Tanya Jawab Seputar Konferensi PBB Mengenai Perubahan Iklim di Durban

Selama dua minggu, dimulai dari 28 November 2011, para delegasi dari 190 negara berkumpul di Durban, Afrika Selatan. Mereka berkumpul dengan harapan akan bisa mengatasi kebuntuan pengurangan emisi karbondioksida dan polutan lainnya.

Harapan mengenai perjanjian yang mengatur emisi karbon secara global hampir pupus, saat pembicaraan pada KTT Iklim di Kopenhagen dua tahun lalu mengalami kegagalan. Pendekatan “Big Bang” telah digantikan dengan beberapa cara tambahan guna membangun lembaga baru yang mengubah ekonomi dunia dari generasi teknologi energi dan tranportasi yang berbasis karbon menjadi teknologi yang ramah terhadap iklim.

Namun jurang perbedaan antara kelompok negara-negara kaya dan negara-negara miskin telah menjadi penghalang besar bagi mulusnya proses negosiasi dan masa depan Protokol Kyoto yang disepakati pada 1997. PBB berharap di Durban akan ada komitmen yang lebih berarti untuk melakukan pengurangan emisi berdasarkan Protokol Kyoto yang telah tertunda selama dua tahun. Periode Komitmen Pertama Protokol Kyoto akan berakhir pada 2012.

Berikut ini adalah sejumlah isu yang hangat diperbincangkan pada meja perundingan di Durban dan hal-hal apa saja yang dipertaruhkan.

Apa yang dimaksud dengan konferensi perubahan iklim di Durban, Afrika Selatan?

Konferensi di Durban sering disebutkan berbeda-beda oleh berbagai kelompok.  Ada yang menyebutnya sebagai Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim, Pertemuan Sesi ke 17 Para Pihak untuk Konvensi Kerangka kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), COP 17 dan/atau Sesi ke tujuh Konferensi Persiapan Pertemuan Kelompok Protokol Kyoto (CMP 7).

Apapun sebutannya, tujuan utama konferensi ini adalah untuk mencapai kesepakatan baru untuk pengurangan emisi gas rumah kaca. Konferensi ini berlangsung pada tanggal 28 November-9 Desember 2011.

copp2

Siapa yang menghadiri konferensi tersebut?

Mereka yang hadir dalam konferensi adalah perwakilan pemerintah dari 190 negara, organisasi internasional, akademisi, bisnis serta organisasi non-pemerintah. Dalam Konferensi hanya wakil-wakil pemerintah yang akan berunding.

Apa itu UNFCCC?

UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) atau Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim adalah kesepakatan perubahan iklim yang dicapai pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992 dan telah ditandatangani oleh 154 negara. UNFCCC berkekuatan hukum pada tahun 1994. Conference of Party (COP) UNFCCC pertama kali dilangsungkan pada tahun 1995.

UNFCCC merupakan perjanjian internasional yang tidak mengikat ini bertujuan untuk mengurangi gas rumah kaca di atmosfir, dimana negara-negara maju memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk mencapai tujuan tersebut.

Setiap tahun anggota UNFCCC bertemu untuk membahas implementasi kesepakatan-kesepakatan yang dibuat dan mengesahkan kesepakatan-kesepakatan baru yang telah disepakati dalam perundingan. Durban sebagai  Konferensi Para Pihak ke-17, atau COP17.

Apakah  Protokol  Kyoto?

Protokol Kyoto adalah kesepakatan internasional yang ditandatangani pada konferensi COP ke-3 di Kyoto, Jepang tahun 1997.  Protokol ini menetapkan sejumlah target bagi negara-negara industri maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sebanyak 37 negara memberikan komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 5,2 persen pada tingkat emisi tahun 1990.

Pada saat berlaku di tahun 2005, sebanyak 141 negara telah meratifikasi Protokol Kyoto. Namun Amerika Serikat menolak meratifikasi kesepakatan ini. Berdasarkan kesepakatan ini setiap negara maju yang masuk dalam daftar negara yang tercantum di Annex-1 naskah UNFCCC harus bertanggung jawab mengurangi emisi sesuai dengan target Protokol Kyoto.

Ketika Kyoto menerapkan agenda untuk pengurangan emisi gas rumah kaca, negara-negara yang mengalami transisi ekonomi, seperti Rusia memilih dasar tahun yang berbeda. Ada berbagai target pengurangan dan beberapa negara diijinkan untuk mengeluarkan emisi gas rumah kaca yang lebih dari yang mereka lakukan pada tahun 1990. Adapun negara-negara berkembang tidak memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca, tetapi dapat ikut serta dalam mengimplementasikan salah satu mekanisme Kyoto, yaitu Mekanisme Pembangunan Bersih.

Protokol Kyoto dianggap sebagai langkah awal untuk mengatasi pemanasan global, yang pada mulanya tidak dimaksudkan untuk memecahkan persoalan dunia mengenai perubahan iklim pada komitmen pertama yang berakhir pada tahun 2012.

Apa yang  dimaksud dengan Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim?

Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (The Intergovernmental Panel on Climate Change atau IPCC) adalah badan ilmiah yang didirikan pada tahun 1988 oleh World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Program (UNEP). Melalui panel ini, PBB berupaya untuk memberikan analisa dan rekomendasi berdasarkan kajian ilmiah kepada pemerintah di seluruh negara mengenai perubahan iklim yang terjadi di dunia. Panel yang terdiri dari para ilmuwan terkemuka ini tidak melalukan riset, tapi mereka mengkaji data ilmiah dan teknis dari berbagai sumber publikasi ilmiah internasional. Sejak 1989, sebanyak empat laporan kajian telah dipublikasikan, dan laporan kelima rencananya akan dikeluarkan pada tahun 2013-2014.

Apa dana Iklim Hijau ?

Negara-negara berkembang yang menghasilkan sedikit karbondioksida per kapita sedang berhadapan dengan dampak akibat pemanasan global.  Salah satu prioritas utama dalam agenda konferensi di Durban adalah pengelolaan dan peningkatan jumlah dana untuk perubahan iklim. Sesuai dengan Kesepakatan di COP-15 di Kopenhagen, dan kembali disampaikan di COP-16 Cancun, Mexico, negara-negara industri berjanji untuk memberikan pendanaan sebesar $30 juta pada kurun waktu 2010-2012, dan secara bertahap meningkat hingga mencapai $ 100 miliar dollar AS yang dikeluarkan setiap tahun pada 2020. Dana ini disebut sebagai Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund). Dana ini ditujukan untuk membantu negara miskin menanggulangi dampak akibat perubahan iklim.

Di Durban, topik utama yang akan dibahas adalah apa perkembangan yang bisa dicapai dari proses pembentukan dan operasionalisasi dana tersebut. Sebuah komite transisi dari 40 negara telah bekerja untuk merancang rencana pengelolaan dana tersebut, namun kesepakatan draft terakhir komite transisi tidak mendapatkan persetujuan oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi.

Persoalaan lainnya adalah bagaimana dana tersebut bisa dikumpulkan dari sumber-sumber baru diluar saluran dana untuk pembangunan yang disediakan oleh negara-negara maju. Gagasan lainnya sebagai sumber dana misalnya memasukan biaya pungutan untuk karbondioksida pada pelayaran internasional dan tiket pesawat terbang (pajak karbon), serta retribusi atas transaksi keuangan internasional, yang dikenal sebagai pajak Robin Hood.

Apa saja isu yang menjadi perdebatan pada perubahan iklim?

Perbedaan posisi anatara negara kaya dan miskin mengenai masa depan Protokol Kyoto telah menghalangi proses negosisasi.

Negara-negara berkembang menuntut negara- negara industri maju untuk bertanggung jawab atas perubahan iklim dan berkomitmen mengurangi emisi pada periode komitmen kedua Protokol Kyoto. Mereka mengatakan, protokol ini merupakan satu-satunya instrumen hukum internasional yang diadopsi untuk mengendalikan peningkatan karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya yang menimbulkam efek pemanasan global dan perubahan iklim.

Namun negara-negara industri maju berdalih, mereka tidak bisa menanggung beban ini sendirian, dan menginginkan agar negara-negara berkembang seperti China, India, Brasil dan Afrika Selatan, yang memiliki tingkat emisi rumah kaca yang semakin tinggi untuk segara bergabung dengan mereka dalam Protokol Kyoto dan terikat hukum untuk mengurangi emisi, atau setidaknya memperlambat emisi mereka

Apakah negara di dunia mengurangi emisi gas rumah kaca mereka?

Sebetulnya ada beberapa berita baik disini. Negara-negara yang menjadi menjadi bagian dari Protokol Kyoto, di tahun 2009 memiliki emisi karbondioksida (CO2) sebesar 14,7 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990.

Secara bersama-sama tahun 2009 negara-negara maju berada di 6,4 persen di bawah tingkat 1990, atau mengelami penurunan sebesar 6,5 persen antara 2008 dan 2009, akibat terjadinya resesi ekonomi.  Informasi ini diperoleh dari sebuah laporan yang dipersiapkaan oleh Badan Energi Internasional untuk konferensi Durban.

Emisi CO2 di seluruh dunia menurun 1,5 persen dari 2008 hingga 2009. Namun, IEA memperkirakan bahwa tingkat emisi akan meningkat pada tahun 2010 dan terus meningkat, demikian pula dengan konsumsi bahan bakar fossil. IEA memperkirakan peningkatan tersebut akan sesuai dengan skenario terburuk yang dibuat oleh Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) dalam Laporan Kajian Keempat (2007), yang memproyeksikan kenaikan suhu rata-rata dunia antara 2,4 ° C dan 6,4 ° C pada tahun 2100.(Gambar dari Jakarta Globe, 30/11/2011)

Tingkat emisi CO2 tahun 1990-2009

Berikut adalah perubahan tingkat emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fossil, antara tahun 1990 dan 2009 untuk sejumlah negara dan kawasan:

Perubahan Secara Global + 38%
China + 206%
Timur Tengah + 171%
Amerika Latin + 63%
Spanyol + 38%
Canada + 20%
Amerika Serikat + 67%
German – 21%
Latvia – 64%
Negara-Negara Eropa Timur yang  ikut serta dalam Protokol Kyoto – 36%

(Sumber: Badan Energi Internasional, Emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fossil, 2011)

Negara mana yang merupakan penghasil emisi CO2 terbesar?

Sejak 2008, sebagian besar emisi CO2 dunia disumbangkan oleh negara, negara maju. Pada 2009, negara-negara maju bertanggung jawab atas 54% emisi. Dengan melihat lebih rinci, sesungguhnya hanya 10 negara yang bertanggung jawab memproduksi dua-pertiga emisi CO2 global. Dua diantaranya, Cina dan AS  keduanya menyumbang  hingga 41 persen dari emisi global.

Yang berbeda, berdasarkan basis per kapita, posisi emisi per kapita Cina hanya sepertiga emisi per kapita AS. Namun, tingkat emisi per kapita Cina meningkat 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan pada tahun 1990, sedangkan tingkat per kapita AS menurun sebesar 13 persen.

Bagaimana kemungkinan keberhasilan di Durban?

Banya kalangan pesimis bahwa Durban akan menghasilkan sebuah kesepakatan yang ambisius dan mengikat.

Harapan untuk dihasilkan perjanjian yang menyeluruh mengenai emisi karbon global sangat rendah sejak kegagalan KTT Kopenhagen tahun 2009. Bahkan lebih rendah lagi seiring dengan krisis ekonomi sejak 2008 lalu. Krisis ekonomi di AS dan Eropa  yang kian  memburuk menyebabkan perubahan iklim tidak mendapat prioritas politik di negara-negara tersebut, akibatnya komitmen negara industri maju atas pendanaan dan alih teknologi yang merupakan bagaian paket kesepakatan perundingan perubahan iklim, sebagaimana dihasilkan oleh Rencana Aksi Bali di COP-13 juga sangat rendah.

Disadur dan diadaptasi dari FAQ: Climate Change Conference in Durban dari CBC News

Share on :

Leave a comment