Ini Penyebab Lambatnya Pengembangan Energi Panas Bumi Indonesia

ini-penyebab-lambatnya-pengembangan-energi-panas-bumi-indonesiaDirektur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, lambatnya pengembangan energi panas bumi di Indonesia karena faktor risiko eksplorasi. Selain itu, juga terkait masalah izin dan waktu pembangunan pembangkit listrik.

“Kalau panas bumi ada faktor lain tapi masalahnya yang paling utama kenapa lambat, faktor risiko ini bisa diterjemahkan macam-macam. Kalau lebih spesifik lebih ke eksplorasi,” ujarnya di Jakarta, Minggu (6/11/2016).

Fabby menjelaskan, pembangkit listrik tenaga panas bumi sebelum menghasilkan uap dan listrik terlebih dahulu ada yang namanya eksplorasi. Dahulu, kegiatan eksplorasi tidak kelihatan karena belum ada desentralisasi.

“Panas bumi sebelum hasilkan uap dan listrik lakukan eksplorasi dulu. Dulu risiko enggak terlalu muncul. Belakangan risiko itu muncul apalagi desentralisasi dimulai,” katanya. (Baca: Masalah Energi Panas Bumi, Belum Eksplorasi Sudah Perang Harga).

Sumber panas bumi, lanjut Fabby, berbeda-beda sesuai tempat eksplorasinya. Izin eksplorasi yang lama dinilai akan membuat investor merugi karena pembangunan pembangkit akan berjalan lambat.

“Beda tempat, beda eksplorasi, izin lama bertahun-tahun. Misal, orang butuh investasi proyeknya lima tahun hasilkan listrik. Karena izin lamban, biaya pengembangan proyek meningkat tajam,” tuturnya.

Menurut dia, lambatnya proses izin disebabkan kurang pahamnya Pemerintah Daerah (Pemda) akan usaha pembangkit listrik tenaga panas bumi. Selain itu banyak Pemda yang tidak punya kapasitas dalam hal lelang.

“Kegiatan eksplorasi lamban, Pemda tidak tahu bagaimana lelang panas bumi, nilai investasinya. Kalau mau drilling dua sampai tiga sumur sudah sekian juta dolar. Misalnya di Sumatera tidak punya kapasitas lelang jutaan dolar,” ujar Fabby.

Mengatasi hal itu, dia menyampaikan, pemerintah akan menyerahkan wewenang izin ke Pemerintah Provinsi (Pemprov). Sehingga proses pembangunan pembangkit bisa lebih cepat.

“Sekarang lelang berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 kewenangan Pemda berkaitan panas bumi dipindahkan ke provinsi. Nah jadi kalau risiko tidak diatasi secara serius, kita tidak akan lihat akselerasi pembangunan itu,” pungkasnya.(ven)

Sumber: sindonews.com.

Regulasi Baru Kegiatan Usaha Panas Bumi Segera Diteken Presiden

0820026image780x390Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) baru mengenai kegiatan usaha panas bumi saat ini sudah ada di meja Sekretaris Negara.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyatakan, dalam waktu dekat RPP tersebut akan ditandatangani oleh Presiden RI, Joko Widodo.

Rida mengatakan, regulasi pengganti PP 59 tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi tersebut akan memberikan kepastian bagi para investor, pengembang panas bumi, serta pemberi pinjaman.

PP ini akan diturunkan menjadi peraturan turunan yang mengatur harga jual tetap (fixed price) dari suatu pembangkitan atau PLTP.

“Segera setelah RPP pemanfaatan tidak langsungnya keluar, akan diatur fixed price, karena cantolannya di situ. Alhamdulillah saat ini RPP sudah ada di meja Sekneg untuk segera ditandatangani Presiden,” kata Rida, Minggu (6/11/2016).

Dengan regulasi harga tetap itu, maka pihak off taker atau dalam hal ini PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sudah memiliki patokan dalam menyelesaikan proses negosiasi Purchase Power Agreement (PPA).

Sebagai informasi, dalam PP yang lama, yaitu di Pasal 18 disebutkan, pedoman penetapan harga uap panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik diatur dalam Peraturan Menteri.

Selain memberikan kepastian harga, regulasi baru ini juga memungkinkan pemerintah memberikan penugasan kepada PLN untuk membeli listrik dari PLTP tertentu untuk percepatan proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW).

Dalam regulasi yang lama, penugasan itu juga sudah diatur dalam Pasal 19 yang berbunyi, untuk menjamin ketersediaan listrik bagi kepentingan umum, pemerintah dapat menugaskan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk membeli uap atau listrik yang berasal dari panas bumi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (APBI) Abadi Purnomo menilai, regulasi harga tetap merupakan ide yang cukup bagus. Hal ini memberikan kepastian pada masa eksplorasi, sehingga tidak ada perubahan harga imbas risiko di lapangan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi terobosan pemerintah mengeluarkan regulasi harga tetap untuk pembelian uap panas bumi.

“Kalau memang arah pemerintah mendorong regulasi itu fixed price saya kira sangat bagus. Tetapi sepanjang attitude PLN sulit, tidak mau menerima, ya pasti sulit. Kenyataannya tidak mudah membeli listrik dari energi terbarukan karena PLN lebih senang B2B,” kata Fabby.

Sumber: kompas.com.