Menakar Kesiapan Daerah Penghasil Batubara untuk Bertransisi

Jakarta, 1 September 2023 – Pada tahun 2022, Indonesia merupakan negara penghasil batubara terbesar ketiga di dunia. Hal ini membawa sejumlah dampak baik maupun buruk bagi Indonesia, khususnya daerah penghasil batubara, seperti Kabupaten Paser di Kalimantan Timur dan Kabupaten Muara Enim di Sumatera Selatan. Secara langsung sektor industri batubara berkontribusi pada Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). 

Kontribusi sektor batubara pada pendapatan daerah cukup besar. Di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur 70% PDRB-nya datang dari sektor batubara. Sektor batubara juga berkontribusi pada 20% APBD provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan di Kabupaten Muara Enim, industri batubara berkontribusi pada 50% PDRB, dan 20% APBD Provinsi Sumatera Selatan. 

Julius Christian, Manajer Riset Institute for Essential Services Reform (IESR), menjelaskan bahwa tren penurunan penggunaan dan permintaan batubara global akan semakin cepat seiring dengan naiknya komitmen iklim negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia seperti Tiongkok, India, dan Vietnam. 

“Jika negara-negara ini meningkatkan komitmen iklimnya menjadi kompatibel dengan target Persetujuan Paris, akan ada penurunan drastis dari batubara Indonesia. Hal ini tentu akan berdampak secara ekonomi dan sosial bagi daerah-daerah penghasil batubara Indonesia,” kata Julius.

Ketergantungan ekonomi pada satu sektor ini sudah menjadi perhatian pemerintah daerah. Hal ini dipaparkan dalam peluncuran Studi IESR berjudul “Transisi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara” (1/9) Disampaikan Analis Sosial dan Ekonomi IESR, Martha Jesica, pemerintah daerah penghasil batubara terkadang tidak memahami risiko dari transisi energi. Namun mereka memahami bahwa ketergantungan ekonomi pada satu sektor tidaklah baik.

“Sebagai salah satu upaya keluar dari ketergantungan ini pemerintah daerah ini mendukung inisiatif CSR perusahaan dan mulai mengidentifikasi peluang diversifikasi ekonomi,” jelas Martha.

Ditambahkan oleh Ilham Surya, Analis Kebijakan Lingkungan IESR, bahwa persiapan kapasitas sumber daya manusia menjadi satu poin penting dalam bertransisi secara berkeadilan ini. 

“Mengingat akan ada perubahan dari sektor ekonomi yang familiar dengan mereka seperti pertambangan, menuju energi bersih perlu ada peningkatan kapasitas yang mencakup pendidikan (meliputi-red) literasi keuangan dan kualitas kesehatan,” tambahnya.

Perbedaan tingkat pendidikan menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat lokal di daerah penghasil batubara hanya dapat mengakses pekerjaan di tingkat sub-kontraktor. 

Dalam sesi tanggapan, Dedi Rustandi, Perencana Ahli Madya, Koordinator Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian PPN/Bappenas, menyampaikan pentingnya untuk mempersiapkan masyarakat untuk bertransisi. 

“Transisi energi merupakan keniscayaan. Saat ini menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan awareness masyarakat pada isu transisi energi. Cadangan batubara kita sebenarnya tidak terlalu banyak lagi.”

Dalam kesempatan yang sama, Aris Munandar, Analis Kebijakan Ahli Muda Sub-Koordinator 1 Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri menambahkan bahwa transisi energi  di daerah penghasil batubara tidak hanya terkait dengan sektor ESDM saja.

“Dari kami akan mendukung melalui RPJMD. Visi daerah akan menjadi sangat penting untuk dimasukkan dalam dokumen-dokumen strategis ini sebab 2024 akan menjadi tahun politik. Kepala daerah harus jeli melihat hal-hal apa saja yang harus dimasukkan dalam RPJMD,” imbuhnya.

Verania Andria, selaku Senior Adviser for Renewable Energy Strategic Programme UNDP/Ketua Just Transition Working Group JETP Indonesia, berpendapat bahwa terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam proses transisi batubara, salah satunya diversifikasi ekonomi.

“Hal yang penting untuk diperhatikan dalam diversifikasi ekonomi ini terkait dengan sumber finansial yang harus terus dieksplor, tidak bisa hanya bergantung dari dana CSR perusahaan batubara (seperti yang menjadi temuan studi-red),” katanya.

Hal senada juga diungkapkan Uka Wikarya, Head of Regional and Energy Resources Policy Research Group, LPEM UI. 

“Kualitas SDM sangat perlu untuk terus ditingkatkan melalui pendidikan dan peningkatan kualitas kesehatan. Untuk sektor ekonomi perlu mencari kegiatan atau UMKM yang independen (tidak bergantung operasionalnya pada aktivitas industri batubara-red), supaya intervensi yang dilakukan dapat berkelanjutan,” terang Uka.

Dorong Upaya Bersama Capai Bali Net Zero Emission (NZE) 2045

Bali NZE

Bali, 30 Agustus 2023– Sebagai upaya menuju Bali Net Zero Emission (NZE) 2045, Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali berkolaborasi dengan Institute for Essential Services Reform (IESR), United States Agency for International Development (USAID) Indonesia, dan Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana mengadakan Lokakarya (Workshop) Bali Menuju NZE 2045 dan Bali Job Fair & Education Expo 2023, mulai 28 – 30 Agustus 2023.

Rangkaian  kegiatan Workshop dan Job Fair, diawali dengan Bali Electric Vehicle Fun Touring pada 27 Agustus. Kegiatan konvoi kendaraan bermotor berbahan bakar ramah lingkungan tersebut dimulai dari Gedung Disnaker ESDM Provinsi Bali dan berakhir di Bali Waduk Muara Pura Tanah Kilap, dengan jarak sekitar 10 kilometer. 

Pada Workshop Bali Menuju NZE 2045, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan mengatakan potensi pengembangan energi terbarukan di Bali harus terus dimaksimalkan. 

“Selaras dengan rencana aksi pembangunan energi terbarukan pada 2025. Selanjutnya, Bali akan memfasilitasi dan menyusun kebutuhan kelistrikan Bali dengan penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan di Bali,” ujar Ida Bagus Setiawan pada penyampaian materinya di Gedung Disnaker ESDM Provinsi Bali.

Manajer Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum mengatakan Bali saat ini telah memiliki rencana pembangunan rendah karbon berwawasan lingkungan dengan prinsip Nangun Sat Kerthi Loka Bali serta berbagai peraturan yang menyasar dekarbonisasi. 

“Dalam rencana pembangunan Bali rendah karbon, perlu adanya peta jalan dekarbonisasi sistem ketenagalistrikan di Bali. Sesuai dengan prinsip kehidupan di Bali Tri Hita Karana, yang mendukung kemajuan Bali rendah emisi. Untuk itu, IESR melakukan beberapa upaya strategi aktif, seperti identifikasi potensi PLTS di Bali, pemetaan dan analisis pola perilaku konsumsi listrik calon pengguna PLTS atap, serta melakukan analisis sistem kelistrikan pulau Nusa Penida berkolaborasi dengan tim CORE Udayana,” kata Citra.

IESR berkomitmen untuk mendorong tercapainya Bali NZE 2045 dengan melakukan penandatangan MoU Pengembangan Bali NZE 2045 bersama pemerintah Provinsi Bali pada 5 Agustus. Bahkan pada akhir rangkaian acara Workshop dan Bali Job Fair, IESR juga melakukan penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Peta Jalan Bali NZE 2045 dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali (Disnaker ESDM) pada 30 Agustus. 

Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, Ketua CORE Udayana mengatakan bahwa seluruh lapisan masyarakat secara bersama sama harus terus mendukung dan mengawal perkembangan Bali menuju emisi rendah karbon tahun 2045 sebagai bentuk tanggung jawab dan peran bersama.