Dampak Negatif Bila Pelanggan Listrik 1.300 VA jadi 4.400 VA

Petugas PLN Area Bulungan Distribusi Jakarta Raya melakukan penyambungan penambahan daya pelanggan 1300 VA menjadi 2200 VA di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (20/6). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Saat konsumsi listrik melemah ada kebijakan penyederhanaan golongan pelanggan listrik. Pemerintah memang menjamin perubahan golongan tak akan dikenakan biaya dan besaran tarif per KWH tidak akan mengalami perubahan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meminta pemerintah mengkaji terlebih dahulu rencana penyederhanaan golongan listrik non-subsidi. Menurut dia, pemerintah juga perlu menimbang aspek penghematan energi.

Fabby beralasan, dengan daya yang tersedia lebih besar maka akan mendorong seorang pelanggan lebih banyak menggunakan listrik. Artinya jumlah listrik yang dikonsumsi akan bertambah, sehingga ujung-ujungnya pada potensi tambahan investasi di pembangkit.

“Kita harus ingat, menambah 1 kilo Watt hour (kWh) lebih mahal dari segi investasi daripada mengurangi,” kata Fabby saat dihubungi Tirto via telepon pada Senin (13/11/2017) pagi.

Menurut Fabby, langkah penyederhanaan ini perlu dijelaskan kepada publik. Selain itu, publik atau para pelanggan listrik perlu diberitahu soal konsekuensi bila ada perubahan golongan pelanggan. Ihwal yang paling pasti adalah penggantian meter MCB milik pelanggan untuk disesuaikan dengan daya yang lebih besar. Proses penggantian ini tentu memakan biaya. Biaya ini apakah akan ditanggung pelanggan atau PLN selaku penyedia listrik.

“Kalau ada perubahan golongan, berarti juga harus mengganti miniature circuit breaker (MCB) sekian juta pelanggan” kata Fabby.

Di sisi lain, Fabby menduga, program penyederhanaan ini merupakan strategi PLN untuk memanfaatkan pasokan listrik yang berlebih. Padahal, kata Fabby, pasokan tersebut tidak seharusnya dibebankan sebagai kebutuhan listrik rumah tangga masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan nasib pembangkit listrik swasta (IPP) dan PLN.

Pertumbuhan volume penjualan listrik memang sedang mengalami perlambatan konsumsi. Konsumsinya hanya mengalami kenaikan 1,17 persen jadi 108,4 Terra Watt hour (TWh) pada semester I-2017. Pada tahun lalu pada periode yang sama sempat tumbuh 7,8 persen.

Ia menyitir sejumlah data yang menyebutkan, rata-rata rumah tangga di Indonesia hanya menggunakan daya listrik di kisaran 2.200 VA. Ia khawatir, penambahan ini mendorong masyarakat menggunakan listrik secara tidak produktif.

“Meskipun mungkin masyarakat memang akan rasional, karena biaya beban tinggi maka akan mengurangi penggunaan,” ucap Fabby.

Fabby mengatakan kajian secara matang perlu dibuat. Sebab, kesalahan strategi dalam penyederhanaan golongan listrik untuk rumah tangga dapat berpotensi menyusahkan PLN ke depannya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo), M. Ikhsan Ingratubun, meminta pemerintah merinci latar belakang penyederhanaan ini dan benefit konkret untuk UMKM. Ikhsan mengatakan, klaim pemerintah terkait keuntungan untuk UMKM ini masih rancu.

“Kalau dibilang ada dampaknya terhadap UMKM itu dilihat dari sisi apanya? Saya juga masih bertanya-tanya dampaknya. Kalau dibilang mengembangkan itu dikembangkan dari sisi apa?” kata Ikhsan kepada Tirto.

Ikhsan balik menilai, penyederhanaan ini justru menggiring UMKM mengubah pola konsumsi listrik. Ia meminta kebijakan penyederhanaan listrik ini perlu dibahas secara komprehensif dan melibatkan suara UMKM. Supaya, tidak ada kerancuan mengenai dampak keuntungan yang akan didapat UMKM.

“Kalau memang nyata untuk UMKM, kami pasti sangat mendukung. Kalau enggak, ini jeratan. UMKM enggak sadar nanti pemakaian listriknya meningkat.”

Di sisi lain, ia juga meminta pemerintah berhati-hati. Sebab, ini berdampak pada ekonomi masyarakat menengah bawah ini, yang notabene para pemilik UMKM.

“Justru ini dapat mengurangi daya beli mereka karena perubahan tagihan per bulan mengakibatkan biaya operasionalnya meningkat setiap bulan,” kata Ikhsan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero) sebelumnya telah memastikan rencana diberlakukannya penyederhanaan golongan listrik non-subsidi. Penyederhanaan dikenakan bagi pelanggan dengan golongan 900 VA (Volt Ampere) tanpa subsidi, 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.300 VA.

Semua golongan tersebut akan dinaikkan dan ditambah dayanya menjadi 4.400 VA. Sementara golongan 4.400 VA hingga 12.600 VA dinaikkan dan ditambahkan dayanya menjadi 13.000 VA, dan golongan 13.000 VA ke atas dayanya akan di-loss stroom.

Namun, pemerintah menjamin upaya tersebut tidak akan memengaruhi pengeluaran biaya masyarakat.

“Tidak akan dikenakan biaya apa pun, dan besaran tarif per kWh tidak akan berubah,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam keterangan resmi, kemarin.

Mengacu kepada Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016, tarif listrik untuk pelanggan 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.300 VA adalah Rp1.467,28 per kWh. Tarif tersebut sama dengan tarif untuk 3.500 VA, 5.500 VA, dan 6.600 VA. Artinya memang untuk sementara waktu, bila ada penambahan golongan lebih tinggi tak akan mempengaruhi tarif yang harus dibayar oleh pelanggan.

Sumber: https://tirto.id/dampak-negatif-bila-pelanggan-listrik-1300-va-jadi-4400-va-cz1a

PLN Harus Kerja Keras Penuhi Kebutuhan Rakyat Jika Golongan Listrik Disederhanakan

Pemerintah berencana melakukan penyederhanaan golongan pelanggan listrik. Ke depan, golongan pelanggan listrik rumah tangga hanya terbagi menjadi tiga yakni subsidi 450 VA dan 900 VA, nonsubsidi 4.400 VA dan 13.000 VA, dan nonsubsidi 13.000 VA ke atas (loss stroom).

Pengamat Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan penggolongan pelanggan tersebut nantinya akan memicu kenaikan konsumsi listrik. Sebab, kebijakan tersebut memberikan kebebasan bagi masyarakat mengkonsumsi listrik lebih besar dari daya yang dimiliki sebelumnya.

“Pemerintah perlu mengkaji berapa besar potensi kenaikan konsumsi listrik dari penerapan kebijakan ini ke depan,” ujar Fabby kepada merdeka.com di Jakarta, Senin (13/11).

Menurutnya, apabila terjadi peningkatan konsumsi maka pemerintah harus menyediakan pasokan listrik yang lebih besar. Hal ini tentu mengharuskan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bekerja lebih keras memenuhi kebutuhan tersebut.

“Kalau konsumsi meningkat, yang perlu dikaji lagi adalah pemenuhan pasokan listrik di masa depan. Artinya, PLN harus bekerja lebih keras lagi nantinya,” jelas Fabby.

Untuk itu, dia meminta, pemerintah mengkaji terlebih dahulu penerapan rencana tersebut. Mengingat saat ini kondisi keuangan PLN belum memadai jika harus menggarap program diluar prioritas dan urgent.

“Kebijakan ini seperti terburu-buru padahal sebenarnya tidak terlalu mendesak. Jadi dikaji saja dulu, biarkan PLN melakukan pekerjaan yang urgent seperti menyelesaikan persoalan daerah yang belum merasakan listrik 24 jam,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan mengatakan kebijakan penyederhanaan golongan pelanggan listrik ini nantinya akan menimbulkan pemborosan. Hal ini bertentangan dengan ajakan penghematan energi listrik yang dikampanyekan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).

“Konsekuensinya dengan semakin besarnya daya yang diberikan masyarakat akan semakin boros menggunakan listrik. Anggapannya, kalau saya punya 4.400 saya akan maksimalkan penggunaan ini. Walaupun tidak semua masyarakat menggunakan alat alat yang bisa memenuhi semuanya, tapi disisi lain masyarakat yang mewah pasti akan memaksimalkan itu,” tandas Mamit.

Sumber: https://www.merdeka.com/uang/pln-kerja-keras-penuhi-kebutuhan-masyarakat-jika-golongan-listrik-disederhanakan.html