Pemerintah Punya Andil dalam Perusakan Hutan

JAKARTA. Pemerintah memiliki andil dalam pengrusakan lahan oleh perusahaan asing. Sebab, pemerintah menerbitkan izin pakai lahan hutan bagi perusahaan tersebut.

“Dalam hal ini, pemerintah punya peran besar dalam melegalkan pengrusakan lahan hutan,” ungkap Man Vuthy dari Cambodia Community Legal Education Center, pada Public Hearing on Corporate Social Responsibility & Human Rights in ASEAN, Senin (2/5).

Seperti diketahui, mayoritas pengambilalihan lahan secara paksa sering dilakukan oleh perusahaan ekstraktif (penghasil bahan baku), perusahaan perkebunan, perusahaan penghasil tenaga hidro, dan perusahaan industri lintas perbatasan.

Perusahaan nasional dan multinasional itu mengambil alih lahan produktif dan merusaknya untuk aktivitas industri seperti perkebunan, tenaga hidro, pertambangan, atau eksplorasi sumber daya alam.

Man Vuthy mencontohkan kasus perkebunan gula dan pabrik gula Koh Kong yang juga dimiliki oleh Ouknha Ly Yong Phat yang menjabat sebagai Senator dari Partai Rakyat Kamboja. Perusahaan yang merusak lahan hutan yang dihuni masyarakat asli Kamboja itu mendapat konsesi selama 90 tahun sejak 2006 atas kesepakatan pemerintah dengan perusahaan.

Koh Kong memiliki porsi kepemilikan 50% saham Khon Kaen Sugar Industry of Thailand, 30% saham Ve Wong Corporation of Taiwan, dan 20% saham Senator Ly Yong Phat.

Akibat adanya campur tangan pemerintah pada beroperasinya perusahaan yang berdiri di atas 5000 hektar itu telah mencatatkan pelanggaran hak asasi dan pengambilalihan lahan. Bahkan, NGO dan Human Right Monitor gagal menginvestigasi kasus itu.

Padahal, pemerintah memiliki payung hukum tentang hukum tanah Kamboja yang sebenarnya memuat prosedur pemberian izin konsesi lahan bagi perusahaan asing. Undang-undang itu hanya mengizinkan pemberian konsesi lahan yang dimiliki oleh swasta nasional.

“Undang-undang ini tidak dapat diberlakukan pada lahan yang secara khusus dimiliki oleh warganegara. Mereka yang memiliki lahan itupun mengaku secara legal mengantongi surat kepemilikan lahan,” tutur dia.

Salah satu pemilik lahan di Botom Sakor dan Srei Ambel District Provinsi Koh Kong, sekitar 200 km dari Phnom Penh, Kong Song mengaku, telah diusir dari lahan miliknya. Padahal dia dan keluarganya menggantungkan kehidupan pertanian dan produk hutan dari kawasan yang diambil perkebunan gula itu.

Fabby Tumiwa dari Insitute for Essensial Service Reform juga mengatakan, pengrusakan hutan dan pengambilalihan lahan masyarakat secara paksa merupakan isu nyata yang dilakukan oleh banyak perusahaan nasional dan multinasional yang menginvestasikan modal besarnya di negara ASEAN. “Hampir semua kasus di wilayah ASEAN terfokus pada masalah pengambilalihan lahan secara paksa,” ujarnya.

sumber: kontan.co.id.

Share on :