Risiko Terbesar Pengusahaan Panas Bumi Ada di Eksplorasi

Jakarta– Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengataka, risiko terbesar pengusahaan panas bumi yang dilakukan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) adalah eksplorasi atau drilling. Dengan pengalaman induk usahanya PT Pertamina (Persero) di bisnis minyak dan gas (migas), risiko ini dapat dikelola dengan baik.

“Operasional PGE saat ini dinilai berjalan baik dan memiliki proyeksi bisnis ke depan yang kuat. Apalagi, PGE saat ini menjadi pionir dalam pengembangan energi panas bumi di Tanah Air,” kata dia di Jakarta, Kamis (18/8).

Di sisi lain, menurut Fabby, melihat kondisi saat ini yang menjadi pertanyaan terkait rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar PT PLN (Persero) ikut menyertakan modal di PGE adalah siapa yang menjadi pengendali. Pasalnya, Kementerian BUMN ingin PLN ikut menguasai saham PGE sebesar 50 persen dan sisanya 50 persen tetap dikuasai Pertamina. “Siapa yang menjadi pengendali utama ini penting dalam rangka memastikan PGE berjalan optimal. Kalau dilihat dari aspek tadi, Pertamina lebih cocok jadi pengendali,” tegas dia.

Menteri BUMN Rini Soemarno sebelumnya menegaskan PGE akan tetap di bawah Pertamina meskipun sebagian sahamnya akan diakuisisi PLN. Pertamina dan PLN akan memiliki saham yang sama masing-masing 50 persen di PGE. “Jadi PGE tetap bagian dari Pertamina,” kata Rini.

Kementerian BUMN saat ini telah menunjuk PT Danareksa sebagai konsultan untuk melakukan kajian masuknya penyertaan modal PLN ke PGE.

Sekretaris Perusahaan PGE, Tafif Azimudin, mengatakan saat ini PGE mengerjakan lima proyek panas bumi sekaligus, tiga di antaranya beroperasi tahun ini. Sisanya, akan beroperasi pada 2017.

Menurut Tafif, PGE mendapat dukungan penuh dari induk usahanya, Perrtamina dalam mengembangkan sektor panas bumi. Apalagi dengan infrastruktur dan kompentensi Pertamina di upstream, operasional PGE sangat terbantu. ”Rig kami tinggal minta ke PDSI (PT Pertamina Drilling Service Indonesia). kami juga dapat dukungan dari PT Elnusa Tbk,” katanya.

PGE hingga akhir 2016 menargetkan memiliki kapasitas terpasang listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) sebesar 542 megawatt (MW) dengan masuknya tambahan 105 MW dari tiga pembangkit, yakni PLTP Ulubelu Unit 3 berkapasitas 55 MW, PLTP Lahendong Unit 5 berkapasitas 20 MW, dan PLTP Karaha Unit 1 berkapasitas 30 MW. Salah satu di antaranya, PLTP Ulubelu Unit 3 sudah beroperasi sejak 15 Juli 2016.

Whisnu Bagus Prasetyo/WBP

Sumber: beritaSatu.com.

PLN Diragukan Siap Menghadapi Risiko Bisnis Panas Bumi

PLN Diragukan Siap Menghadapi Risiko Bisnis Panas BumiJakarta, CNN Indonesia — Rencana PT PLN (Persero) mengempit separuh saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dinilai menimbulkan risiko bisnis baru bagi perusahaan setrum pelat merah.

Fabby Tumiwa, Pengamat Energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan risiko terbesar dari pengusahaan panas bumi adalah eksplorasi atau drilling.

“Apakah PLN siap dengan risiko ini? Karena selama ada di bawah PT Pertamina (Persero), risiko ini dapat dikelola dengan baik,” ujar Fabby, Kamis (18/8).

Dengan melihat latar belakang PLN yang belum memiliki spesialisasi pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), Fabby menilai rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar PLN ikut menyertakan modal di PGE patut dipertanyakan.

Hal pertama yang menjadi pertanyaan mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (migas) tersebut adalah siapa yang nantinya menjadi pengendali PGE. Pasalnya, Kementerian BUMN ingin PLN ikut menguasai saham PGE sebesar 50 persen dan separuh lainnya tetap dikuasai Pertamina.

“Siapa yang menjadi pengendali utama ini penting dalam rangka memastikan PGE berjalan secara optimal. Kalau dilihat dari aspek tadi, Pertamina lebih cocok jadi pengendali,” tegas dia.

Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) tetap tidak setuju bila PLN memegang saham PGE. Bila dilakukan, Abadi menilai ini merupakan langkah mundur dan membuat investasi panas bumi tidak kondusif. Pasalnya, PLN sebagai off taker ikut berbisnis yang berakibat pada pengembangan panas bumi jadi stagnan.

Let all the business move on as it is, tak perlucorporate action. Apa sih yang diharapkan PLN? Harga murah? Putuskan saja di Kementerian,” ujarnya.

Rini Soemarno, Menteri BUMN, sebelumnya menegaskan PGE akan tetap di bawah Pertamina meskipun sebagian sahamnya akan diakuisisi PLN. Pertamina dan PLN akan memiliki saham yang sama masing-masing 50 persen di PGE.

“Jadi PGE tetap bagian dari Pertamina,” kata Rini.

Kementerian BUMN saat ini telah menunjuk PT Danareksa sebagai konsultan untuk melakukan kajian masuknya penyertaan modal PLN ke PGE. (gen)

Sumber: cnnindonesia.com.