.

Dia beralasan, jika megaproyek 35 ribu MW direalisasikan dalam waktu 5 tahun, maka PLN akan mengalami kelebihan kapasitas (idle) 21.331 MW dengan beban puncak mencapai 74 ribu MW di 2019. Rizal pun menambahkan, PLN juga akan mengalami gangguan keuangan, karena harus membeli listrik dari pihak swasta dengan nilai 72 persen baik dipakai maupun tidak.

“Jadi setelah dievaluasi betul-betul, maka yang harus selesai dalam 5 tahun sebesar 16 ribu MW. Itupun PLN sudah melakukan pekerjaan besar,” papar dia.

Sisanya 19 ribu Mw, kata Rizal, dapat dilanjutkan pembangunannya dalam kurun waktu 5 tahun berikutnya. Sehingga dia mengubah nama proyek listrik 35 ribu MW menjadi Proyek Percepatan Pembangunan dan Diversifikasi (PPD) Listrik. (Ndw/Igw)

Sumber: Liputan6.com.