Peluncuran Laporan Climate Transparency 2020 dan Diskusi Virtual

Pulihkan perekonomian bangsa pasca COVID19 dengan Program Pemulihan hijau serta tak abai Krisis Iklim, IESR Ingatkan kembali komitmen Indonesia dalam NDC Paris Agreement

 

  • Indonesia telah menyatakan tidak akan memperbaharui atau meningkatkan target ambisinya dikarenakan masih harus fokus terhadap penanganan Covid-19 dan penanganan dampak dari resesi ekonomi pada perekonomian Indonesia.
  • Indonesia juga masih memiliki tugas lain yang tertunda akibat pandemi Covid-19 yaitu mengatasi masalah perubahan iklim serta mencapai target iklim NDC
  • Program pemulihan hijau dapat mengembalikan pertumbuhan ekonomi dan mencegah pemanasan global

Jakarta, 3 Desember 2020 – Indonesia saat ini telah masuk ke dalam jurang resesi dimana pertumbuhan ekonomi telah dua kali berturut-turut negatif di kuartal II (- 5.32%) dan di kuartal III (- 3.49%).  Untuk mengatasi krisis ekonomi dikarenakan pandemi Covid-19, pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan konsumsi dan belanja negara, mendorong iklim investasi, serta memberikan stimulus kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) demi menggeliatkan aktivitas perekonomian Indonesia yang ditopang oleh industri kecil dan UMKM. 

Namun selain masalah kesehatan dan ekonomi yang harus segera diatasi, Indonesia juga masih memiliki tugas lain yang tertunda akibat pandemi Covid-19 yaitu mengatasi masalah perubahan iklim serta mencapai target iklim NDC (Nationally determined contributions) sebagai komitmen terhadap Perjanjian Paris. Di tahun 2020 ini semua negara yang ikut menandatangani Perjanjian Paris diminta untuk memperbaharui target NDC-nya. Indonesia telah menyatakan tidak akan memperbaharui atau meningkatkan target ambisinya dikarenakan masih harus fokus terhadap penanganan Covid-19 dan penanganan dampak dari resesi ekonomi pada perekonomian Indonesia. 

“Perubahan iklim akan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia jika kita tidak mulai mengambil tindakan nyata untuk melakukan pemulihan ekonomi hijau dari sekarang” Ucap Fabby dalam pidato pembukaannya.

Momen ini sejatinya merupakan saat yang sangat tepat untuk melaksanakan pemulihan ekonomi hijau untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi sekaligus mencegah kenaikan emisi gas rumah kaca untuk mengatasikrisis iklim.  Indonesia mempunyai banyak peluang untuk menjadikan pemulihan hijau sebagai pedoman kebijakan dan pelaksanaan program di masa setelah pandemi Covid-19. Stimulus untuk proyek ekonomi hijau mampu menciptakan banyak lapangan kerja baru terutama pekerjaan yang berbasis keberlanjutan (green jobs) serta mempercepat transisi energi Indonesia ke arah energi terbarukan yang rendah dan bahkan netral karbon (carbon neutral).  

Hal ini selaras dengan pesan utama yang tertera dalam Climate Transparency Report (Laporan Transparansi Iklim) 2020 yang memberikan proyeksi emisi dan data untuk tahun berjalan, analisis penanganan Covid-19, program stimulus, serta rekomendasi untuk pemulihan hijau di negara G20. Pada laporan ini, pemulihan hijau digalakkan sebagai upaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan penurunan emisi CO2 sehingga dapat membantu negara-negara G20 untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris. 

Pengurangan emisi CO2 global yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 telah terjadi dan pengurangan emisi ini telah mencapai puncaknya pada awal April, ketika turun ke level 17% lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Namun emisi CO2 harian di beberapa negara sudah kembali atau bahkan melebihi level 2019. 

Peluncuran Climate Transparency Report 2020 dan Profil Indonesia dilakukan secara virtual dengan pemaparan laporan profil Indonesia yang di sampaikan oleh Lisa Wijayani, Manajer Program untuk Ekonomi Hijau, IESR pada 3 Desember 2020 yang turut hadiri oleh Agustaviano Sofjan, Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Climate Transparency Report 2020 menekankan pentingnya upaya pemulihan ekonomi hijau di negara-negara G20, khususnya di Indonesia. terutama sektor transportasi melalui penggunaan kendaraan listrik dan bahan bakar nabati (biofuel), menerapkan pajak  karbon, serta menghentikan penggunaan batubara pada tahun 2037 agar sesuai dengan target 1,5 °C dan mampu menghasilkan lapangan kerja yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. 

Membahas upaya pemulihan hijau di Indonesia dan kaitannya terhadap upaya pemulihan ekonomi, pengurangan emisi karbon, mendukung transisi energi, serta pencapaian target NDC Indonesia. IESR turut menghadirkan Cristina Martinez (Spesialis Senior untuk Lingkungan dan Pekerjaan yang Layak); Dr. Noor Syaifudin (Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal); Lucia Karina (Direktur Public Affairs, Communications & Sustainability, Coca-Cola Amatil Indonesia); dan Kuki Soejachmoen (Pendiri Lembaga Penelitian Dekarbonisasi Indonesia). Dalam kesempatan ini, perwakilan Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Indonesia yang mendanai kegiatan ini akan memberikan kata penutup. 

Dilanjutkan pada sesi yang berbeda diskusi ini membahas peluang dalam menciptakan lapangan kerja dengan mendukung pemulihan hijau pada masa pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Melalui peluncuran laporan Climate Transparency, masyarakat dan pemerintah diharapkan dapat memahami konsep pemulihan hijau dengan baik serta menerapkannya dalam kebijakan, program, dan kegiatan sehari-hari. 

Turut berdialog dalam diskusi ini adalah Andhyta Firselly Utami (Ekonom Lingkungan dan Salah Satu Pendiri Think Policy Society); Gita Syahrani (Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari); dan Sean Nino L. (pendiri & CEO Eco-Mantra). 

IESR kembali menekankan usaha Pemerintah Indonesia untuk dapat memanfaatkan momentum ini lebih bijak dengan mengadopsi program pemulihan ekonomi dengan tidak abai akan komitmennya dalam pencapaian target NDC yang masih jauh dari realisasi.

Share on :

Leave a comment