JAKARTA (IFT) – Pemerintah menargetkan pembangkit listrik tenaga sel bahan bakar (fuel cell) berkapasitas 300 kilowatt yang dibangun di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta akan beroperasi pada akhir 2012. Maritje Hutapea, Direktur Bioenergi Direktorat mengatakan pembangkit listrik tenaga fuel cellpertama di Indonesia tersebut merupakan teknologi baru dan ramah lingkungan.
Teknologi tersebut memanfaatkan hidrogen yang dapat dihasilkan dari berbagai sumber energi, baik energi fosil maupun energi terbarukan, yaitu dari gas alam, air dan biomassa yang berfungsi sebagai energi karier (carrier energy).
“Indonesia masih memiliki banyak pembangkit listrik tenaga diesel khususnya di luar sistem Jawa Bali sehingga pembangkit fuel cell ini juga sangat berpotensi untuk dikembangkan menggantikan pembangkit listrik diesel,” kata Maritje, Selasa.
Selain meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi, pengembangan proyek ini juga diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini dapat membantu pemerintah dalam mencapai penurunan target emisi gas rumah kaca nasional yang telah ditargetkan 26% pada 2020.
Pemerintah Indonesia telah menggandeng Pemerintah Korea Selatan untuk mengerjakan proyek percontohan tersebut. Posco Power, perusahaan energi asal Korea Selatan telah ditunjuk sebagai kontraktor yang membangun pembangkit fuel cell tersebut.
Sedangkan pemerintah Indonesia telah menunjuk PT Jakarta Propertindo, Badan Usaha Milik Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai pengelola. Jakarta Propertindo ditunjuk sebagai pengelola karena proyek percontohan fuel cell ini juga melibatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Pemerintah Korea Selatan melalui Korea International Cooperation Agency (KOICA) senilai US$ 3 juta kepada Indonesia,” ungkapnya.
Meski mungkin tidak seekonomis listrik dari dari pembangkit listirik fosil seperti batu bara, pemerintah akan mengkaji secara serius proyek fuel cell ini. Alasannya, pembangkit listrik fuel cell sangat ekonomis untuk daerah yang sulit dijangkau karena lebih sederhana dengan daya yang lebih kecil untuk konsumsi rumah tangga sehingga dapat mendorong desentralisasi pembangkit listrik.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Indonesia, mengatakan teknologi fuel cell sudah berkembang dan dipakai di luar negeri terutama untuk listrik rumah tangga. Namun penggunaan fuel cell akan menghasilkan energi optimum jika mendapatkan pasokan gas yang cukup sebagai bahan bakarnya.
“Dari perkembangan teknologinya di luar negeri, fuel cell sudah komersil jika dilihat dari sisi harga listriknya. Tetapi saya belum bisa menghitung nilai ekonomisnya jika itu diterpakan di dalam negeri,” kata Fabby.
Menurut dia, penerapan fuel cell di Indonesia belum bisa optimum untuk konsumsi rumah tangga karena jaringan pipa gas perkotaan masih belum memadai. Namun lebih ekonomis, jika diterapkan pada skala pabrik atau kompleks perkantoran.
Energi Fosil
Karyada Warnika, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, menyatakan Indonesia sudah tidak dapat mengandalkan energi fosil menyusul cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan akan habis pada 2018. Saat ini konsumsi energi di Indonesia sekitar 3,8 juta ton minyak per hari dan terus meningkat sekitar 7% setiap tahunnya.
“Indonesia dinilai terlalu boros dalam mengkonsumsi minyak, padahal cadangan dalam negeri tidak sampai pada angka 0,3 % dari cadangan minyak dunia,” katanya.
Dengan kondisi ini langkah yang harus dilakukan yakni memaksimalkan diversifikasi energi dengan mendorong pengembangan energi baru terbarukan, sebab potensinya di Tanah Air masih sangat besar.
Sumber: Indonesia Finance Today.