Pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berhasil menerangi 73.139 desa terpencil yang belum terlistriki hingga Agustus 2017. Jumlah ini meningkat dari capaian dua tahun lalu yang hanya 70.391 desa.
“Program desa berlistrik tahun 2017 kemajuannya cukup pesat jika dibandingkan dengan tahun 2015. Jika lihat secara total, tahun 2015 desa berlistrik sebanyak 70.391 desa dan pada tahun 2017 ini mencapai 73.149 desa,” ujar Direktur PLN Ahmad Rofik kepada wartawan, Rabu (20/9).
Dari data PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang terbagi dari tujuh wilayah, perusahaan plat merah itu berhasil melistriki wilayah Sumatra dengan 27.814 desa, Jawa – Bali sebanyak 27.012 desa, Kalimantan 6047 desa, Sulawesi 5.982 desa, Nusa Tenggara sebanyak 3.189 desa, Maluku 1.715 desa dan Papua 1.390 desa.
Dalam melaksanakan pembangunan desa berlistrik, Pemerintah dan PLN membagi menjadi dua kategori, yakni perluasan dan baru. Perluasan adalah dimana PLN memberikan akses listrik lebih luas dari yang telah ada kepada masyarakat desa. Sedangkan untuk kategori baru, PLN memberikan akses listrik kepada desa-desa yang belum mempunyai akses listrik sama sekali.
Pemerintah menargetkan pada tahun 2018 mendatang akan menerangi 1.530 desa untuk yang perluasan dan 3.523 desa baru. Sedangkan untuk tahun 2019, di semua region, tambahan sebanyak 1.370 desa untuk perluasan dan untuk kategori baru sebanyak 1.605 desa.
Rofik menjelaskan, untuk mempercepat peningkatan desa berlistrik, pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain dengan berkoordinasi lebih intens dengan pemerintah-pemerintah daerah.
“Jadi ada beberapa lokasi-lokasi yang kita bangun bersama-sama dengan menggerakkan pola Kerja Sama Operasi (KSO) sehingga program percepatan untuk pembangunan desa berlistrik bisa semakin cepat lagi,” pungkas Ahmad.
Namun, pemerintah masih perlu mengoptimalkan program listrik pedesaan dengan meningkatkan kualitas sumber energi listrik agar manfaatnya bisa dirasakan oleh warga desa.
Direktur Eksekutif Institute Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, sejauh ini, pemerintah hanya fokus pada akses atau bagaimana listrik tersebut bisa sampai ke rumah warga. Namun, pemerintah perlu fokus untuk meningkatkan kualitas pasokan listrik.
“Pemerintah sudah berupaya memasukkan listrik ke daerah yang susah di jangkau. Tapi, jam listrik menyela hanya sebentar, masih lebih lama jam padamnya. Inilahn contoh kualitasnya yang belum sesuai kebutuhan,” katanya kepada bisnis.
Menurutnya, untuk apa pemerintah meningkatkan rasio elektrifikasi jika masyarakat tidak merasakan manfaat listrik selama 24 jam. Jika kualitas ditingkatkan, listrik di pedesaan bisa menjadi motor penggerak perekonomian daerah tersebut.
Selain itu, antar stakeholder juga perlu meningkatkan koordinasi agar listrik program ini berjalan dengan baik. Menurutnya, sejauh ini, ada upaya pemerintah untuk mengakselerasikan atau mempercepat program ini.
Sumber: bisnis.com.