Melihat Potensi Pasar Listrik Surya Atap di Jabodetabek

Survei terhadap 500 rumah tangga kalangan menengah atas di Jabodetabek menunjukkan minat masyarakat untuk menggunakan listrik surya atap. Regulasi yang jelas dan skema pembiayan kredit menjadi faktor yang mendorong meningkatkan minat masyarakat membeli perangkat listrik surya.

Pasar listrik surya atap (solar rooftop) di kawasan Jabodetabek menunjukkan potensi yang menjanjikan. Tiga dari 10 rumah tangga dari kalangan menengah atas berminat untuk menggunakan listrik surya atap di rumah mereka.

Demikian hasil survei konsumen yang dikeluarkan oleh Kantar TNS-sebuah perusahaan riset pasar yang bekerjasama dengan IESR dan GIZ-INFIS dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (10/10).

Alasan utama masyarakat berminat menggunakan listrik surya atap adalah untuk mengurangi biaya tagihan listrik yang cenderung meningkat, selain untuk mendapat pasokan listrik gratis dari sinar matahari, dan sebagai cadangan listrik jika terjadi pemadaman oleh PLN.

Sayangnya, informasi mengenai listrik surya atap, termasuk mengenai harga, teknologi serta layanan yang menyediakan pemasangan listrik surya atap dinilai responden masih sangat terbatas. Sehingga mereka merasa tidak relevan dan terdesak untuk segera memasang perangkat teknologi ini di rumah mereka. Apalagi setelah mengetahui mahalnya harga perangkat listrik surya atap.

Namun menariknya, sebanyak 85% responden justru menyatakan akan semakin berminat  untuk memasang apabila pemerintah mengeluarkan regulasi yang jelas mengenai listrik surya atap. Mereka juga lebih menyukai skema pembiayaan kredit yang disediakan lembaga pendanaan dengan tenor 1-3 tahun ketimbang skema subsidi yang disediakan pemerintah.

Hasil survei ini juga menunjukan bahwa responden kecenderungan untuk membeli perlengkapan listrik surya atap melalui vendor ketimbang market place. Mereka juga lebih  memilih produk listrik surya atap buatan dalam negeri ketimbang produk asing karena alasan kemudahan dan ketersediaan suku cadang.

“Untuk menggarap potensi pasar seperti ini perlu dipersiapkan strategi komunikasi dan edukasi yang lebih luas terutama di media massa. Penyediaan informasi informasi tersebut menjadi sangat penting termasuk mengenai harga, teknologi serta layanan yang prima, mulai dari jasa konsultasi, pemasangan perlengkapan hingga layanan purna jual.” ujar Astiti Suhirman, Business Director Kantar TNS.

Selain itu, Astiti menambahkan, informasi ini juga perlu dilengkapi dengan pengguna yang yang telah menggunakan listrik surya atap, sehingga memberikan keyakinan pada calon konsumen untuk mau menggunakan listrik surya atap ini.

Diskusi ini juga menghadirkan perwakilan dari Bank Syariah Lantabur Tebuireng di Jawa Timur yang telah menerapkan skema perkreditan bagi masyarakat yang akan menggunakan listrik surya atap.

Menurut Achmad S. Ghozi, Direktur Utama BPR Syariah Lantabur, sejauh ini pihaknya tidak mengalami kesulitan untuk penyediaan skema perkreditan untuk listrik surya atap, mekanismenya sama dengan kredit lain seperti motor atau mobil.

“Dalam kontrak pembiayaan digunakan prinsip jual-beli dimana bank membeli paket produk listrik surya atap lalu menjualnya kepada nasabah dengan kesepakatan harga jual dan pembayaran pengembalian secara diangsur. Justru kendalanya dari pihak lain, misalnya supplier atau PLN yang harus menyedian alat net-metering.” jelas Achmad.

Selain itu, ada pula pengelola kawasan Summarecon Serpong yang telah mengembangkan perumahan Symphonia, lengkap dengan  fasilitas listrik surya yang tterintegrasi dengan jaringan PLN.

“Ini adalah salah satu keunggulan yang kami tawarkan kepada konsumen. Biasanya  jika orang membeli rumah mereka akan mendapatkan pintu, dan sekarang ini mereka lagsung mendapatkan listrik surya atap yang akan menurunkan tagihan listriknya hingga 50%. Semua rumah juga sudah dirancang sesuai standar teknis, sehingga jika konsumen ingin menambah perangkat listrik suryanya itu sangat memungkinkan,” ujar Rachmat Taufik Hardi, Head of Planning and Design Property Development Region II.

 

Menurut  Hening Marlystia Citraningrum, Program Manager-Sustainable Energy Partnership IESR hasil survei konsumen perlu menjadi perhatian bagi pemerintah. Sebab ini berarti potensi pasar bagi bagi pengguna awal dan pengikut awal akan mencapai 166-184 ribu rumah tangga.

“Bila masing-masing rumah memasang minimal 2 kWp, maka setidaknya terdapat 332 – 368 MW solar rooftop yang terpasang.  Dengan demikian target  dari Gerkaan Nasional Sejuta Surya Atap (GNNSA) sebanyak 1 GW pada tahun 2020 dan target pemerintah untuk energi surya 6,4 GW pada tahun 2025 dapat dicapai dengan penggunaan solar rooftop,” jelas Citra.