Potensi Peran Sektor Industri dan Komunitas Dalam Transisi Energi Berkeadilan

Semarang, 10 November 2022 – Transisi energi menjadi fokus banyak pihak akhir-akhir ini. Bukan hanya pemerintah yang memiliki tanggungjawab untuk menyediakan energi yang bersih dan terjangkau bagi seluruh penduduk, sektor industri juga mulai beralih pada energi bersih melalui berbagai upaya. Bagi perusahaan, daya saing produk secara global saat ini juga ditentukan oleh bagaimana proses manufaktur dilakukan secara efisien dan dengan menggunakan sumber-sumber energi berkelanjutan. Kolaborasi aksi berbagai sektor dalam penggunaan energi terbarukan akan mendukung percepatan transisi energi secara nasional. 

Untuk melihat lebih dekat berbagai inisiatif dari sektor industri dan masyarakat ini, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Institute for Essential Services Reform menyelenggarakan kegiatan Jelajah Energi Terbarukan Jawa Tengah pada tanggal 10 – 11 November 2022. Jelajah Energi ini merupakan kegiatan kedua setelah pada bulan Juni lalu dilaksanakan kegiatan serupa dengan fokus destinasi yang berbeda.

Perjalanan dimulai dengan mengunjungi CV Jaya Setia Plastik, Demak, untuk melihat bagaimana industri mainan anak-anak ini menghemat penggunaan listrik dengan memasang PLTS atap secara on-grid (terhubung jaringan PLN) sebesar 470 kWp. 

PLTS Atap di CV Jaya Setia Plastik
PLTS Atap di CV Jaya Setia Plastik

“Saat ini sebenarnya yang terpasang di atap kami sebesar 1300 kWp namun yang tersambung dengan PLN baru sebanyak 470 kWp, lainnya belum kami gunakan karena saat ini kami terkendala aturan yang membatasi pemasangan PLTS atap hanya boleh maksimal 15% dari total daya terpasang,” jelas Wahyu yang menemui rombongan jelajah energi.

Kendala serupa juga dialami Djarum Kretek Oasis yang berlokasi di Kudus, Jawa Tengah. Memiliki beberapa jenis inisiatif green industry seperti penggunaan boiler biomassa, PLTS atap, pond penampungan air yang dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah air, Djarum masih bertekad untuk terus menambah kapasitas energi terbarukannya. 

“Luas atap kami masih dapat menampung lebih banyak PLTS namun karena batasan aturan yang ada kami belum dapat menambah kapasitas,” kata Suwarno, Deputy General Manager Engineering PT Djarum. 

Pembatasan kapasitas PLTS ini sudah menjadi perhatian berbagai pihak karena telah menjadi salah satu hambatan untuk konsumen, utamanya sektor industri untuk memasang ataupun menambah kapasitas PLTS atapnya. Saat ini, Kementerian ESDM dan PLN sedang dalam proses merevisi Permen ESDM no. 26/2021 yang mengatur tentang pemasangan PLTS atap bagi konsumen PLN.

Selain memanfaatkan PLTS, Djarum Oasis juga merancang skema keberlanjutan untuk pabriknya dengan komprehensif mencakup berbagai aspek salah satunya dengan memanfaatkan hasil pruning pohon trembesi yang ditanam pada sejumlah ruas tol sebagai bagian CSR nya sebagai wood chip (potongan kayu) untuk bahan bakar boiler biomassa. 

Perjalanan hari pertama berlanjut menuju PLTSa Putri Cempo, yang berada di daerah Surakarta. PLTSa ini telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PLN dan akan COD pada akhir tahun 2022. Dijelaskan oleh Elan Suherlan, Direktur PT SCMP (Solo Metro Citra Plasma), PLTSa Putri Cempo ada untuk mengatasi permasalahan sampah di kota Surakarta yang tidak lagi mampu ditampung oleh Tempat Pengolahan Sampah. PT SMCP yang memenangkan tender untuk pembangunan PLTSa ini memulai konstruksi sejak 2021. 

 

“Nantinya PLTSa Putri Cempo akan menghasilkan listrik sebesar 5 MW dan akan disalurkan ke PLN,” tutur Elan. 

Yang perlu dicermati adalah penghitungan yang jelas terhadap emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembangkitan listrik berbahan bakar sampah ini.

Jelajah Energi hari pertama ditutup dengan mengunjungi Desa Krendowahono yang telah memanfaatkan gas rawa (biogenic shallow gas) untuk 30 rumah warga. Gas biogenik dihasilkan dari senyawa organik seperti tanaman dan rerumputan yang membusuk dan terurai dengan bantuan bakteri. Karena berasal dari residu senyawa organik, umumnya gas biogenik ditemukan di lapisan tanah yang dangkal. Karena jumlahnya yang relatif kecil dan tersebar, gas biogenik harus dimampatkan (dinaikkan tekanannya) sehingga mudah untuk dialirkan dan digunakan.

Beberapa desa di Jawa Tengah memiliki potensi gas biogenik yang cukup banyak antara lain di desa Gabus, Kecamatan Ngrampal, Sragen, Desa Rajek, Grobogan, Desa Bantar dan Desa Pegundungan di Banjarnegara, yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif untuk memasak. Instalasi pemanfaatan gas biogenik ini juga relatif rendah dan bisa digunakan secara komunal.

Solihin, kepala RT 6, Desa Krendowahono, menjelaskan penemuan gas rawa ini berawal dari warga yang akan membuat sumur untuk sumber air namun ketika pada kedalaman tertentu saat ditemukan air, airnya justru dapat terbakar. 

“Setelah kami lapor dan ada tim yang turun untuk memeriksa ternyata gas ini dapat dimanfaatkan untuk rumah tangga,” tuturnya.

Ibu Uni, salah satu penerima manfaat dari gas rawa ini mengaku dengan menggunakan gas rawa ini dirinya dapat menghemat pengeluaran untuk bahan bakar memasak cukup signifikan.

“Biasanya dalam 1 bulan bisa habis 4 tabung gas 3 kg, sekarang sudah 1 saja,” tuturnya sambil menunjukkan dapurnya. Uni mengaku masih menggunakan gas LPG sebagai cadangan bahan bakar untuk memasak sebab kompor dari gas rawa baru 1 tungku. 

Saat ini warga setempat sedang merancang sistem operasional jaringan gas rawa desa Krendowahono ini mulai dari jam operasional mesin, besaran iuran, dan biaya perawatan. 

COP27: Upaya Negara di Dunia Kejar Nir Emisi pada 2050

Mesir, 9 November 2022 – Komitmen yang ambisius negara di dunia untuk mencapai netral karbon pada pertengahan abad ini menjadi krusial, terutama saat ini suhu bumi telah meningkat menjadi 1,1 derajat Celcius setelah pra industri.  Mengukur kebijakan dan strategi negara di dunia untuk mencapai bebas emisi perlu dilakukan untuk mendorong mitigasi iklim yang sejalan dengan Persetujuan Paris.   

Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo dalam side event COP27 di Sharm El-Sheik, Mesir dengan tajuk Net-0 scenarios and How to Get Them Right” yang diselenggarakan oleh  International Network of Energy Transition Think Tanks (INETTT)  menjelaskan, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menyadari urgensi transisi energi. Hal ini bisa dilihat dari adanya strategi pembangunan rendah karbon dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menunjukkan manfaat yang besar jika Indonesia mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) bersyaratnya pada 2030, mulai dari pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, penciptaan lapangan kerja, dan membaiknya kualitas kesehatan. 

Namun, Indonesia masih memberikan subsidi energi fosil yang signifikan. Deon menegaskan, kebijakan subsidi energi fossil kontra produktif terhadap upaya melakukan transisi energi dan mencapai dekarbonisasi di pertengahan abad ini. 

“Subsidi energi telah membebani belanja negara, apalagi dengan kenaikan harga komoditas pada tahun 2022. Subsidi energi menjadi “hambatan” transformasi energi, reformulasi subsidi energi menjadi agenda prioritas pemerintah,” tegas Deon. 

Memperhatikan  kondisi tersebut, berdasarkan kajian IESR berjudul “Deep Decarbonization of Indonesia’s Energy System” Deon merekomendasikan, skenario kebijakan terbaik (Best Policy Scenario) untuk pengurangan emisi dalam sistem energi melalui tiga tahap yakni menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030, menghilangkan sebagian besar emisi melalui transformasi sistem energi pada tahun 2045 dan mencapai nir emisi melalui peningkatan produksi bahan bakar sintetis hijau dan dekarbonisasi di sektor industri pada tahun 2050.

“Dengan strategi tersebut, mencapai emisi nol pada tahun 2050 secara teknis dan ekonomis menjadi memungkinkan dan hal ini membuka peluang untuk meningkatkan kebijakan iklim. Tahun 2020-2030 menjadi periode kritis dalam upaya dekarbonisasi,” terang Deon. 

Nhien Ngo To, Vietnam Initiative for Energy Transition menuturkan, Vietnam telah menerapkan strategi mengurangi emisi menjadi net zero emissions pada tahun 2050. Strategi tersebut menetapkan tujuan keseluruhan untuk beradaptasi secara proaktif dan efektif. Kemudian, meminimalkan kerentanan dan kerusakan yang diakibatkan oleh perubahan iklim.

“Namun, terdapat beberapa tantangan yang masih dihadapi yakni penggunaan energi yang tidak efisien, intensitas energi yang tinggi, kurangnya pembiayaan,, kurangnya tenaga kerja terampil untuk transisi energi, dan kesenjangan dalam koordinasi pemangku kepentingan utama,” jelas Nhien Ngo To.

Dalam kesempatan yang sama, Manajer Program Pendanaan Iklim dan Energi Green Cape, Jack Radmore, menuturkan, Afrika Selatan mempunyai sektor kebijakan dan rencana yang cukup matang terkait ekonomi hijau dan dekarbonisasi. Hal ini bisa dilihat strategi respon perubahan iklim nasional sejak tahun 2004 yang telah ditingkatkan dan diadaptasi selama bertahun-tahun.

“Afrika Selatan telah membentuk komite percepatan transisi energi dan pemerintah juga telah mengadopsi target pengurangan emisi yang lebih ambisius. Mengingat 90 persen listrik di Afrika Selatan masih bergantung dari PLTU dengan lebih dari 600.000 orang bekerja di sektor pertambangan,” tegas Jack Radmore. 

Al Kumba, Direktur Transisi Energi, SHURA, menyatakan, Turki telah mengambil langkah signifikan dalam hal dekarbonisasi sektor listrik selama dekade terakhir. Saat ini 50 persen daya terpasang di Turki berasal dari energi terbarukan dan dalam hal pembangkit listrik sekitar 40 persen berasal dari energi terbarukan. Namun, bauran energi Turki masih bergantung pada bahan bakar fosil, hanya sekitar 16 persen yang disuplai energi terbarukan. 

“Dekarbonisasi menjadi hal penting bagi Turki. Beberapa langkah nyata mewujudkan dekarbonisasi yakni Turki telah meratifikasi Perjanjian Paris pada Oktober 2021 dan mengumumkan ambisinya untuk mencapai netral karbon pada 2053. Turki juga memiliki rencana aksi hijaunya yakni membuat pelabuhannya lebih ramah lingkungan dan memperluas hutan dan kawasan lindung, serta Turki menjadi salah satu negara yang memimpin dalam memerangi penggurunan dan erosi,” tegas Al Kumba.