IESR Mendukung Seruan Kepada G20 untuk Memprioritaskan Efisiensi Energi sebagai Investasi Infrastruktur

ex logo

Institute for Essential Services Reform (IESR) mendukung seruan kepada Menteri Keuangan G20 untuk memprioritaskan Efisiensi Energi sebagai investasi infrastruktur. Seruan ini dibuat menjelang pertemuan menteri Energi dan Menteri Keuangan G20 pada tanggal 2 dan 8 Oktober, serta Pertemuan Puncak Pemimpin G20 15-16 November 2015.

IESR bersama dengan 32 organisasi lainnya (NGO, think tank, asosiasi bisnis, aliansi) dari 18 negara menyerukan bahwa efisiensi energi seharusnya menjadi elemen inti (core elements) dari program reformasi ekonomi yang dapat meningkatkan produktifitas dan daya saing ekonomi.

Pengalaman di sejumlah negara anggota G20 menunjukkan bahwa kebijakan dan regulasi yang mempromosikan efisiensi energi di industri, bangunan gedung dan peralatan rumah tangga dapat menarik investasi swasta dan hasilnya adalah meningkatkan produktifitas dan menurunkan permintaan energi.

Walaupun demikian tidak sedikit negara anggota G20 yang menganggap efisiensi energi dan produktifitas energi sebagai sebuah program skala kecil yang hanya mendapatkan pendaan seadanya. Cara pandang ini perlu berubah dengan demikian investasi dalam ha efisiensi energi dapat memperoleh prioritas pendanaan, sama dengan pembiayaan modal untuk infrastruktur lainnya.

Seruan ini mendesak Menteri Keuangan anggota G20 untuk:

  1. Mengklasifikasi investasi untuk efisiensi energi merupakan bagian dari prioritas infrastruktur publik;
  2. Melakukan kajian kebutuhan reformasi struktural yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan pembiayaan dan perkembangan pasar untuk meningkatkan produktivitas sehingga memampukan implementasi Rencana Aksi Energi Effisiensi G20 yang paling cocok untuk masing-masing negara anggota G20;
  3. Berkomitmen untuk menganggarkan dana publik secara cukup untuk memastikan akses pembiayaan yang sama bagi rumah tangga dan untuk menarik investasi swasta skala besar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas infrastruktur gedung/bangunan.

Silahkan unduh lampiran (Bahasa Inggris):

Download

September 2015.

Siaran Pers : “INDC Indonesia : Sebuah Langkah Maju yang Membutuhkan Sejumlah Perbaikan”

“INDC Indonesia cukup baik sebagai langkah awal tetapi masih membutuhkan banyak perbaikan untuk menjadikan janji aksi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang jelas dan transparan,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), yang juga coordinator Climate Action Network South East Asia (CANSEA).

Pemerintah Indonesia secara resmi telah menyampaikan naskah Intended Nationally Determined Contribution (INDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)[1]. INDC adalah bentuk janji (pledges) dari negara-negara anggota UNFCCC untuk berkontribusi terhadap penurunan emisi global paska 2020 yang berisi informasi-informasi yang relevan yang memungkinkan janji ini dikuantifikasi[2].

Sebagai sebuah instrumen untuk mengkomunikasikan kepada dunia internasional bagaimana emisi GRK akan diturunkan, INDC juga menjadi indikator yang menunjukkan bagaimana sebuah negara mengambil kepemimpinan dalam mengatasi pemanasan global yang mengancam peradaban manusia. Dalam perjalanan, dokumen INDC juga memasukan aksi adaptasi.

Indonesia menyampaikan rencana penurunan emisi 29% pada 2030 dari skenario business as usual (BAU) dan tambahan 12% dengan bantuan internasional, melalui INDC yang diajukan. Naskah INDC Indonesia juga menekankan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 26% dan tambahan 15% dengan dukungan internasional pada 2020.

Berdasarkan hasil analisa awal (preliminary analysis) yang dilakukan IESR, INDC Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan dalam aspek kejelasan dan transparansi dalam komponen mitigasi, beberapa diantaranya sebagai berikut:

Pertama, perhitungan BAU. Walaupun INDC Indonesia telah mencantumkan perkiraan emisi GRK berdasarkan BAU skenario yaitu 2881 GtCO2-eq pada 2030, tetapi naskah ini tidak menjelaskan secara transparan bagaimana BAU skenario ini disusun.

Kedua, dokumen INDC tidak memberikan penjelasan proyeksi emisi dengan atau tanpa adanya INDC. Salah satu milestone yang perlu mendapatkan perhatian adalah keberhasilan Indonesia dalam menurunkan 26-41% emisi GRK dari BAU pada 2020 akan menentukan keberhasilan dalam menurunkan 29-41% emisi GRK pada 2030.

Ketiga, bagaimana niatan (intention) ini akan diterapkan/diimplementasikan untuk mencapai penurunan emisi yang ditargetkan pada tahun 2030? Naskah INDC Indonesia tidak memberikan informasi tentang jenis aksi mitigasi yang akan dilakukan dalam bentuk kebijakan (policy) atau proyek. Dalam draft INDC yang disiapkan oleh Bappenas, sejumlah aksi untuk ke-5 sektor (lahan, energi, industri, transportasi, dan limbah) dijabarkan dengan cukup rinci dalam bentuk skenario implementasi pada periode 2020-2030.[3] Sayangnya, informasi ini tidak tercantum dalam naskah INDC Indonesia yang disampaikan kepada UNFCCC.

Dalam konteks aksi adaptasi, terdapat sejumlah ketidakjelasan:

Pertama, tidak adanya analisa yang menjelaskan tingkat/situasi kerentananan komunitas dan/atau sektor (misalnya sektor pertanian atau wilayah pesisir dan pantai). Penjelasan tentang situasi kerentanan dapat memberikan informasi apakah aksi adaptasi yang diusung dapat mengurangi kerentanan dan meningkatkan daya lenting (resilience). Informasi atau penjelasan tentang analisa gender, kapasitas untuk beradaptasi juga tidak ditemukan dalam dokumen ini.

Kedua, Dalam naskah INDC dinyatakan bahwa tujuan jangka menengah dari strategi adaptasi perubahan iklim adalah mengurangi resiko pada seluruh sektor pembangunan pada 2030. Walaupun demikian tidak disampaikan informasi tentang kondisi terkini, tingkat kesenjangan (gap), hambatan dan kebutuhan untuk mencapai tujuan adaptasi yang dimaksud.

INDC Indonesia juga gagal menyampaikan kebutuhan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan penurunan emisi yang tanpa persyaratan (unconditional) dan dengan persyaratan (conditional).[4] Dukungan yang dimaksud dapat berupa dukungan pendanaan, pengembangan kapasitas dan alih dan difusi teknologi yang dapat membantu Indonesia melaksanakan aksi adaptasi dan aksi mitigasi.

Dalam hal partisipasi publik, naskah final INDC belum mencerminkan masukan yang disampaikan oleh organisasi non-pemerintah yang dilakukan sejak awal sampai minggu kedua September. Proses partisipasi publik dan keterlibatan non-state actors dalam penyusunan INDC Indonesia tidak pernah dituangkan dalam sebuah rencana yang jelas dan terstruktur sebagaimana yang dilakukan oleh sejumlah negara lainnya. Padahal inisiatif non-state actors (seperti kota, bisnis swasta, dan NGO) dapat mendukung aksi adaptasi dan mitigasi, sebelum dan paska 2020.

Dalam hal perbaikan INDC, IESR mengusulkan:

Pertama, pemerintah melakukan kaji ulang INDC paska COP 21 di Paris dimana diharapkan keputusan tentang tindak lanjut INDC disepakati oleh para pihak. Kaji ulang meliputi penguatan model yang dipakai dalam penyusunan INDC untuk mendapatkan BAU scenario yang realistis, kisaran penurunan emisi yang adil dan ambisius untuk mendukung target 2°C dan identifikasi aksi-aksi yang lebih terukur di sektor energi (pembangkitan listrik, industri dan transportasi) serta perubahan tata guna lahan dan kehutanan khususnya deforestasi di lahan gambut untuk mencapai target penurunan yang optimal.

Kedua, mempertajam analisa untuk mendukung komponen adaptasi diantaranya: gambaran kerentanan wilayah dan sektor pembangunan, mengidentifikasi celah, kebutuhan dan tantangan dalam rangka mencapai tujuan adaptasi, serta memperjelas pendekatan adaptasi-mitigasi dalam membangun kelentingan terhadap iklim (climate resilience).

Ketiga, menghitung kebutuhan pendanaan untuk melaksanakan penurunan emisi dengan syarat (conditional reduction), dan bentuk-bentuk dukungan lain yang diperlukan yaitu pengembangan kapasitas dan alih teknologi.

Keempat, menyusun rencana pelibatan aktor-aktor non-pemerintah dalam mempertajam penyusunan rencana aksi mitigasi dan adaptasi dalam INDC Indonesia.

Jakarta, 29 September 2015

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

  1. Henriette Imelda, email: imelda@iesr.or.id | tel: 081383326143
  2. Fabby Tumiwa, email: fabby@iesr.or.id | tel: 0811949759

Download PDF: Siaran Pers INDC Indonesia

[1]http://www4.unfccc.int/submissions/INDC/Published%20Documents/Indonesia/1/INDC_REPUBLIC%20OF 20INDONESIA.pdf

[2] Berdasarkan Keputusan COP 1/CP.20 dinyatakan bahwa untuk memfasilitasi kejelasan (clarity), transparansi (transparency) dan pemahaman (understanding), dokumen INDC harus mencakup informasi yang dapat dikuantifikasi tentang titik referensi (quantifiable information on reference point), kerangka waktu atau periode implementasi, cakupan dan ruang lingkup (scope and coverage), proses perencanaan, asumsi dan pendekatan metodologis termasuk diantaranya asumsi dan pendekatan yang dipakai untuk memperkirakan dan menghitung GRK yang berasal dari aktivitas manusia (anthropogenic) dan penghilang (removal), dan bagaimana negara anggota menilai INDC mereka adil dan ambisius (fair and ambitious), dan bagaimana janji yang disampaikan dapat mendukung pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim.

[3] http://ranradgrk.bappenas.go.id.

[4] Dalam naskah INDC yang disampaikan untuk mendapatkan masukan publik, besarnya dukungan untuk conditional target sebesar USD 6 milyar.