Hitunglah Emisi Karbonmu

TEMPO Interaktif, Fabby Tumiwa menantang dua orang paruh baya dan seorang anak muda untuk menyebutkan aktivitas sehari-harinya. Peserta talkshow The Body Shop Green Lifestyle and Carbon Calculator di Jakarta itu pun menyebutkan satu per satu kegiatannya, mulai bangun tidur hingga istirahat pada malam hari. Hitung punya hitung, kegiatan mereka itu menghasilkan emisi karbon, dari 900 hingga 3.000 gram karbon dioksida.

Padahal, ketiga orang itu hanya menyebutkan kegiatan sehari-hari, dari mengendarai mobil sendiri ke kantor, menyetel televisi, mendengarkan radio, menggunakan setrika, sampai menyalakan lampu. Lalu, Fabby mengajak ketiga orang itu untuk memilih kegiatan yang lebih hemat pengeluaran karbon. Mulai jalan kaki, naik sepeda atau kendaraan umum, sampai jangan lupa mematikan lampu jika tak digunakan.

“Masyarakat harus didorong bisa mendapat informasi tentang hidup ramah lingkungan sehingga mereka lebih peka dan sadar akan aktivitasnya yang berdampak pada emisi,” kata Direktur Institute for Essential Services Reform, sebuah lembaga advokasi lingkungan tersebut.

Lembaga itu meriset 1.500 responden dari 10-15 kota sejak April hingga Desember tahun lalu. Dari riset berdasar kalkulator emisi karbon ini pun diketahui masyarakat Indonesia masih meninggalkan jejak karbon yang masih tinggi. Pada masyarakat urban diketahui jejak karbon mencapai tiga-empat ton per tahun.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah penggunaan peralatan elektronik yang merupakan penghasil karbon cukup besar. “Misalnya, pemakaian peralatan elektronik rumah tangga. Nah, gadget game yang banyak disukai kaum pria juga menghasilkan karbon besar,” ujar Fabby.

Fabby juga menyebut keteledoran kecil di rumah tangga berperan menambah beban terhadap lingkungan hidup, terutama karbon. Misalnya, mematikan lampu, membiarkan televisi hidup tanpa ditonton, menyetrika pada malam hari, atau membiarkan air ledeng mengalir saat bak mandi atau ember sudah penuh.

Hidup prolingkungan hidup bukan barang baru bagi Bibong Widiarti, 48 tahun. Ibu dua anak ini sudah 15 tahun menerapkan tiga R (recycle, reuse, reduce) dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dia sudah membiasakan anaknya untuk memisahkan sampah dan membuat kompos cair, menggunakan kertas bolak balik, membawa tas sendiri, atau menggunakan bekas air cucian untuk membersihkan halaman atau menyiramkan ke tanaman di rumah.

Bibong juga akan menghindari membeli barang yang dibungkus styrofoam. “Kami pilih tidak jadi beli atau minta diganti dengan piring beling jika ada,” ujar aktivis Aliansi Organik Indonesia itu. Bahkan, kini ia sedang mengkampanyekan untuk memakai produk lokal dan buah lokal untuk mengurangi jejak karbon. “Selain itu, untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sendiri,” katanya.

Ismail Agung, pemilik blog Ung’s, punya cara sendiri untuk menyelamatkan bumi, misalnya menebeng kendaraan orang lain saat ke kantor atau naik kendaraan publik. Untuk jarak dekat, ia cukup jalan kaki atau naik sepeda. Bahkan selama bulan Ramadan sampai hari raya Idul Fitri, dia puasa karbon. “Mending ngabuburit di masjid dibanding ke mal atau mengurangi belanja baru pada hari raya,” tulisnya.

Karena, bagi dia, baju baru dan sejenisnya saat proses pembuatannya ada karbon yang dihasilkan. “Selama baju lama kita masih layak pakai, kenapa juga harus mewah-mewahan.”

Direktur The Body Shop, Suzy Hutomo, juga menerapkan gaya hidup hijau di kantornya. Hasilnya, kantor pusat kosmetik yang tidak memakai hewan percobaan ini menjadi juara pertama Green Office 2009.

Suzy menerapkan kebijakan agar para karyawannya lebih menghargai alam. Dia memotivasi karyawannya agar hemat air, kertas, dan tinta printer. Bahkan, ada sukarelawan yang memantau air ledeng dan mencetak pada kertas bolak-balik. Para karyawan juga diminta memisahkan sampah di lingkungan kantor. Sampah basah dijadikan kompos dan sampah kering pun mudah diangkut oleh petugas kebersihan.

Oleh karena itu, jika berkunjung ke kantor Suzy, jangan membawa benda dari bahan dasar styrofoam. Lebih baik membawa kotak makan atau minum sendiri dari rumah seperti para karyawan di Gedung Santosa, kantor Suzy. Hebatnya lagi, kantor ini juga meminjamkan alat pembuat biopori kepada karyawan yang ingin membuat lubang biopori di rumahnya.

Suzy pun tak keberatan berbagi pengetahuan dan tip hidup lebih hijau ini kepada kantor lain. Menurut dia, peran manajemen sangat penting untuk membuat kebijakan kantor lebih ramah lingkungan. “Dengan senang hati saya akan datang ke kantor yang ingin lebih hijau,” katanya. Anda siap hidup ramah lingkungan? Mulailah dari diri sendiri, rumah, lingkungan, dan tempat kerja Anda, bukan hanya lip service.

AT | DIAN YULIASTUTI

sumber: tempointeraktif.com.

Share on :