Pertamina Diminta Selidiki Kasus Impor Minyak yang Tak Sesuai Komposisi

JAKARTA (Pos Kota) – Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Febby Tumiwa meminta manajemen Pertamina bertindak profesional dan objektif untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus impor minyak yang tak sesuai komposisi.

Bahkan, pemerintah-pun diharapkan turun tangan karena imbas kegagalan impor berpotensi pada layanan kebutuhan masyarakat.

“Kesalahan komposisi ini apakah disengaja atau tidak, itu yang perlu diselidilki, karena bisa saja praktek yang dulu kembali terjadi yaitu kasus Zatapi. Pertamina bisa menurunkan tim investigasi dari internal dia, tapi Pemerintah juga perlu memperhatikan karena ada dampak pasokan BBM yang terganggu di kilang-kilang dengan adanya salah kirim ini,” kata Febby di Jakarta, Senin (26/9).

Febby menambahkan, penyelidikan yang dimaksudnya harus memenuhi asas transparansi dan dilaporkan kepada publik agar menjadi pembuktian bagi direksi Pertamina untuk komitmen memerangi mafia di tubuh perusahaan BUMN itu.

Jika ditemukan adanya oknum yang melakukan permainan atau kesengajaan mencari untung dari selisih harga komposisi, dia minta oknum tersebut ditindak tegas, begitupun terhadap kontraktor Glencore harus dijatuhkan sanksi black list.

“Ini perlu diselidiki dan saya sarankan hasilnya agar diumumkan oleh Pertamina kepada publik. Ini menyangkut kepercayaan publik kepada reformasi di internal Pertamina. kan ISC dibentuk untuk mengganti Pertal yang dibubarkan, kalau ada permainan dalam ISC, kan sama aja bohong, berarti reformasi itu gagal. Saya kira nanti kalau ada unsur kesengajaan, Glencore itu sebagai trader harus di blacklist, tidak boleh lagi berbisnis dengan Pertamina,” jelasnya.

Secara terpisah, Mantan Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, sekaligus Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM, Fahmy Radhi mengungkapkan kejadian ini bukti bahwa mafia migas masih bersarang di PT Pertamina. Kalau dulu pola permainan mafia melalui skenario tender, namun sekarang ditemukan celah melalui permainan komposisi yang memang sulit terdeteksi.

“Adanya perubahan komposisi tersebut mengindikasikan bahwa mafia migas masih bergentayangan dalam impor pengadaan minyak. Kalau sekarang mafia tidak bisa masuk dalam proses bidding, celah yang digunakan mafia migas adalah perubahaan komposisi yang lebih sulit dideteksi,” kata Fahmy Radhi. (guruh/win)

Sumber: poskotanews.com.

Pertamina Diminta Bentuk Tim Untuk Usut Perkara Glencore

Skalanews – PT Pertamina diminta menyelidiki kesalahan pengiriman minyak yang dilakukan Glencore. Dikatakan Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Febby Tumiwa, penyelidikan harus dilakukan profesional dan objektif.

“Kesalahan komposisi ini apakah disengaja atau tidak, itu yang perlu diselidiki. Karena bisa saja praktek yang dulu kembali terjadi yaitu kasus minyak Zatapi. Pertamina bisa menurunkan tim investigasi dari internal, tapi pemerintah juga perlu memperhatikan,” kata Febby kepada wartawan, Jakarta, Selasa (27/9)

Seperti diketahui, dalam pembelian minyak untuk kilang Balikpapan, Pertamina memesan 70 persen minyak sarir (super heavy) dan 30 persen minyak mesla (light). Namun yang datang justru sebaliknya, 30 persen sarir dan 70 persen minyak mesla.

Kesalahan tersebut, diduga terjadi karena adanya permainan mafia migas. Ada kelompok tertentu yang melakukan permainan atau kesengajaan mencari untung dari selisih harga komposisi.

“Ini perlu diselidiki dan saya sarankan hasilnya agar diumumkan oleh Pertamina kepala publik. Ini menyangkut kepercayaan publik kepada reformasi di internal Pertamina,” sambung Febby.

Dan jika nantinya memang ditemukan kesengajaan, Pertamina selanjutnya diminta untuk melakukan blacklist terhadap Glencore.

Senada dengan Febby, mantan anggota Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas Fahmy Radhi menduga ada permainan mafia dalam kesalahan ‎pengiriman pesanan tersebut.

“Adanya perubahan komposisi tersebut mengindikasikan bahwa mafia migas masih bergentayangan dalam impor pengadaan minyak. Kalau sekarang mafia tidak bisa masuk dalam proses bidding (tender), celah yang digunakan mafia migas adalah perubahan komposisi yang lebih sulit dideteksi,” tutup Fahmy. (frida astuti/bus)

Sumber: skalanews.com.

Ini Tiga Model Pengelolaan Pembangkit Listrik di Desa-desa

JAKARTA, KOMPAS.com – Kebutuhan listrik semakin mendesak untuk desa-desa di Indonesia. Pembangunan pembangkit listrik dari energi terbarukan pun menjadi cara untuk memenuhi hal tersebut.

Namun seringkali dalam pengelolaannya justru sering terabaikan lantaran kontraktor atau donor yang membangun melepasnya begitu saja setelah pembangkit listrik itu dibuat.

Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah lembaga yang fokus pada kebijakan publik tentang energi dan perubahan iklim mengidentifikasikan tiga model pengelolaan pembangkit listrik di desa-desa.

“Pertama yang paling sederhana ada donor memberikan dana untuk membangun pembangkit listrik mikro hidro (tenaga air) kemudian diberikan masyarakat lalu mereka memilih siapa saja bertanggung jawab mengelola serta menjadi penagih untuk tarif listrik,” jelas Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, di Jakarta, Kamis (29/9/2016).

Model ini, sambung Fabby lazim dilakukan namun kerap tidak bisa jangka panjang lantaran tarif yang telah dimusyawarahkan tidak mencerminkan biaya perawatan pembangkit listrik tersebut.

Selain itu, dalam metode ini Fabby juga mengkritik donor yang hanya sekadar membangun tanpa memberikan sumbangsih untuk perawatan.

Model kedua yang dipaparkan Fabby berikutnya adalah pembangkit listrik milik masyarakat dikerjasamakan atau joint operation dengan PLN sehingga pembayaran listrik dilakukan langsung ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

“Biasanya kontrak dengan PLN bisa Rp 1.000 atau bahkan Rp 500 per kilowatt. Model ini nggak membuat masyarakat pusing soal perawatan karena ditanggung PLN dan hanya memastikan saja agar air tidak kering,” tambahnya.

Kemudian yang terakhir, lanjut Fabby adalah masyarakat menjadi bagian dari skema investasi bersama.

Artinya, dalam model ini, masyarakat dilibatkan dan diberdayakan untuk bisa menggunakan listrik dengan maksimal seperti memanfaatkannya sebagai salah satu elemen ekonomi kreatif.

“Saya kira ini cukup baik dan mungkin ini jawaban berkelanjutan sehingga bisa memberikan manfaat finansial langsung ke masyarakat karena model ini memungkinkan masyarakat mendapatkan uang selain listrik seperti halnya PLN,” pungkas dia.

Sumber: kompas.com.