Perusahaan Batu Bara Milik Negara Tak Bisa Protes

Tambang batubara

Jakarta-Republika Online. Skema Domestic Market Ob­ligation (DMO) dalam membeli batu bara sebentar lagi akan berlaku bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero). Perusahaan batu bara tidak terke­cuali perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) mesti siap menjalankan skema tersebut.

Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengaku tidak keberatan soal aturan ini. Dia menegaskan siap mematuhi kebijakan yang dianggap bisa mengurangi be­ban PLN. “Munculnya aturan pembatasan harga ini bagi pe­rusahaan kami tidak menjadi masalah,” tutur dia pekan lalu.

Jika kebijakan DMO dianggap sebagai cara yang paling efektif bagi pemerintah, nampaknya memang tidak ada alasan bagi PTBA untuk protes apalagi tidak melaksanakan aturan tersebut. Penerapan aturan DMO dianggap sebagai upaya paling mujarab un­tuk menekan harga batu bara yang tinggi di pasar internasional.

Dengan demikian PLN bisa membelinya dengan harga jauh di bawah harga internasional. Sebelum penerapan DMO ini PT PLN sering kali mengeluh rugi. Hal itu lantaran harga batu bara makin mahal tapi tarif listrik diminta tidak naik. Nantinya aturan DMO akan dijalankan maka PLN diharapkan tidak lagi menderita kerugian.

Lebih jauh dari itu tarif lis­trik bisa terus stabil. PTBA pun sebagai perusahaan pelat merah menyatakan siap mendu­kung kebijakan tersebut. “Maka kami harus mendukung sesama BUMN sebagai bentuk sinergi,” tegas Arviyan.

Namun, ketika ditanya lebih detail mengenai hitung-hitungan pendapatan yang berpotensi bakal berkurang dia mengaku belum bisa menjawab. “Kami belum menghitung secara fi­nansial dampak yang muncul dari pemberlakuan aturan ini. Kami masih menunggu aturan­nya seperti apa, termasuk soal DMO,” katanya.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) diperkirakan bakal jadi salah satu perusahaan batu bara yang terke­na dampak dari aturan DMO. Pasalnya, harga jual batu bara di tingkat internasional saat ini seki­tar 95,54 dolar AS maka dengan adanya DMO PLN bisa mem­belinya dengan harga khusus yakni 60 dolar AS per ton.

“Selama ini sebagian besar hasil produksi perusahaan me­mang diserap untuk kebutuhan PT PLN,” ujar Sekretaris Peru­sahaan PTBA Suherman.

Jika benar penjualan batu bara ke PLN mendominasi total produksi maka pendapatan PTBA bisa dipastikan terpangkas cukup signifikan. “Sebanyak 56,6 persen dari total penjualan PTBA di tahun ini diperoleh dari hasil penjualan ke PLN Group,” tegasnya.

Jika melihat laporan keuangan PTBA di kuartal III tahun lalu saja nominal penjualan batu bara ke PLN bisa mencapai Rp 4,72 triliun. Perusahaan Pertambangan yang dimiliki oleh pemerintah ini berharap kebijakan tersebut tidak membuat perusahaan merugi. Dengan disahkannya aturan ini, pendapatan PTBA di tahun 2018 berpotensi terpangkas.

Direktur Pengadaan Strategis PLN, Supangkat Iwan Santoso menegaskan harga harga batu bara yang terjangkau memang menjadi salah satu komponen yang bisa membuat tarif listrik bisa murah. Karena itu, sebagai operator ketenagalistrikan pihaknya ber­harap supaya harga batu bara bisa berpihak pada PT PLN.

Memurutnya, batu bara sehar­usnya bukan dianggap sebagai bagian dari komoditas pasar. “Konsep kami ini sebetulnya jangka pendek, pokoknya yang penting harga khusus domestik ini bisa turun dulu, saya yakin ini pasti bisa,” kata Iwan.

Selain itu, Iwan juga berharap supaya industri sebagai salah satu konsumen listrik juga me­nyuarakan mengenai naiknya harga batu bara yang bisa men­gancam kebijakan tarif listrik. Supaya seluruh kebijakan mulai dari hulu hingga hilir bisa berpi­hak pada seluruh konsumen.

Sebentar Lagi Diterapkan

Direktur Jenderal Ketenagal­istrikan Andy Noorsaman Som­meng menyatakan, tidak lama lagi pemberlakuan tarif batu bara dalam skema DMO sebagai bahan bakar primer pembangkit listrik bakal diterapkan.

“Sudah beres kok tinggal tunggu saja mungkin minggu depan,” ujar Andy di Jakarta, Kamis, (15/2).

Direktur Eksekutif Institute Energy for Essential Services Reformn (IESR), Fabby Tumi­wa menegaskan bahwa negara punya hak untuk menentukan harga. Menurut dia, sejatinya tambang-tambang yang berada di Indonesia wajib dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kebutu­han rakyat karena memang milik negara. Sedangkan penambang hanya mengantongi izin mem­produksi dan menjual.

Sumber : http://ekbis.rmol.co