Menunggu Hasil Belajar Arcandra Tahar

Ditunjuk sebagai menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan Arcandra Tahar. Malang melintang di sektor minyak dan gas (migas) selama puluhan tahun tidak serta-merta membuat Candra jemawa. Sebuah sikap yang patut dicontoh para pejabat manapun. “Oil and gassangat luas sekali,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/7).

Menurut Candra, selepas dilantik sebagai menteri ESDM menggantikan Sudirman Said, pada Rabu (27/7), mempelajari semua isu strategis sektor ESDM semisal migas, mineral, dan batu bara (minerba), ketenagalistrikan serta energi baru dan terbarukan, adalah keniscayaan.

Pun kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dibuat.

“Rangeilmu itu satu sampai sepuluh. Setengah saja mungkin enggak. Minerba juga sama. Belum lagi masalah teknis. Saya lebih banyak enggakpunya ilmu lagi. Insya Allah saya akan belajar sekuat tenaga,”

katanya. Pria asal Padang, Sumatra Barat, ini bahkan menyebut tidak ada manusia seperti Superman yang bisa menguasai beragam kompetensi dalam waktu singkat. Meski begitu, Candra akan berusaha keras agar dalam tempo cepat memahami isu dan kebijakan.

“Tim dan saya sudah identifikasi permasalahan yang ada. Untuk kelistrikan misalnya ini program presiden. Saya sebagai pembantu presiden akan mengamankan program 35 ribu Megawatt. Kendala yang muncul dengan kementerian lain akan kita cari solusi dalam waktu singkat,” ujarnya. Candra juga merencanakan untuk mengumpulkan seluruh stake holdersektor energi, termasuk para kontraktor, operator, dan investor pada pekan depan.

Tujuannya antara lain untuk menghimpun aspirasi serta keluhan yang ada di lapangan terkait hambatan-hambatan investasi.

Meski masih dalam tahap belajar, Arcandra diminta tidak kehilangan momentum dalam melanjutkan reformasi tata kelola sektor energi dan akselerasi pembangunan infrastruktur energi.

Pengamat energi, Fabby Tumiwa, menyebutkan, terdapat tiga aspek yang perlu mendapatkan perhatian menteri ESDM, yakni reformasi institusi dan kelembagaan sektor migas dan minerba, percepatan penyediaan akses energi, dan inovasi kebijakan dan teknologi.

Reformasi sektor migas dan minerba, lanjut Fabby, meliputi penyusunan RUU Migas untuk menggantikan UU Nomor 22/2001 yang dibatalkan tiga kali oleh Mahkamah Konstitusi (MK). UU Migas yang saat ini masih berlaku dipandang tidak lagi efektif sebagai payung hukum regulasi sektor migas yang semakin kompleks dan berisiko.

“Ketiadaan perangkat hukum dan peraturan yang pasti telah terbukti menyurutkan minat investasi di sektor hulu migas yang semakin turun dalam sepuluh tahun terakhir ini,” kata Fabby.

Kepala Kajian Kebijakan dan Keuangan Publik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Khoirunurrofik optimis Arcandra mampu membenahi sektor energi.

Rofik, sapaan akrabnya, menjelaskan, langkah pertama yang krusial adalah produksi migas yang sudah diamanatkan dalam APBNP 2016. Kemudian membenahi dan melakukan penataan di industri pertambangan umum terutama masalah perizinan dan divestasi.

“Dan terakhir masalah kelistrikan dalam upaya meningkatkan elektrifikasi dan akses bagi masyarakat luas, menyiapkan kebutuhan energi listrik bagi industri terutama di kawasan-kawasan industri dan mendukung kebijakan pembangunan smelter yang merupakan industri lahap energi,” kata Rofik. Oleh Sapto Andika Candra, ed: Muhammad Iqbal

Sumber: republika.co.id.

Share on :