Selain daripada pertemuan yang akan dilakukan pada hari ini, Senin 25 Maret 2013, mekanisme lain juga digunakan oleh beberapa pihak untuk menggalang input untuk membentuk kerangka pembangunan pasca 2015. Salah satu side event yang dilakukan adalah mengenai strategi pembangunan rendah karbon. Side event yang dilaksanakan secara tertutup dan hanya dapat diakses bagi para undangan, memberikan usulan mengenai kerangka pembangunan paska 2015.
Salah satu proposal yang diajukan adalah dalam upaya mengentaskan kemiskinan, bukan hanya GDP secara nasional dari sebuah negara yang harus ditingkatkan, namun GDP dari masyarakat miskin. Itu sebabnya, beberapa hal harus dilakukan di tataran grassroot. Contoh yang dipaparkan adalah untuk mengentaskan masalah kemiskinan dan kelaparan, melalui perbaikan pertanian.
Namun, hal yang perlu juga dipikirkan adalah akses pada energi yang harus tersedia untuk mengolah seluruh hasil pertanian tersebut menjadi makanan yang layak untuk dimakan dan bergizi tinggi. Hal yang sama berlaku untuk akses pada pendidikan yang layak. Tanpa adanya akses pada energi yang aman, layak, dan terjangkau, akses pada informasi melalui internet tidak akan berjalan. Transfer pada teknologi maju juga tidak akan berfungsi secara efisien karena ketiadaan sarana energi yang menunjang.
Akses pada energi juga termasuk dalam agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disebut sebagai Sustainable Energy for All. Namun, Olav Kjorven dari UNDP menyatakan, bahwa apabila tidak ada kesepakatan di tingkat HLPEP terutama dalam global partnership and means of implementations di Bali, maka kesepakatan tersebut hanya akan berupa target, tanpa ada tindakan-tindakan implementasi yang jelas.
Sedangkan Bapak Kuntoro Mangkusubroto dari Indonesia menyatakan, akses pada energi juga penting bagi masyarakat miskin yang berada di perkotaan. Bagaimana agenda kerangka pembangunan pasca 2015 harus juga mengakomodir masyarakat yang berada dalam kategori ekonomi tersebut.