Pemerintah mengaku kesulitan menyediakan konverter kit untuk transportasi, dalam program pengalihan penggunaan Bahan Bakar Minyak BBM ke Bahan Bakar Gas BBG.
Dalam rapat dengan DPR Senin (30/1), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM, Jero Wacik mengatakan penyediaan konverter kitdapat dilakukan sebanyak 250.000 sampai tahun 2014, dan tiap bulannya Kementrian Perindustrian hanya mampu menyediakan 2.500 buah konverter kit yang berasal dari produksi dalam negeri dan impor. Menteri ESDM juga menyebutkan bengkel untuk memasang dan merawat alat konversi BBG itu masih terbatas.
Bus Transjakarta merupakan salah satu transportasi umum yang menggunakan BBG.
Padahal sebelumnya, pemerintah berencana untuk melakukan konversi BBM ke BBG bersamaan dengan pembatasan BBM bersubsidi pada 1 April mendatang. Konversi ke BBG muncul ketika awal Januari 2012, dalam sidang kabinet, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan akan menjalankan kebijakan mix-energy yang menggabungkan pemenuhan kebutuhan energi dengan kelestarian lingkungan.
Bahan Bakar Gas disebutkan merupakan alternatif yang dipilih karena ramah lingkungan dan tersedia di dalam negeri. Pemerintah juga berencana akan membagikan 250.000 konverter kituntuk transportasi, dan menyarankan pemilik kendaraan untuk mengalihkan konsumsi BBM ke gas alam jenis Compressed Natural Gas/CNG) dan Vi-Gas (Liquified Gas Vehicle).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform(IESR), Fabby Tumiwa menyebutkan hambatan utama pelaksanaan konversi BBG aadalah masalah prasarana yang belum siap.
“Jika ingin diimplementasikan pada 1 April itu harus ada keterangan rinci berapa banyak SPBG yang siap, pasokan gasnya bagaimana, dan bagaimana antisipasi antrian pengisian BBG yang memakan waktu sekitar 20 menit,” kata Fabby kepada BBC Indonesia.
Menurut Fabby, pemerintah semestinya menghitung dan mengkaji masalah infrastruktur dan pasokan gas terlebih dulu sebelum melaksanakan kebijakan ini. Selain itu, evaluasi terhadap kebijakan pengunaan BBG sebelumnya belum pernah dievaluasi.
BBG dari masa ke masa
Penggunaan BBG untuk transportasi umum sebenarnya telah diperkenalkan sejak tahun 1986, ketika itu ribuan armada taksi di Jakarta menggunakan CNG.
Menurut Ahmad Syafrudin dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbal KPBB, kebijakan konversi BBM ke BBG tidak berjalan karena pemerintah tidak melibatkan pihak yang berkepentingan, seperti Pertamina dan Perusahaan Gas Negara, PGN yang menyediakan pasokan gas, dan operator angkutan umum.
“Kebijakan ini bersifat dari atas top down, regulasi yang ditetapkan cenderung oleh pemerintah dan dipaksakan kepada Pertamina, PGN, Operator angkutan umum dan pihak lain yang seharusnya dilibatkan,” kata Ahmad.
Para pengemudi bajaj mengaku beralih kembali ke BBM, karena sulit akses BBG.
Pada tahun 1995, Pemerintah kembali menyampaikan rencana untuk mengalihkan bahan bakar minyak ke gas. Menurut catatan KPBB 1997-1998 sekitar 7.000 kendaraan menggunakan BBG, tetapi sekarang jauh berkurang. Kemudian, pada 2005 lalu, Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan peraturan daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pun mengeluarkan peraturan tentang Standar dan mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Bahan Bakar lain, LPG, LNG dan hasil olahan yang dipasarkan di dalam negeri.
Pemda DKI kemudian mengeluarkan Peraturan Gubernur No 14/2007 tentang Penggunaan BBG untuk Angkutan umum dan kendaraan operasional pemerintah daerah.
Bahan Bakar Gas pun digunakan untuk Bus Transjakarta, Bajaj, serta taksi. Tetapi, sekarang banyak bajaj BBG pun kembali beralih ke BBM karena Stasiun Pengisian Bahan Bakar SPBU yang menyediakan BBG sangat sedikit.
Data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan jumlah SPBU penyedia, CNG (Compressed Natural Gas) dan LGV (Liquid Gas for Vehicles) di Jawa-Bali hanya 19 buah.
Sementara Program BBG di negara lain, seperti Pakistan yang memulai penggunaan BBG sejak tahun 1998 dengan 423 unit kendaraan, meningkat 2,7 juta unit kendaraan menggunakan CNG, pada tahun ini.
Sumber: BBC.