Metrotvnews.com, Jakarta: PT PLN (Persero) berencana mengakuisisi anak usaha PT Pertamina (Persero) yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Langkah tersebut dinilai bakal menjegal target pengembangan ketenagalistrikan berbasis panas bumi (geotermal) sebesar 7.000 megawatt (mw) pada 2025.
Pengamat energi Fabby Tumiwa menjelaskan, rencana akuisisi yang dicetuskan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno itu tidak didasarkan pada kajian strategis. Menurutnya akuisisi itu tidak memberikan nilai tambah kepada PGE sehingga berpotensi membuat panas bumi tidak berkembang.
“Jika kepentingan nasionalnya adalah pengembangan panas bumi di Indonesia yang direncanakan mencapai 7.000 MW pada 2025, maka akusisi PLN atas PGE bukan aksi korporat yang tepat,” ujar Fabby dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Seharusnya, menurut dia, pengembangan panas bumi bisa dilakukan oleh PLN dengan berkonsentrasi pada pengembangan PLN Geothermal. Jika bersedia, saham PLN Geothermal diakuisisi oleh Pertamina sehingga Pertamina bisa mengembangkan potensi panas bumi Indonesia yang mencapai 29 gigawatt (GW).
“Karena risiko terbesar panas bumi adalah pada tahap eksplorasi dan pengelolaan reservoir, yang kompetensinya itu tidak dimiliki oleh PLN,” papar dia.
Akuisisi ini hanya menguntungkan PLN. Sebab dengan akuisisi ini PLN dapat menekan harga beli uap atau listrik dari PGE sehingga bisa menjadi price setter untuk harga listri Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Menyorot soal kinerja, saat ini PLN tengah fokus menggarap proyek mega kelistrikan 35 ribu MW, terlebih kondisi keuangannya terbatas. Jika PLN ingin juga fokus untuk mengembangkan panas bumi, maka Fabby menilai akan ada salah satu dari keduanya atau bahkan keduanya terbengkalai.
“Tentunya kondisi seperti ini tidak diinginkan oleh pengusaha panas bumi. Menteri BUMN perlu menjelaskan apa alasan memerintahkan PLN akusisi PGE karena saat ini fokus tugas PLN membangun 35 ribu MW,” tutup Fabby.(AHL)
Sumber: metrotvnews.com.