Jonan Curhat Soal Kendala Kembangkan Energi Baru di RI

Jakarta, CNBC Indonesia Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menekankan sila ke-5 dalam Pancasila, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT).

Jonan melanjutkan, dalam mengembangkan EBT, masalah pertumbuhan ekonomi perlu jadi pertimbangan. Ia berpandangan, di belahan bumi manapun, masalah ketahanan ekonomi, PDB per capita, disparitas, gini ratio tidak sama. Sehingga, tidak adil jika subsidi dicabut dan dialihkan untuk EBT di saat rasio gini masih tinggi.

“Ini jadi faktor kalau kita mau bahas transisi energi ke EBT. Bahwa betul timbul kesejahteraan usaha, ciptakan teknologi, tapi juga timbulkan biaya-biaya baru,” ujar Jonan dalam menyampaikan sambutannya di acara Indonesia Clean Energy Forum, di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Lebih lanjut, Jonan mengatakan, dalam transisi energi, faktor pasokan dan permintaan juga menjadi pertimbangan. Dari sisi permintaan (demand), Indonesia harus bersyukur karena memiliki generasi muda mayoritas mau di desa atau kota yang semuanya mendukung energi bersih. Jonan menilai, segala sesuatu yang didukung generasi muda, pasti akan berjalan baik.

Sedangkan, dari sisi pasokan, apa yang ditawarkan harus bisa terjangkau (affordable). Jonan menyebut, Uni Eropa bisa menjalankan EBT karena mendapat subsidi besar untuk transisi energi mereka.

“Perdebatan panjang di parlemen, mau disediakan seperti apa insentif ini. Kalau besar-besar harus disiapkan anggarannya. Tantangannya kalau insentif besar, rasio elektrifikasi itu harus 100% penuh, kalau tidak ada yang protes. Sekarang rasio elektrifikasi 98% ada 2% yang belum terlistriki, itu banyak lima juta lebih. Disparitas masih lebar,” tambah Jonan.

Menanggapi hal ini, ditemui di kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, justru EBT merupakan solusi akan kurangnya rasio elektrifikasi di daerah-daerah yang belum ada listriknya.

“Daripada PLN terus terbeban untuk melistriki daerah tertinggal, mending subsidi atau insentifnya dialihkan untuk pengembangan EBT di sana, untuk melistriki daerah itu,” pungkas Fabby.

Sumber CNBC Indonesia

Jonan Turunkan Target Energi Terbarukan 2025 Jadi 20 Persen

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah menargetkan pada 2025 porsi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional di Indonesia mencapai 23 persen. Target ini sesuai dengan komitmen pemerintah dalam Paris Agreement tahun 2015.

Tapi, hingga saat ini porsi EBT baru mencapai angka 13 persen. Meski masih ada waktu 7 tahun lagi untuk mengejar target energi terbarukan 23 persen, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengaku pesimis hal itu bisa terkejar. Dia pun menurunkan target bauran energi terbarukan pada 2025 menjadi 20 persen.
“Ya kira-kira begitu. Saya khawatir enggak bisa capai 23 persen (pada 2025). Ini yang belum tentu 23 persen bauran energi di 2025, mungkin kita coba sampai 20 persen kurang lebih,” kata Jonan usai memberikan sambutan dalam acara Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (15/11).
Jonan menjelaskan, ada beberapa alasan yang membuat target energi terbarukan 2025 turun. “Pertama, mengenai nilai investasinya. Apa ini bisa memberikan dampak yang serius terhadap kenaikan listrik,” ujarnya.
Yang kedua, di sektor transportasi, kata Jonan, sulit mendorong penggunaan bioetanol karena kurangnya pasokan bahan baku.
“Seperti tebu, bersaingan dengan konsumsi manusia. Ketela pohon dan nira juga sama. Memang skala kecil bisa (direalisasikan) tapi coba skala nasional, mana bisa sampai sekarang lho ya,” jelasnya lagi.
Karena itu, dia mendorong industri pertanian menanam ketela dalam skala jutaan hektare agar bisa dikonversi jadi etanol.
Hingga saat ini, porsi EBT di sektor ketenagalistrikan baru mencapai 13 persen, sementara di transportasi mencapai 12-13 persen karena ada perluasan program mandatori biodisesl 20 persen atau B20.
PLTP Pertamina di Ulubelu, LampungPLTP Pertamina di Ulubelu, Lampung (Foto:Dok. Pertamina)
Meski target bauran energi terbarukan 23 persen diturunkan menjadi 20 persen di 2025, pemerintah tetap melakukan sejumlah upaya
Pengembangan EBT terutama dilakukan dengan terus meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Kata Jonan, mungkin dalam 7 tahun porsi EBT bisa bertambah 2 persen dari pengembangan panas bumi. Sebab, banyak PLTP baru di berbagai daerah, meski banyak yang kapasitasnya kecil.
Selain itu, pemanfaatan energi air dan mikro hidro juga digenjot. Walaupun kapasitas pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH) kecil-kecil, tapi total kapasitasnya cukup signifikan.
“Yang (PLTA) besar-besar juga, saya dengar PLN sekarang tanda tangan. Ini diharapkan bisa tambah bauran energi,” ucapnya.
Potensi EBT lain yang juga diandalkan untuk mengejar target adalah energi surya. Saat ini Kementerian ESDM sedang menyiapkan aturan untuk mendorong penggunaan panel surya atap (solar PV).
“Memang terus terang masih kurang. Kan ini negara tropis, masa kurang sih PLTS-nya? Ini mau dikeluarkan peraturan ini untuk setiap rumah pasang solar PV. Jadi nanti ekspor impor ke dan dari PLN,” tutupnya.
Sumber Kumparan.com