Cerita Tentang Listrik dari Timur Indonesia

“Itu listrik di rumah beta sering sekali mati e…..,”

Gunawan, seorang warga di Alak, Kupang, bercerita mengenai seringnya listrik di rumahnya padam. Meski tak lebih dari 1 jam, pemadaman listrik tiba-tiba ini terjadi beberapa kali dalam sehari. Selain mengganggu aktivitas yang dilakukan pada siang hari, pemadaman yang terjadi di sore dan malam hari sangat berpengaruh pada kondisi rumah yang memerlukan penerangan.

Aprintho, warga Kupang yang lain, menggunakan listrik untuk pompa air di Taman Eden 001, sebuah kawasan percontohan tanah produktif milik desa. Di sana, Aprintho memerlukan listrik untuk memompa air guna mengairi kebun dan membersihkan kandang sapi. Pemadaman listrik yang terjadi beberapa kali dan lebih dari 1 jam membuatnya tidak bisa beraktivitas dengan lancar.

Bincang-bincang tentang listrik di Kupang

Di era modern seperti saat ini, energi menjadi kebutuhan yang sangat penting. Listrik diperlukan sepanjang hari untuk berbagai aktivitas, mulai dari memasak, menyetrika, mengerjakan banyak hal di kantor, hingga mengisi ulang baterai telepon genggam. Hampir semua aktivitas yang kita lakukan memerlukan listrik.

Lalu bagaimana jika listrik padam?

Kupang dan Tantangan Kelistrikannya

Tantangan kelistrikan di Kupang saat ini adalah penambahan daya dan pemeliharaan jaringan. Selain pemadaman bergilir karena kurangnya daya, Kupang dan daerah Nusa Tenggara Timur lainnya juga terdampak cuaca buruk yang terjadi sejak bulan Desember 2016. Misalnya pada tanggal 17 Januari 2017, sistem Kupang-So’e sempat mengalami pemadaman karena petir menyambar jaringan transmisi 70 kV dan menyebabkan unit mesin di Marine Vessel Trip dan PLTU mengalami gangguan.

Frekuensi pemadaman yang cukup tinggi ini dikonfirmasi oleh data dari Electricity Supply Monitoring Inisiatif (ESMI). Sepuluh responden dari wilayah yang berbeda-beda di Kupang memasang Electricity Supply Monitor (ESM) di rumah mereka dan data yang dikirimkan melalui layanan seluler ke server yang dikelola IESR diamati sejak bulan Oktober 2016. Jumat, 3 Maret lalu, hasil pengamatan selama 5 bulan ini dipaparkan pada responden ESMI dalam workshop yang digelar oleh IESR dan Perkumpulan Pikul. Salah satu temuan yang dipaparkan adalah frekuensi pemadaman listrik.

Semua responden pernah mengalami pemadaman listrik dalam 5 bulan pengamatan ini, dengan frekuensi pemadaman yang bervariasi. Oebobo, misalnya, tidak banyak mengalami pemadaman listrik, sedangkan Alak tercatat mengalami pemadaman dengan frekuensi tertinggi sepanjang Oktober hingga Desember 2016. Cuaca yang mulai memburuk di bulan Desember juga mempengaruhi pemadaman listrik, terlihat dari meningkatnya frekuensi pemadaman listrik di bulan itu hingga bulan-bulan berikutnya.

Hasil pengamatan data ESMI

Selain pemadaman listrik, kualitas listrik yang diamati adalah tegangan. Karena tak kasat mata, tegangan listrik yang tidak stabil atau rendah sering luput dari perhatian. Seorang responden di Lasiana bercerita bahwa lampu di rumahnya sering terlihat redup dan kipas angin yang ada sering rusak sehingga harus membeli yang baru. Rekam data ESMI menunjukkan bahwa profil tegangan di rumah responden tersebut memang dominan rendah. Tegangan rendah dapat menyebabkan kerusakan alat elektronik dan membebani biaya listrik karena menyedot arus dalam jumlah lebih tinggi.

Dalam workshop ini, pemaparan hasil pengamatan ESMI juga disertai dengan diskusi dua arah dan konfirmasi data. Sering terjadinya pemadaman listrik dibenarkan oleh responden, juga bagaimana kondisi tersebut mempengaruhi aktivitas mereka. Dengan data ESMI yang dapat diakses secara online dan real-time, responden dapat memantau listrik di rumah mereka. Selain itu, responden dapat mengetahui bahwa kualitas listrik yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan alat listrik atau membengkaknya tagihan listrik.

Inisiatif pemantauan pasokan listrik ini akan dilanjutkan hingga bulan April 2017. Hasil pengamatan kualitas listrik melalui ESMI diharapkan dapat menjadi media informasi bagi masyarakat untuk mengetahui kualitas listrik di tempat tinggal mereka dan membantu pemerintah serta penyedia layanan listrik untuk memantau sekaligus meningkatkan kualitas listrik. Terkait defisit daya dan gangguan pada jaringan karena faktor alam di Kupang, hasil ESMI dapat menjadi pertimbangan untuk perencanaan penambahan daya dan pengembangan serta pemeliharaan jaringan listrik.

Hening Marlistya Citraningrum adalah Program Manager untuk Sustainable Energy Transition di IESR.

Paparan Studi dan Diskusi Pendanaan Perubahan Iklim di Kota Kupang

Kupang adalah kota dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, di mana persentasenya di tahun 2015 mencapai lebih dari 10%. Pertumbuhan penduduk ini juga diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang didominasi oleh sektor konstruksi, perdagangan, servis kendaraan, dan sektor komunikasi dan informasi.

Kenaikan aktivitas ekonomi ini juga mendorong peningkatan kenaikan emisi gas rumah kaca (GRK). Hal ini terlihat dengan meningkatnya kebutuhan energi untuk listrik, bahan bakar rumah tangga, pertumbuhan kendaraan, dan peningkatan timbunan sampah. Menilik pemenuhan energi di Kupang, listrik di Kupang bergantung pada pembangkit listrik tenaga diesel dan uap yang menggunakan bahan bakar fosil. Jumlah kendaraan di Kupang juga meningkat drastis hingga dua kali lipat dalam periode 2009 – 2011. Dua hal ini menyebabkan emisi GRK di Kupang perlu mendapatkan perhatian lebih dari para pemangku kepentingan.

Dalam workshop yang diadakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), Climate and Development Knowledge Network (CDKN), dan Perkumpulan Pikul di Kupang pada tanggal 4 Maret 2017, paparan mengenai kebutuhan pendanaan untuk menghadapi perubahan iklim disampaikan dan didiskusikan dengan berbagai pemangku kepentingan. Dalam workshop ini hadir perwakilan pemerintah dari Bappeda Kota Kupang, Otoritas Jasa Keuangan, Bank NTT, WALHI Kupang, dan Geng Motor Imut (GMI).

Kota Kupang mengalami sejumlah ancaman akibat perubahan iklim, di antaranta kenaikan muka air laut, angin kencang, dan hujan tak menentu. Fenomena ini menyebabkan meningkatkanya kejadian bencana terkait cuaca di Kupang, misalnya banjir, puttng beliung, hingga gelombang tinggi. Studi pencakupan yang dilakukan oleh IESR, CDKN, dan Perkumpulan Pikul menemukan bahwa Kota Kupang belum memiliki agenda dan strategi pengurangan emisi GRK dan mitigasi perubahan iklim. Pemerintah Kota Kupang sendiri sudah memiliki inventarisasi emisi gas rumah kaca sektoral melalui database SIGN-SMART. Dokumen Rencana Anggaran Daerah Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiki Bencana juga sudah ditetapkan, tetapi belum diadopsi secara resmi dalam regulasi. Saat ini belum ada rencana pembangunan yang rendah karbon dan adaptif terhadap perubahan iklim. Kota Kupang juga masih membutuhkan peningkatan kapasitas perencanaan pembangunan yang memitigasi perubahan iklim dan mengurangi emisi GRK. Elemen pembiayaan juga terhitung penting, karena dari studi ini, terlihat bahwa Kota Kupang belum memiliki pembiayaan yang cukup.

Dalam diskusi yang berlangsung setelah paparan hasil studi, isu-isu perubahan iklim di Kota Kupang dibahas oleh peserta yang hadir. Menurut Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, koordinasi multistakeholder adalah faktor penting, di mana peran serta elemen pemerintah, lembaga sipil masyarakat, individu, dan perbankan mutlak ada untuk efektivitas program yang direncanakan dan dijalankan. Masukan dan saran yang muncul dalam diskusi tersebut adalah perlunya melibatkan masyarakat sipil dalam program mitigasi perubahan iklim, perencanaan yang lebih tepat sasaran, integrasi rencana pembangunan yang terstruktur sehingga dapat diturunkan pada satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) terkait, perlunya instrumen pendanaan yang reliable¸ dan pertimbangan untuk membatasi investasi agar tidak menimbulkan emisi GRK dalam jumlah lebih banyak.

Pembiayaan program mitigasi perubahan iklim dari dana-dana swasta dan luar negeri juga didiskusikan dengan perwakilan Bank NTT dan OJK. Saat ini pihak swasta, terutama perbankan belum mengucurkan dana yang cukup untuk agenda perubahan iklim. Pihak perbankan juga belum memiliki skema pembiayaan lewat kredit untuk program mitigasi perubahan iklim, padahal masyarakat sipil dan komunitas sudah bergerak untuk terlibat. Geng Motor Imut, misalnya, sudah mampu memproduksi 200 kompor biomassa per bulannya. Biogas digester juga sudah mulai dikembangkan, sejumlah 50 instalasi sudah dipasang di seluruh NTT. Ke depannya, kegiatan-kegiatan terkait pengurangan emisi GRK ini perlu ditingkatkan dan didukung baik dari segi regulasi, sosialisasi pada masyarakat, model bisnis, maupun pembiayaan. Dialog-dialog multipihak dalam rangka pengembangan institusi pembiayaan bersama, misalnya dalam bentuk trust fund, juga perlu dilakukan terus menerus sehingga institusi yang memiliki kekuatan hukum tetap dapat terbentuk.

Perwakilan dari Bappeda Kota Kupang menyatakan bahwa dalam RPJMD 2017 – 2022, elemen mitigasi perubahan akan dimasukkan, sehingga bisa diturunkan menjadi regulasi untuk SKPD terkait. Koordinasi dengan lembaga sipil masyarakat dan masyarakat umum juga merupakan langkah yang akan diambil guna mendorong efektifitas program yang direncanakan. Dalam pembahasan anggaran pemerintah, Fabby Tumiwa menggarisbawahi perlunya perencanaan yang lebih cerdas dan terarah, di mana pos pendanaan yang sudah ada dapat digunakan dengan penyesuaian. Jika ini dilakukan, komponen pembiayaan dari luar APBD dapat digunakan untuk pengembangan kegiatan mitigasi perubahan iklim lainnya.

Paparan studi dan diskusi ini ditutup dengan kesepakatan untuk lebih banyak mengadakan temu bersama guna mendorong sinergi multi pihak dalam program-program mitigasi perubahan iklim di Kota Kupang.

Hening Marlistya Citraningrum adalah Program Manager untuk Sustainable Energy Transition di IESR.

Featured image via Shutterstock.