Tangkap Peluang Pendanaan untuk Dukung Akselerasi Transisi Energi

press release

Jakarta, 28 Juli 2022 – Transisi energi di Indonesia membutuhkan investasi yang signifikan terutama untuk mengembangkan pembangkit energi terbarukan, bahan bakar bersih, jaringan listrik, dan penyimpanan energi (baterai). 

G20 Seminar
Satu dari tiga panel pada rangkaian seminar G20 yang membahas tentang peluang pembiayaan berkelanjutan untuk transisi energi Indonesia (27/07/2022). (Dok. Sekretariat Seminar)

“Indonesia setidaknya membutuhkan investasi untuk transisi energi sekitar 1 triliun USD pada tahun 2060”, ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Arifin Tasrif, dalam rangkaian seminar G20 berjudul “Unlocking Innovative Financing Schemes and Islamic Finance to Accelerate a Just Energy Transition In Emerging Economies”. 

Berdasarkan kajian Institute for Essential Services Reform (IESR), kebutuhan investasi untuk dekarbonisasi sektor energi di Indonesia pada 2050 berkisar USD 20–25 miliar per tahun antara tahun 2020 dan 2030 dan sekitar USD 40–60 miliar per tahun dari tahun 2030 hingga 2050. 

“Indonesia memiliki potensi energi terbarukan dan kebutuhan energi yang akan terus tumbuh. Dalam banyak hal, Indonesia seharusnya menjadi tujuan investasi utama. Sayangnya inkonsistensi kebijakan, regulasi, dan kurang padunya koordinasi antar sektor membuat investor memandang investasi di Indonesia berisiko tinggi,” ungkap Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. 

Laporan IISD (International Institute for Sustainable Development) tahun 2020 mengungkap, hanya 7,8% total investasi untuk sektor energi terbarukan di Indonesia. Sisanya masih memfokuskan investasi pada bahan bakar fosil. Peter Wooders, Senior Director Energy IISD menekankan bahwa arah G20 tahun ini harus menuju energi bersih – yang berarti secara bertahap menggeser dukungan terhadap bahan bakar fosil. 

“Meski pembiayaan publik tidak cukup untuk mendanai proses transisi energi, perannya sangat penting dalam membuka peluang ragam mekanisme”, lanjutnya.

Untuk itu, dalam rangkaian seminar G20 kali ini, diskusi mengenai pembiayaan Islami seperti wakaf, sukuk dan green bonds juga turut dibahas untuk memperkaya gambaran potensi pembiayaan transisi energi yang lebih luas lagi. Pembiayaan Islami memegang peran penting dalam berbagai pendanaan proyek berkelanjutan, termasuk energi terbarukan. Menurut Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019–2024, energi terbarukan mendapat dukungan melalui Murabahah (prinsip jual beli) serta donasi melalui zakat. 

Anna Skarbek, CEO Climateworks Centre menambahkan bahwa peluang investasi dalam transisi iklim, dan terobosan model-model investasi lintas kawasan ASEAN sangat bervariasi. Namun, Kuki Soejachmoen, Executive Director, Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) sekaligus moderator panel pada seminar kemarin mengingatkan bahwa mekanisme pembiayaan apa pun tetap harus perhatikan inklusivitas dan adil bagi siapa saja. 

Hal ini dikarenakan dampak dari transisi energi secara bertahap ciptakan usainya bisnis-bisnis pada sektor bahan bakar fosil serta rantai pasok terkait, pensiun dini, lapangan kerja baru, kebutuhan akan skill baru, industri baru – sehingga perlu ditangani dengan baik. 

Komitmen Hibah $200 juta dari Australia untuk Indonesia 

Pada sesi sambutan, Andrew Hudson, CEO dari Centre for Policy Development, secara khusus mengangkat perihal dana hibah dari Australia untuk Indonesia yang baru-baru ini dibicarakan antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Anthony Albanese, sebagai contoh nyata pentingnya dialog lintas-batas. 

“Penting bagi kita berdialog dan berbagi pengalaman mengenai aksi yang efektif, terukur dan berdampak seperti yang dibutuhkan dalam investasi lintas-batas pada transisi iklim, baik yang dilakukan oleh investor publik dan swasta. Kita juga harus memanfaatkan ambisi dan momentum dari kemitraan iklim serta infrastruktur sebesar $200 juta yang baru-baru ini dibicarakan antara Australia dan Indonesia.”

Rangkaian Seminar Series G20 ini diselenggarakan oleh Energy Transition Working Group (ETWG) Indonesia G20 2022 dan T20 Indonesia, berkolaborasi dengan Centre For Policy Development (CPD) Australia, Climateworks Centre, International Institute for Sustainable Development (IISD), Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), dan the Institute for Essential Services Reform (IESR), serta didukung oleh Asia Investor Group on Climate Change (AIGCC).

Memperkuat Transisi Energi yang Berkeadilan dengan Pembiayaan Berkelanjutan

press release

Jakarta, 28 Juli 2022- Transisi energi menjadi krusial dan urgen untuk dilakukan demi mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan membatasi suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius pada 2050 sesuai Persetujuan Paris. Memperkuat transisi energi yang berkeadilan membutuhkan pendanaan yang berkelanjutan dan inovatif. 

IESR - Wapres - Meneteri Keuangan - Menteri ESDM
Wakil Presiden Ma’ruf Amin berfoto bersama pembicara utama dan wakil dari masing-masing organisasi mitra penyelenggara pada rangkaian seminar G20 yang dilaksanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (Dok. Sekretariat Seminar)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif dalam sambutannya pada seri seminar G20 berjudul “Unlocking Innovative Financing Schemes and Islamic Finance to Accelerate a Just Energy Transition In Emerging Economies” mengatakan Indonesia telah memiliki peta jalan transisi energi untuk mencapai neutral karbon pada 2060 atau lebih cepat.

“PLN melalui rencana bisnis penyediaan energi nasional pada tahun 2021-2023 juga telah menargetkan rencana bisnis yang lebih bersih dengan menambah pembangkit listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan hingga 51,6%. Indonesia telah merencanakan untuk membangun nusantara super grid untuk mendorong pengembangan energi terbarukan dan juga menjaga stabilitas dan keamanan kelistrikan,” jelasnya.

Arifin juga menambahkan bahwa setidaknya Indonesia membutuhkan investasi untuk transisi energi sekitar 1 triliun USD pada tahun 2060.

“Oleh karena itu, Indonesia terus menjalin kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara mitra dan lembaga keuangan internasional untuk menemukan mekanisme pendanaan yang inovatif,” ujarnya.

Senada, Yudo D. Priaadi, Chair of Energy Transition Working Group (ETWG) G20 2022 mengungkapkan pembiayaan inovatif dan pembiayaan syariah (Islamik) berpotensi membuka peluang untuk meningkatkan aksesibilitas dan inklusivitas menuju pembiayaan berkelanjutan.

“Kita harus mengembangkan  platform yang efektif dan teruji serta dapat mengamankan investasi,” tandasnya.

Mahendra Siregar, Ketua Otoritas Jasa Keuangan menekankan selain pembiayaan berkelanjutan digunakan untuk membiayai transisi energi, namun perlu pula selaras dengan upaya pengentasan  kemiskinan. Menurutnya, rencana transisi energi dengan pembiayaan berkelanjutan juga perlu memberikan keuntungan (profit).

“OJK berencana menyeimbangkan transisi dan ekonomi hijau, stabilitas sosial, dan pengentasan kemiskinan. OJK meyakinkan bank dan perusahaan kredit publik untuk mengatasi perubahan iklim,” jelasnya di kesempatan yang sama.

Kuki Soejachmoen, Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), mengungkapkan bahwa transisi energi tidak hanya berfokus pada transformasi penggantian sektor-sektor penghasil emisi GRK secara bertahap, tetapi juga terkait lapangan kerja baru, industri baru, keahlian baru, investasi baru dan peluang-peluang lainnya untuk menciptakan masyarakat yang tangguh. 

“Itu sebabnya inklusivitas dan adil pada proses transisi energi menjadi bermakna bagi masyarakat, ekonomi, industri dan lingkungan,” tegas Kuki.

Transisi energi berkeadilan perlu pula memastikan akses energi yang berkualitas bagi semua orang terutama bagi masyarakat miskin.

“Bertransisi energi dengan salah satunya mempensiunkan PLTU batubara. Kebutuhan Indonesia untuk mempensiunkan PLTU batubara sebesar 9,2 GW seperti yang sedang dikaji oleh Kementerian ESDM, menurut laporan IESR memerlukan dana sekitar USD 4,3 miliar, namun akan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Indonesia,” jelas Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR).

Ia yakin dengan pendekatan yang berpusat pada kepentingan masyarakat akan memastikan manfaat dan biaya transformasi sistem energi didistribusikan secara adil, dan melindungi yang paling rentan di masyarakat.

Energy Transition Working Group (ETWG) Indonesia G20 2022 dan T20 Indonesia, berkolaborasi dengan Centre For Policy Development (CPD) Australia, Climateworks Centre, International Institute for Sustainable Development (IISD), Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), dan the Institute for Essential Services Reform (IESR), serta didukung oleh Asia Investor Group on Climate Change (AIGCC), menyelenggarakan seminar series G20 bertajuk “Unlocking Innovative Financing Schemes and Islamic Finance to Accelerate a Just Energy Transition In Emerging Economies.